Dampak Mitigasi Bencana Lemah, Rakyat Terkena Imbas


MutiaraUmat.com -- Memasuki musim hujan merupakan berkah banyak orang, tanah yang awalnya kering menjadi basah. Tapi keberkahan hujan itu tidak dirasakan bagi beberapa warga, karena daerah mereka terendam banjir. Misalnya bencana yang terjadi Sulawesi Tengah.

Bencana Banjir Bandang terjadi di Kabupaten Morowali Utara, Sulawesi Tengah, di laporkan ada 1 orang meninggal dunia dan tiga orang luka-luka. 
Banjir ini melanda Desa Ganda-Ganda, Kecamatan Petasia sejak Jum'at (3/1) sekitar pukul 17.45 WITA. (CNN Indonesia, 4/1/2025)

Kejadian banjir tidak hanya di Morowali Utara tetapi juga di Bondowoso. Banjir bandang menerjang Dusun Peh, Desa Gunung Sari, Kecamatan Maesan Bondowoso pada Kamis (9/1/2025). Kedatangan air yang juga bercampur dengan lumpur dan disertai ranting kayu membuat air sungai meluap hingga ke ruas jalan raya dan sejumlah pemukiman warga. Ternak warga juga terkena imbas banjir ini. Tampak ternak warga terjebak ditengah derasnya terjangan arus banjir. (CNN Indonesia, 9/1/2025)

Hujan adalah peristiwa alam yang kejadiannya terulang terus tiap tahun tetapi dari banyak pihak tidak siap dengan hadirnya hujan ini. Alam yang dikarunia Allah SWT sudah didesain dengan sebaik-baik ciptaan tetapi karena ulah tangan manusia sehingga menyebabkan alam ini rusak dan terjadilah bencana. Termasuk salah satunya banjir. Dari tahun ke tahun bencana banjir ini selalu terulang di banyak tempat di negeri tercinta kita ini. Pemerintah dalam mitigasi penanggulangan bencana juga terkesan tidak siap. Padahal kejadian bencana banjir ini sangat sering terjadi. Bukankah seharusnya para pemangku kebijakan lebih bisa prepare sebelum musim hujan tiba, sehingga kejadian serupa tidak selalu terulang. Dan bisa meminimalisir dampak dari kejadian alam ini. 

Pemerintah sebagai pemangku kebijakan seharusnya bisa melakukan upaya antisipasi dan mitigasi banjir dengan lebih serius, karena apabila dalam upaya antisipasi mitigasi bancana lemah akan membahayakan nyawa masyarakat. Mitigasi yang lemah itu tandanya negara tidak bisa menjadi raa'in. Dalam kapitalisme ini menjadi sebuah keniscayaan karena dalam kapitalisme negara hanya regulator dan fasilitator yang melayani kepentingan para pemilik modal sehingga abai pada rakyat.

Bencana banjir ini juga akibat pembangunan ala kapitalisme yang memberi ruang kebebasan bagi oligarki mengubah lahan serapan menjadi lahan bisnis, abai atas keselamatan rakyat dan kerusakan alam, karena hanya mengejar pertumbuhan ekonomi. Pernyataan presiden tentang pembukaan lahan sawit (deforestasi) tidak membahayakan dapat dijadikan sebagai landasan pembukaan lahan, meski para ahli sudah menyatakan deforestasi akan mengakibatkan berbagai masalah termasuk terjadinnya bencana.

Sejenak bercermin, dalam kehidupan yang menerapkan aturan Islam. Ternyata Islam mampu menyelesaikan tuntas permasalahan banjir:

Pertama, negara wajib menjauhkan rakyatnya dari kemudharatan, termasuk bencana. 

Kedua, negara akan melakukan perencanaan matang dalam membangun kota/desa dan berorientasi pada kemaslahatan seluruh rakyat.

Ketiga, negara membangun kota berbasis mitigasi bencana. Islam telah mengatur konservasi agar ada larangan berburu binatang dan merusak tanaman demi menjaga ekosistem. Islam juga mengharuskan adanya pemetaan wilayah sesuai potensi bencana berdasarkan letak geografisnya, sehingga akan membangun tata ruang yang berbasis mitigasi bencana, sehingga aman untuk manusia dan alam.

Semua dilakukan oleh negara karena islam menjadikan penguasa sebagai raa'in dan junnah, termasuk dalam menghadapi bencana. Rasulullah Saw. menegaskan, "Imam (Khalifah) raa'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab terhadap rakyatnya." (HR Ahmad, Bukhari). []


Rina Kusuma
Aktivis Muslimah

0 Komentar