Apa pun Narasinya, Pajak Membuat Rakyat Menderita
MutiaraUmat.com -- Makin hari problematika yang terjadi di Indonesia makin menumpuk dan di luar nalar. Terpilihnya presiden baru tampak tidak memberikan perbaikan, masalah tetap menggunung bahkan. Kebijakan PPN 12 persen menambah beban rakyat yang sudah sangat berat yang ditimpakan oleh pemerintahan-pemerintahan sebelumnya.
Berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah untuk memberikan legitimasi atas kebijakan yang membebani rakyat ini. Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan RI, menjelaskan tentang realisasi dana untuk bidang pendidikan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) selama tahun 2024 (cnbcindonesia.com, 4/1/2025). Dengan penjelasan itu, seakan pemerintah terkesan membenarkan perbuatan menindas rakyat atas nama kebaikan bangsa.
Pemerintah juga berusaha meyakinkan masyarakat bahwa PPN 12 persen hanya diperuntukkan barang mewah, namun faktanya, harga berbagai barang lain tetap ikut naik. Misalnya, PPN atas kegiatan membangun dan merenovasi rumah, pembelian kendaraan bekas dari pengusaha penyalur kendaraan bekas, pengiriman paket, dan sebagainya (kompas.id, 3/1/2025).
Betapa pemerintah menunjukkan inkompetensi mereka dalam mengurusi urusan rakyat. Bisa dipastikan bahwa pemerintah bukan tidak tahu akan dampak buruk yang akan menimpa masyarakat, namun sistem buruk kapitalisme ini jelas membuat mereka menutup mata dengan itu dan terus menelurkan kebijakan-kebijakan yang berpihak pada tuan-tuan mereka. Alih-alih memperhatikan masyarakat, mereka harus tersibukkan dengan urusan mengembalikan modal pemilu yang telah mereka investasikan.
Hari-hari ini berbagai media menunjukkan seakan-akan presiden berusaha menyelesaikan masalah yang terjadi. Kunjungan ke berbagai negara di awal pemerintahan dinarasikan bahwa presiden bergerak cepat untuk memulai tanggung jawabnya sebagai kepala negara. Kehadiran presiden dalam acara tutup buku APBN di Kemenkeu dinarasikan seakan ini adalah perbuatan yang sangat mulia dan bertanggung jawab. Begitu pula dengan Program Makan Bergizi Gratis yang terlihat seperti perhatian terhadap generasi. Berbagai media mencitrakan presiden sebagai sosok yang sangat baik dan peduli dengan rakyat dan negaranya. Namun di balik itu, kebijakan-kebijakan yang sangat menyakiti rakyat disahkan dan diberlakukan. Inilah contoh profil penguasa yang populis otoriter.
Tampak sangat jelas bahwa negara berusaha untuk menghindari tanggung jawabnya untuk mengurusi rakyatnya dengan menggunakan media partisan sebagai alat pencitraan. Negara menyebutkan berbagai program bantuan yang diklaim untuk meringankan hidup rakyat. Negara memaksakan kebijakan dengan membuat narasi seolah berpihak kepada rakyat, namun sejatinya abai terhadap penderitaan rakyat.
Pemimpin semacam ini sangat wajar bermunculan di dalam sistem kapitalisme yang berasaskan materi. Manusia-manusia berlomba untuk menjadi penguasa demi mendapatkan keuntungan untuk diri dan golongannya sendiri. Mereka berusaha mendapatkan simpati masyarakat semata-mata untuk kepentingan pribadi dan golongan, tidak lebih. Sistem rusak ini tidak akan pernah membiarkan pemimpin yang baik dan amanah untuk duduk di dalam pemerintahan, karena pada faktanya orang-orang yang melingkupi kekuasaan itu sendiri hari ini adalah para preman berdasi.
Sampai di sini, kita harus semakin kritis dan sadar serta bergerak untuk saling menjaga kesadaran bahwa permasalahan yang dihadapi negara ini bukan hanya sekedar figur pemimpin yang salah, tapi adalah sistem hidup yang diterapkan. Dengan kata lain, akar permasalahannya adalah pada sistem, maka solusi yang harus digunakan untuk mengganti kondisi buruk ini juga harus beruapa sistem.
Sistem Islam yang langsung turun dari Sang Pencipta tentu adalah satu-satunya sistem yang benar dan sesuai dengan fitrah manusia. Di dalam Sistem Islam, seorang penguasa merupakan pengurus bagi rakyatnya, bukan pengurus urusan para pemilik modal. Penguasa dalam sistem Islam, yang disebut sebagai sistem kekhilafahan, hanya boleh menerapkan satu aturan saja, yaitu aturan Islam, secara menyeluruh.
Islam memandang penguasa sebagai pengurus urusan masyarakat. Islam juga mengharamkan para penguasa untuk menindas rakyat. Bahkan doa terkenal yang pernah diucapkan Rasulullah, Muhammad SAW, adalah mendoakan kesulitan bagi para pejabat yang mempersulit urusan umat beliau.
Diterapkannya sistem Islam yang menyeluruh oleh negara dengan para penguasa yang berkepribadian Islam telah terbukti memberikan jaminan kehidupan yang layak bagi rakyatnya. Sebut saja Umar bin Khattab. Kisah beliau yang terkenal menggotong sendiri bahan makanan dari baitul maal di suatu malam untuk sebuah keluarga yang kelaparan merupakan gambaran betapa besar tanggung jawab beliau dalam menjalankan amanah kekhalifahan yang beliau emban. Khalifah Harun Ar-Rasyid, dengan ijin Allah, telah mengurus urusan warga negara Islam dengan sangat baik hingga tidak satupun warga negara yang berhak menerima zakat. Masih banyak lagi bukti kebaikan Sistem Khilafah yang bisa kita telusuri dalam fakta sejarah.
Hilangnya kekhilafahan Islam dari tengah-tengah kaum muslimin telah mengantarkan seluruh umat manusia berada dalam jurang penderitaan yang tidak berujung. Bukan hanya manusia yang menjadi sangat hina, alam pun rusak dengan penerapan sistem kapitalisme yang melahirkan manusia-manusia serakah yang berperilaku seperti binatang dan bahkan lebih buruk dari itu.
Kita harus segera kembali kepada seluruh aturan Islam agar Allah ridha pada diri kita dan memberikan keberhakan dari langit dan bumi sebagaimana janjiNya bagi manusia-manusia yang beriman dan bertakwa. Memang bukan perkara yang mudah untuk mengganti sistem kapitalisme ini dengan Islam, namun sulit bukan berarti tidak mungkin. Allah telah menjanjikan kemenangan bagi kaum Muslim, maka sangatlah merugi jika kita tidak segera ikut berbaris dalam barisan para pengemban dakwah yang sedang bergerak untuk mengembalikan kehidupan Islam yang mulia. Wallahu a’lam bishshawab.[]
Fatmawati
Aktivis Muslimah
0 Komentar