Sengkarut Korupsi di Negeri Ini
MutiaraUmat.com -- Pemberitaan tentang korupsi seakan tidak pernah berhenti mewarnai layar kaca. Para pelaku korupsi tidak hanya terjadi di lembaga negara tapi juga menjerat pihak swasta. Keterlibatan swasta dalam kejahatan ini berupa memberikan hadiah atau janji kepada penyelenggara negara. Swasta kerap menjadi pihak yang memberikan suap lantaran terlibat dalam pengadaan barang dan jasa penyelenggara negara. Wajar jika timbul pertanyaan pada benak masyarakat, hidup mereka sudah enak, gaji pun pasti besar lalu hampir semua fasilitas kenikmatan mereka dapatkan tapi kenapa masih saja korupsi?
Sebelumnya diberitakan CNN Indonesia, (11/9/2024), mantan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo divonis 12 tahun penjara karena memeras dan menggunakan uang kementerian untuk memenuhi kepentingan pribadinya. Uang Kementerian Pertanian juga mengalir kepada istri, anak hingga cucu Syahrul Yasin Limpo. Uang tersebut digunakan untuk membayar tagihan kartu kredit, membayar cicilan mobil, memberikan uang bulanan pada istrinya, membeli skincare untuk anak dan cucunya, pemeliharaan apartemen hingga membayar biaya dokter kecantikan anak Syahrul Yasin Limpo.
Kasus korupsi yang sangat mencengangkan juga terjadi pada industri pertambangan dan perdagangan. Kasus ini menyeret suami seorang pesohor tanah air, Dewi Sandra. Skandal yang dilakukan oleh Harvey Moeis, ini diduga merugikan negara hingga mencapai angka fantastis 271 Triliun. Harvey bersama-sama dengan eks direktur PT Timah kongkalikong mencari keuntungan dalam kegiatan pertambangn liar di wilayah Izin Usaha Pertambangan PT. Timah.
Sejumlah pihak menyebut inilah korupsi terbesar yang melebihi korupsi PT. Asabri sebesar 23,74 Triliun serta korupsi PT. Duta Palma sebesar 28 Triliun. Entah sebutan apa yang pantas disematkan pada kasus ini mengingat ekonomi negara saat ini dalam kondisi buruk hingga pelayanan atas hak-hak rakyat pun menurun akibat minimnya sumber pemasukan keuangan negara.
Baru-baru ini pun berita yang tidak kalah menghebohkan adalah penetapan Tom Lembong oleh Kejaksaan Agung. Tom Lembong sebagai mantan Menteri Perdagangan menjadi tersangka pada kasus importasi gula yang memberikan izin impor gula pada tahun 2015 yang merugikan negara 400 Miliar.
Meskipun belum dinyatakan bersalah dan adanya opini masyarakat bahwa kasus ini pesanan penguasa tapi mau tidak mau kebijakan pemerintah yang lebih suka impor dibanding memajukan pertanian dalam negeri sangatlah mengkhawatirkan. Belum lagi impor yang dilakukan oleh semua Menteri Perdagangan, pasca Tom Lembong, karena banyak nama Menteri setelah Tom, yang konon jumlah importasinya lebih besar lagi.
Karena sebenarnya kebijakan impor ini hanya menguntungkan oligarki yaitu para pengusaha importir yang mempunyai hubungan dekat dengan penguasa sehingga mereka mendapatkan tender impor karena wewenang membuka atau menutup keran impor ada ditangan penguasa.
Demikian pula kasus pembuangan susu oleh peternak lokal baru-baru ini yang disebabkan pemerintah menghapus bea masuk susu impor yang berakibat Indonesia kebanjiran susu impor dari negara lain sehingga susu peternak lokal tidak terserap.
Dalam pidato pertamanya Presiden Prabowo turut menyinggung tentang pemberantasan korupsi yang masih terlalu banyak kebocoran akibat penyelewengan korupsi di negeri ini yang dampaknya sangat berbahaya bagi masa depan masyarakat sehingga ia pun berkomitmen untuk mengurangi korupsi secara signifikan.
Alih-alih mulai mengurangi korupsi yang terjadi di lingkaran penguasa, justru Presiden mengangkat sejumlah menteri di Kabinet Merah Putih yang diduga tersandung korupsi di pemerintahan sebelumnya meskipun belum terbukti. seperti Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Bahlil Lahadalia, Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto serta Menpora, Dito Ariotedjo. Hal ini membuat kita jadi bertanya-tanya akan keseriusan pemerintahan ini dalam memberantas korupsi. Di lembaga legislatif dan yudikatif pun korupsi sangat banyak terjadi.
Banyak hakim yang diduga telah menerima suap sementara anggota legislatif baik di tingkat daerah maupun pusat tidak sedikit yang tersandung masalah korupsi. Bahkan saat ini regulasinya dibuat seolah-olah korupsi bukanlah suatu kejahatan yang luar biasa sehingga mantan koruptor boleh mencalonkan diri kembali menjadi anggota legislatif asalkan sudah menjalani pidana penjara.
Gurita korupsi sudah mencengkeram semua lembaga. Hampir seluruh kebijakan yang diterapkan seolah tidak bisa dilepaskan dari korupsi sehingga apa yang salah dengan kebijakan saat ini?
Penyebabnya adalah sekularisme, menjadikan manusia hidup tanpa berlandaskan pada agama. Mereka tidak memiliki kontrol internal untuk mencegah dirinya dari perbuatan dosa. Menjadikan standar perbuatan mereka manfaat semata. Kehidupan sekuler pun menghilangkan kontrol eksternal. Kehidupan yang individualistik menjadikan masyarakat hanya fokus pada kehidupan masing-masing sehingga tidak ada lagi yang saling mengingatkan.
Dalam sistem politik demokrasi juga tidak dipungkiri sistem ini membutuhkan biaya yang mahal sehingga menumbuhkan politik transaksional yang mau tidak mau seseorang yang mencalonkan diri menjadi bagian dari penguasa membutuhkan cukong-cukong sebagai penyokong dana yang bisa menyediakan modal dan akan diganti ketika seseorang sudah berkuasa.
Dalam sistem ini juga sanksi yang diberikan pada seorang koruptor sangatlah ringan sehingga tidak menimbulkan efek jera. Alih-alih mampu menekan korupsi, sistem ini malah semakin menyuburkan korupsi karena ideologi kapitalis mendidik pemeluknya untuk tamak, menguasai harta sebanyak-banyaknya selagi masih berkuasa.
Berbeda ketika kehidupan diatur sistem Islam. Sistem ini tegak di atas landasan aqidah yang terwujud dalam seluruh amal perbuatan. Halal dan haram benar-benar menjadi patokan sehingga celah keburukan tertutup rapat karena kokohnya keimanan. Selain itu masyarakat yang menegakkan sistem Islam sangat kental dengan budaya amar ma’ruf nahi munkar sehingga jika terjadi pelanggaran tidak akan menjadi fenomena sosial. Sistem Islam juga memiliki pencegahan kerusakan di tengah masyarakat yakni penegakan aturan Islam secara konsisten oleh negara mulai dari aturan ekonomi, politik, sosial, pendidikan dan lainnya.
Dalam pandangan syariat Islam, korupsi merupakan perbuatan khianat yang dilakukan oleh seseorang yaitu menggelapkan harta yang memang diamanatkan kepadanya. Adapun penyebab utama korupsi adalah faktor ideologi. Ini berarti langkah utama yang paling wajib dilakukan adalah penghapusan Ideologi sekuler kapitalisme untuk selanjutnya diterapkan syariat Islam sebagai satu-satunya hukum yang semestinya berlaku di negeri ini. Tentunya tidak boleh diabaikan adanya faktor pendukung lain penyebab korupsi yaitu faktor lemahnya karakter individu yang tidak tahan godaan, faktor lingkungan dengan adanya budaya suap serta penegakan hukum yang lemah.
Penerapan Islam akan sangat efektif untuk membasmi korupsi baik terkait pencegahan (preventif) maupun penindakan (kuratif). Secara preventif akan dilakukan pemilihan aparat negara yang wajib amanah serta profesional dan berintegritas bukan berdasarkan koneksitas atau nepotisme.
Negara juga wajib memberikan pembinaan serta memberikan gaji dan fasilitas yang layak untuk aparatnya sehingga mereka tidak tergiur dengan suap dan hadiah. Kekayaan aparat akan dihitung di awal dan di akhir jabatannya sehingga dapat diketahui pertambahan kekayaan yang tidak wajar.
Tentunya kontrol masyarakat juga sangat dibutuhkan. Adapun secara kuratif, untuk membasmi korupsi akan dilakukan penerapan sanksi hukum yang tegas tanpa tebang pilih. Hukuman untuk koruptor termasuk Takzir yaitu hukuman yang jenis dan kadarnya ditentukan oleh Khalifah.
Di antaranya adalah penyitaan harta sebagaimana yang dilakukan oleh khalifah Umar bin Khattab RA ataupun dipenjara hingga hukuman mati jika menyebabkan dharar bagi umat dan negara. Sedangkan khalifah Umar bin Abdul Aziz menetapkan sanksi untuk koruptor adalah dicambuk dan ditahan dalam waktu yang lama.
Dalam Islam, politik itu intinya adalah Ri’ayah Syar’iah yaitu bagaimana mengurusi umat dengan sepenuh hati dan jiwa sesuai dengan tuntunan syariat Islam sehingga para penguasa akan benar-benar amanah karena mereka diangkat untuk menerapkan dan melaksanakan syariat Islam. Menjadi pemimpin ataupun pejabat hanyalah sarana untuk mewujudkan Izzul Islam wal muslimin. Bukan demi kepentingan materi atau memperkaya diri dan kelompoknya. Alhasil penerapan syariat Islam akan efektif dalam memberantas korupsi. Upaya ini membutuhkan kesungguhan dan komitmen semua pihak untuk mewujudkan sistem pemerintahan Islam yang akan menerapkan syariah Islam secara kaffah.[]
Dalilah Musyaffa
Aktivis Muslimah
0 Komentar