Sejahterakan Guru dengan Islam Kaffah
MutiaraUmat.com -- Presiden Prabowo memberikan pengumuman saat berpidato dalam agenda puncak peringatan Hari Guru Nasional 2024 bahwa pemerintah akan menaikkan gaji guru pada tahun 2025. Alokasi anggaran untuk kesejahteraan ASN dan non-ASN menjadi Rp 81,6 triliun, naik sebesar Rp 16,7 triliun dibandingkan tahun sebelumnya (Tempo, 29-11-2024).
Naiknya gaji guru yang tidak seberapa tidak otomatis mensejahterakan guru. Sebab pajak juga naik yang menyebabkan naiknya harga barang kebutuhan, itu berarti pengeluaran rakyat juga makin besar.
Adapun kenaikan gaji guru yang dimaksud adalah naiknya gaju guru ASN sebesar gaji pokok tiap bulannya, sementara untuk non - ASN yang sudah bersertifikat mendapatkan gaji Rp 2 juta per bulan. Meski pernyataan presiden multi tafsir, ada yang menafsirkan bahwa kenaikan gaji ASN sebenarnya tidak ada sebab kenaikan gaji sebesar gaji pokok tiap bulannya memang sudah ada bagi guru yang tersertifikasi. Penafsiran berikutnya adalah bahwah guru non - ASN sebenarnya selama ini gajinya Rp 1,5 juta khusus yang tersertifikasi. Kalau naik menjadi Rp 2 juta, itu berarti hanya naii Rp 500 ribu.
Kenaikan gaji yang diumumkan presiden tentu sangat dinantikan rakyat khususnya para ASN. Hanya saja jika kita mau jujur, apa yang didapatkan oleh para pendidik sekarang baik ASN maupun non - ASN sebenarnya belum pantas dikatakan mensejahterakan apalagi memuliakan guru. Sebab meskipun ada kenaikan gaji, itu belum sebanding dengan kontribusi guru. Jam mengajar yang penuh 24 jam dalam satu minggu bagi guru tersertifikasi dengan imbalan Rp 2 juta untuk non-ASN tentu jauh dari kata layak.
Sama halnya dengan gaji pokok yang diberikan bagi ASN baik yang tersertifikasi, apalagi yang belum tersertifikasi masih jauh dari kata sejahtera. Sebab seorang guru dengan tuntutan jam mengajar yang penuh dan tugas administrasi yang banyak berhak mendapatkan lebih dari itu. Jika ingin mensejahterakan guru dan memuliakannya maka apa yang diberikan pemerintah belum layak.
Apalagi saat ini guru sulit sejahtera juga disebabkan oleh biaya hidup yang mahal, biaya untuk pendidikan dan kesehatan juga besar. Sehingga apa yang diterima para guru hari ini hakikatnya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Muncullah problem berikutnya yaitu guru terlibat judol dan pinjol. Guru juga pada akhirnya terpaksa harus mencari penghasilan tambahan sebab tuntutan kebutuhan. Guru terpaksa meninggalkan idealisme sebagai pendidik terbaik bagi generasi.
Belum lagi kebijakan negara yang menyengsarakan rakyat termasuk guru diantaranya kenaikan pajak, program Tabungan Perumahan Rakyat, bahkan pajak kendaraan bermotor akan ditagih door to door. Tentu kebijakan ini akan menambah kesengsaraan rakyat secara umum. Naiknya gaji guru yang tidak seberapa tidak otomatis mensejahterakan guru.
Kita harus bercermin pada perlakuan Islam yang memuliakan guru dan menggaji dengan layak. Dalam kitab An nidzomu al iqtisodi fil islami, imam Taqiyuddin an-Nabhani menuliskan bahwa khalifah Umar bin Khattab memberikan upah bagi tiga pengajar anak-anak masing-masing 15 dinar per bulan. Satu dinar setara dengan 4,25 gram emas, maka gaji pengajar tersebut adalah 63,75 gram emas. Jika harga emas saat ini Rp 1.522.000 per 5 Desember 2024 maka itu setara dengan Rp 97.027.500. Tentu nilainya ini sangat jauh jika kita bandingkan dengan penghargaan sistem sekuler terhadap jasa seorang guru.
Apa yang disampaikan pemerintah bahwa kebijakan ini merupakan langkah nyata memberikan penghargaan yang layak bagi para guru yang telah mendidik generasi bangsa sebenarnya hanya ingin menutupi bobroknya sistem rusak yang terus dijaga oleh para penguasa. Sebab penerapan sistem sekuler ini justru telah menghancurkan kemuliaan para pendidik dan memiskinkan mereka.
Kemiskinan dan ketidaksejahteraan rakyat dan para pendidik berasal dari aturan sekuler yang menjadikan sumber ekonomi di tangan segelintir orang. Pendidikan dikapitalisasi sedemikian rupa. Sumber daya alam diprivatisasi dan diserahkan kepada para pemodal. Pada akhirnya rakyat tidak mendapatkan apa-apa.
Guru bisa sejahtera hanya jika aturan Islam yang berlaku. Sistem sekuler tidak akan mampu memuliakan guru sebab sistem sekuler tidak ditopang oleh sistem ekonomi yang kuat. Kekayaan alam yang diserahkan kepada swasta menjadikan negara tidak memiliki kekayaan yang memadai untuk mensejahterakan rakyat. Negara menjadi miskin dan pada akhirnya rakyat tidak mendapatkan pelayanan.
Satu hal yang tidak boleh dilupakan adalah Islam telah memberikan aturan kehidupan bernegara yang benar. Sistem itu bernama sistem khilafah. Khilafah merupakan kepemimpinan umum bagi umat islam di dunia, didalamnya syariat Islam diterapkan secara kaffah. Sepanjang sejarahnya Islam telah mencatat kesuksesan dalam mensejahterakan umat dan memuliakan para pendidik. Sehingga kegagalan sistem sekuler dalam memuliakan guru seharusnya membuat kita kembali pada aturan Islam.
Wallahu a'lam. []
Oleh: Nurjannah Sitanggang
Aktivis Muslimah
0 Komentar