Perbaikan Gizi dengan Sepuluh Ribu Rupiah, Berhasilkah?


MutiaraUmat.com -- Dalam menjalankan aktivitas sehari-hari dan menunjang pertumbuhan lebih optimal, kita membutuhkan makanan yang memberi energi dan berdampak positif bagi tubuh kita. Tentu makanan tak asal makanan, namun makanan bergizi dan menyehatkan. 

Sayangnya, saat ini tidak semua lapisan masyarakat dapat menikmati makanan bergizi di tengah himpitan ekonomi yang makin mencekik. Jikalaupun bisa mendapatkan dengan harga terjangkau, tentunya tidak sebanding dengan makanan bergizi yang memiliki harga jual tinggi. Katakan saja dalam mendapat protein. Makanan yang mengandung protein tinggi layaknya ikan laut, daging ayam tentu tak sebanding jika kita dapatkan dari tahu tempe saja yang harganya jauh lebih terjangkau. Itupun ditutupi dengan slogan ‘sehat tidak harus mahal’.
Maka dari itu, Prabowo-Gibran dalam Pilpres 2024 mengkampanyekan program Makanan Bergizi Gratis (MBG) yang ditargetkan pada anak-anak dan ibu hamil dalam rangka memperbaiki kualitas SDM. Anggaran program ini diperkirakan mencapai Rp 400 triliun per tahun (CNN Indonesia, 29/11/2024).

Program MBG ini, kata Hasan Nasbi, Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, telah diuji coba di wilayah Jawa Barat, Jawa Tengah dan DKI Jakarta dengan anggaran senilai Rp 10 ribu. Prabowo mengatakan bahwa awalnya pemerintah ingin mengalokasikan anggaran MBG sebesar Rp 15 ribu per anak per ibu hamil per hari. Namun ia mengatakan penyesuaian dilakukan setelah melihat anggaran yang tersedia. Sehingga yang memungkinkan adalah senilai Rp 10 ribu per porsi. “Kita hitung untuk daerah-daerah Rp 10 ribu itu cukup bermutu dan bergizi,” kata Prabowo dalam jumpa pers di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat (29/11) (republika.co.id, 20/11/2024).

Di tengah gempuran tingginya inflasi dan kenaikan harga-harga bahan makanan, target perbaikan gizi makin nampak tidak realistis. Turunnya anggaran MBG beralasan keterbatasan anggaran cukup menunjukkan borok penguasa yang sebenarnya tidak serius dalam memberikan solusi perbaikan gizi generasi. Apalagi dengan banyaknya proyek-proyek yang tidak bermanfaat bagi rakyat, refreshing alam pejabat berkedok retreat tenaga kerja yang justru jor-joran digarap dan dilaksanakan dengan menggelontorkan anggaran fantastis. 

Sumber daya alam Indonesia yang melimpah ruah yang seharusnya dapat dikelola, bisa menjadi sumber pemasukan negara dan dapat memenuhi kebutuhan serta menyejahterahkan rakyat, justru dikeruk habis-habisan dan dinikmati oleh segelintir orang saja, yakni para oligark dan kapitalis (pemilik modal) yang mendalangi kerja pemerintah demi tercapainya tujuan mereka. Dan pada realitanya, upah yang rendah menjadi satu kondisi umum, yang tergambar dari standar UMR yang ditetapkan. 

Di samping turunnya anggaran perbaikan gizi dan sulitnya mendapat makanan bergizi akibat tingginya inflasi, para pengusaha yang berorientasi kapitalis, juga memproduksi makanan minuman yang jauh dari kata bergizi dan memasang harga murah, sangat terjangkau. Sehingga di samping mendapat makanan bergizi dalam porsi kecil, masyarakat juga disuguhi dengan beraneka ragam konsumsi makanan yang justru memberi efek buruk bagi kesehatan tubuh. Lalu bagaimana bisa perbaikan gizi dapat terwujud?

Seperti inilah gambaran bagaimana sistem kapitalis-sekularis, hasil pemikiran akal manusia yang diterapkan di Indonesia ini memberi solusi persolan. Selalu berujung pada bercabangnya akar masalah dan tidak membabat habis pokok persoalan. Pemerintah hanya sekadar boneka bagi para pemilik modal yang berkepentingan, tak berorientasi untuk melayani rakyat.

Sangat jauh berbanding terbalik dengan Islam. Islam menjadikan negara sebagai raa’in yang akan menjamin semua kebutuhan rakyat tanpa terkecuali. Tanggung jawab penguasa merupakan tanggung jawab yang diberikan oleh Allah SWT, sehingga penguasa tidak akan berleha-leha dalam menunaikan.

Makanan bergizi yang merupakan kebutuhan pokok rakyat, akan dipenuhi melalui negara yang menerapkan sistem islam sebagai acuan dasarnya. Terlebih untuk generasi agar tumbuh menjadi generasi yang kuat fisiknya, karena Islam membutuhkan SDM yang kuat. Tersebab SDM merupakan salah satu sumber daya penting untuk mewujudkan negara yang kuat dan mandiri.

Negara memiliki sumber pemasukan yang banyak, yang mana pendapatan tersebut didapatkan dengan syari melalui pengelolaan harta kepemilikan umum, zakat, jizyah, khumus, fai, dan kharaj. Bukan seperti sekarang yang menjadikan pajak sebagai sumber pendapatan utama yang justru mencekik rakyat. SDA juga akan dikelola negara untuk kepentingan rakyat dan tidak akan dibiarkan begitu saja dikelola oleh para asing, aseng, dan swasta.

Anggaran negara hanya digunakan untuk kepentingan rakyat saja dan negara juga tidak akan membiarkan rakyatnya memiliki fisik lemah. Dengan begitu, negara mampu dan akan benar-benar melaksanakan program perbaikan gizi secara optimal yang tertujukan pada seluruh lapisan masyarakat, tidak hanya tertuju pada anak-anak dan ibu hamil saja.    

Hal ini sempat terlaksana pada era Khilafah Utsmaniyah yang menjalankan layanan makanan bergizi gratis melalui pendirian Imaret, dapur umum berbasis waqaf dimana didirikan pertama kali oleh Sultan Orhan. Imaret mendistribusikan secara gratis makanan bergizi untuk berbagai kalangan, baik sufi, penduduk lokal, peloncong, guru, murid, dll.

Wallahu a’lam bishshawab. []


Darisa Mahdiyah
Aktivis Muslimah

0 Komentar