Eksploitasi Pelajar dan Mahasiswa dalam Bingkai Pendidikan
MutiaraUmat.com -- Praktik Kerja Lapangan (PKL) program rutin Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Ai Maryati Solihah, mengungkapkan program ini rentan menjadi modus eksploitasi pekerja anak. Tahun 2022 sebuah hotel bintang empat daerah Bekasi mempekerjakan peserta PKL di bawah umur,vmengharuskan masuk tanpa libur, dan bekerja 13-15 jam sehari.
Ai berulang kali melaporkan kecacatan program PKL kepada Kemendikbudristek, namun belum membuahkan hasil. Pada Oktober hingga Desember 2023, 1.047 mahasiswa dari 33 Universitas di Indonesia menjadi korban eksploitasi kerja berkedok magang di Jerman. Setelah ditelusur program ini bukan magang, melainkan PKL yang diatasnamakan magang (kompas.com, 25/3/2024). Ai mengatakan seharusnya PKL murni dimaksudkan untuk mengenal dan memahami budaya kerja, bukan menjadi ajang eksploitasi oleh penyedia lapangan kerja (tempo.co, 9/10/2024).
Parahnya, eksploitasi ini sudah mengarah pada aktivitas seksual dan perdagangan anak. Awal tahun 2018 KPAI melaporkan tren kasus trafficking dan eksploitasi anak. Ada 8 kasus trafficking, 13 kasus eksploitasi seks komersial, 9 kasus prostitusi, dan 2 kasus eksploitasi ekonomi. Akumulasi data Bareskrim POLRI bidang PTPPO 2011-2017 mencapai 422 kasus kejahatan trafficking dengan modus tertinggi eksploitasi seksual. Data yang dihimpun IOM (international organization for migration), sejak tahun 2005-2017 korban trafficking mencapai angka 8.876 dan 1.155 diantaranya adalah anak.
Penerapan Sistem Kapitalisme
Sistem kapitalisme hanya fokus menghasilkan materi sebanyak-banyaknya. Tak heran, eksploitasi pelajar dan mahasiswa melalui PKL terus terjadi. PKL dikenalkan sebagai ajang untuk mengenal dunia kerja secara nyata dan memberikan pengalaman yang bermakna. Ini sangat ampuh membius peserta PKL secara sukarela melakukan apapun yang diperintahkan. Terlebih, posisi mereka yang rapuh dan lemah membuatnya hanya bisa patuh.
Semua ini akibat penerapan sistem kapitalisme. Pertama, sistem pendidikan ala kapitalisme hanya mencetak generasi pekerja untuk kebutuhan industri. SMK dan sekolah vokasi lebih diminati generasi saat ini. Tahun 2023 total SMK negeri dan swasta di Indonesia ada 14.252 dengan jumlah peserta didik 5.059.603 (Goodstats, 11/10/2024). Bisa dibayangkan betapa banyak pelajar yang berpotensi mengalami eksploitasi di tempat PKL.
Hak dan kewajiban pelajar magang diatur dalam Permendikbud 50/2020 tentang Praktik Kerja Lapangan bagi peserta didik memuat dua pedoman teknis yaitu pedoman PKL dalam negeri dan luar negeri. Pedoman ini menyebutkan pihak sekolah harus melakukan pengawasan dan evaluasi kegiatan PKL. Pedoman ini juga menyebutkan adanya pemberian uang saku bagi peserta PKL. Sayangnya, pedoman ini hanya seperangkat aturan yang lemah dan tanpa sanksi bagi pelanggarnya.
Kedua, sistem sekuler kapitalisme abai atas tanggung jawabnya mengurus rakyat. Negara tidak memberikan perlindungan hukum yang kuat, khususnya peserta PKL. Permenaker 6/2020 tentang Penyelenggaraan Pemagangan di Dalam Negeri hanya menyasar pada pekerja dan pencari kerja. Regulasi ini hanya mengatur pemagang yang telah lulus sekolah, bukan pemagang yang berstatus pelajar atau mahasiswa.
Ketiga, sistem sekuler kapitalisme memberikan ruang eksploitasi pelajar dan mahasiswa. Perusahaan bebas mempekerjakan peserta PKL semau mereka, peserta PKL hanya dimanfaatkan sebagai pekerja sukarela yang dibutuhkan tenaganya saja.
Sistem sekuler kapitalisme menimbulkan masalah kompleks tanpa solusi. Kondisi ini memungkinkan praktik eksploitasi anak terus terjadi. Pendidikan tidak menciptakan generasi gemilang yang berakhlak mulia.
Pandangan Islam
Dalam sistem Islam, eksploitasi tidak akan terjadi. Islam memiliki mekanisme sendiri. Di antaranya:
Pertama, sistem pendidikan berbasis akidah Islam mewujudkan generasi berkepribadian Islam dan berkualitas. Sistem Islam mewujudkan masyarakat yang beriman secara komunal. Pemilik usaha menerima peserta PKL dan memperlakukan dengan baik.
Kedua, negara menjaga anak dibawah umur dalam melakukan pekerjaan. Pelajar dan mahasiswa yang melakukan PKL tidak diberikan pekerjaan berat yang membahayakan.
Ketiga, negara menciptakan lapangan pekerjaan di berbagai bidang yang akan menyerap tenaga kerja, khususnya bagi kaum laki-laki yang bertanggung jawab memberikan nafkah untuk keluarganya. Pelaksanaannya selalu memperhatikan syariat Islam, sehingga tidak akan ada pihak yang terzalimi.
Keempat, pelaku eksploitasi diberikan sanksi tegas sesuai hukum Islam. Negara akan menjaga generasi sebagai penerus bangsa yang berkualitas dan berkepribadian Islam.
Hanya dengan penerapan sistem Islam secara kaffah yang akan memberikan jaminan kehidupan layak untuk anak. Mereka akan tumbuh optimal dengan corak islam yang khas, tanpa praktik eksploitasi dalam bentuk apapun. Pendidikan murni diberikan untuk menyiapkan generasi cemerlang berkepribadian Islam. []
Eri Irawati C.
Aktivis Muslimah
0 Komentar