MutiaraUmat.com— Mengutip CNBC Indonesia (4/6), kelas menengah di Indonesia turun kasta sejak masa krisis pandemi Covid-19, berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS), 2019 jumlah kelas menengah di Indonesia 57,33 juta orang atau setara 21,45% dari total penduduk. Lalu, pada 2024 hanya tersisa 47,85 juta orang atau setara 17,13%. Artinya ada sebanyak 9,48 juta warga kelas menengah yang turun kelas. Selain turun kelas, penduduk kelas menengah di Indonesia juga rentan miskin selama 10 tahun terakhir.
Konsumsi Air Galon Bikin Warga Kelas Menengah RI Menjadi Miskin?
Ekonom senior yang merupakan mantan Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro mengatakan, turunnya tingkat ekonomi kelas menengah di Indonesia tidak hanya terjadi karena pandemi Covid-19 dan banyaknya pemutusan hubungan kerja (PHK). Melainkan juga akibat kebiasaan sehari-hari kebutuhan terhadap air kemasan, seperti galon. Beliau juga menyebut bahwa di negara maju, warga kelas menengah terbiasa menenggak air minum dari keran yang disediakan pemerintah di tempat-tempat umum. Dengan adanya fasilitas air minum massal itu, masyarakat negara maju tidak perlu mengeluarkan uang untuk membeli minum.
Menanggapi pernyataan tersebut , Anthony Budiawan,Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) mengungkapkan bahwa, Pernyataan Bambang justru mengungkap fakta dan sekaligus validasi, bahwa pemerintahan Jokowi selain telah gagal dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat menengah bawah, tetapi juga telah gagal dalam penyediaan air siap minum di tempat-tempat umum. (Money.Talk (1/9)
Faktanya, masyarakat hanya bisa konsumsi air siap minum dari keran-keran di tempat umum kalau pemerintah mampu menyediakan fasilitas tersebut. Faktanya, pemerintah tidak mampu menyediakan fasilitas air siap minum di tempat-tempat umum, sehingga masyarakat tidak bisa mengkonsumsinya. Artinya, masyarakat mengonsumsi air kemasan karena tidak ada pilihan lain, karena pemerintah telah gagal menyediakan air siap minum yang aman, di tempat-tempat umum.
Bahkan di beberapa daerah, rakyat kekurangan air bersih lantaran kekeringan atau karena kualitas air kurang. Kekeringan memaksa mereka mengkonsumsi air gallon, yang berdampak pada penambahan pengeluaran, dan menjadikan kelompok menengah menjadi miskin.
Realitas saat ini yang terjadi adalah PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) milik negara justru mengambil air dari aliran sungai dan waduk yang airnya kurang layak minum. Sedangkan mata air yang bagus telah diserahkan pada perusahaan air minum kemasan untuk dijual kepada masyarakat.
Inilah bentuk kapitalisasi sumber daya air. Padahal aturan Islam menetapkan bahwa air yang merupakan kebutuhan primer menjadi tanggung jawab negara, dan diberikan dengan harga murah atau bahkan gratis.
Negara wajib mengatur dengan seksama agar air yang tersedia adalah air yang layak untuk memenuhi kebutuhan manusia bahkan layak dikonsumsi. Dalam aturan Islam, Negara wajib memfasilitasi dan mendorong adanya inovasi pengelolaan air agar layak dan aman dikonsumsi. Sehingga hajat hidup rakyat berupa kebutuhan air bersih dan layak minum dapat terpenuhi secara merata, dengan biaya murah bahkan gratis.
Negara juga akan mengatur Perusahaan yang mengemas air agar keberadaannya tidak membuat rakyat susah mendapatkan haknya, karena sumberdaya air adalah milik umum.
Dengan demikian pendapatan rakyat tidak perlu banyak tergerus bahkan jatuh miskin untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti air, sehingga kesejahteraan rakyat bahkan keadilan sosial dapat terwujud.
Namun idealisme seperti ini hanya akan dapat terwujud dalam sistem yang bertakwa. Sistem yang menerapkan aturan Allah pada seluruh aspek kehidupan.
Termasuk dalam aturan Negara mengenai tata kelola sumberdaya air. Bukan sistem kapitalisme sekuler yang berbisnis dengan rakyat dan hanya mempedulikan keuntungan materi. Kapankah kiranya negeri kita tercinta ini dapat menjadi negeri yang bertakwa dan melandaskan seluruh aspek kehidupan bahkan aturan negara sesuai aturan Allah?
0 Komentar