Otak-Atik Dana Pendidikan, Hak Rakyat Dipertanyakan

Mutiaraumat.com -- Pendidikan merupakan hak dasar rakyat dalam kewajiban disetiap negara, tidak terkecuali di Indonesia yang kurikulum terus berubah-ubah dinilai dari penyesuaian perkembangan zaman. Ironisnya kini dana pendidikan dikabarkan akan direvisi menyesuaikan ambisi janji utama kampanye presiden terpilih, mengubah statement umum istilah "tiada makan siang gratis" di era kapitalisme saat ini.

Senada dengan berita yang disampaikan oleh koran.tempo.co 10 September 2024 lalu bahwa sungguh disayangkan jika anggaran pendidikan dipangkas untuk memenuhi agenda politis. Padahal pendidikan merupakan fondasi investasi suatu bangsa dalam jangka yang panjang.

Menteri Keuangan Sri Mulyani merencanakan akan mengubah formulasi anggaran wajib pendidikan sebesar 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, selain menyusutkan anggaran pendidikan serta mengaburkan penggunaan anggaran pendidikan tahun depan untuk membiayai program janji kampanye presiden terpilih Prabowo Subianto.

Padahal selama ini, tanpa perubahan penghitungan anggaran negara yang mengalir untuk bidang pendidikan sudah semakin susut. Misal, alokasi dana pendidikan tahun ini justru paling banyak di transfer ke daerah dan dana desa sebesar Rp 346,55 triliun atau 52 persen dari total nilai anggaran. 

Alih-alih ketahanan APBN, rencana perubahan formulasi tidak dapat memperbaiki realisasi dana pendidikan yang terus merosot setiap tahun. Hingga kemudian dengan mencuatnya usulan Sri Mulyani pemerintah dan Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat menyetujui penggunaan cadangan anggaran pendidikan untuk membiayai empat program rencana percepatan yang dibuat Prabowo. 

Empat program tersebut sekiranya akan menghabiskan kas negara sebesar Rp 113 triliun. Alokasi terbesarnya yakni program "makan bergizi gratis", akan menghabiskan anggaran Rp 71 triliun.

Ironisnya, program-program tersebut tidaklah mendesak. Misalnya, pembangunan sekolah terintegrasi di Ibu Kota Nusantara belum sangat diperlukan lantaran belum ada penduduk. Kemudian pembangunan lumbung pangan yang menyedot anggaran Rp 15 triliun, bukan hanya tak mendesak melainkan program ini tercium induk permasalahan. Sebab telah  terbukti rusak di pemerintahan Joko Widodo dan tidak meningkatkan produksi bahkan malah merusak lingkungan.

Sungguh sangat disayangkan, jika anggaran pendidikan dipangkas untuk memenuhi agenda politik. Pemerintah nampak keliru besar jika beranggapan sebagian belanja dana pendidikan tidak tepat sasaran, sehingga anggarannya perlu dipangkas. Solusi dangkal untuk hal ini adalah kontrol ketat terhadap efektivitas belanja, bukan pengurangan bahkan pemangkasan anggaran.

Otak-atik anggaran pendidikan demi menciptakan ruang fiskal bagi pemerintahan Prabowo mendatang untuk menjalankan program ambisiusnya, sudah terlihat bermasalah diawal kampanye. 

Terlebih rencana perubahan formula anggaran wajib pendidikan, awalnya bertujuan agar amanat undang-undang dasar terlihat seolah-olah sudah terpenuhi. Bahkan Statement yang menyatakan tafsir ulang atas mandatory spending 20% anggaran pendidikan dalam APBN dengan dalih mengurangi beban APBN di tengah banyaknya problem soal layanan pendidikan, tidak lain ialah bukti nyata lepas tangannya negara dalam memenuhi hak dasar rakyat mendapatkan jaminan pendidikan terbaik dan terjangkau.

Faktanya dengan skema anggaran sekarang saja masih belum cukup memenuhi kebutuhan jaminan layanan pendidikan yang gratis/murah, adil dan merata. Paradigma kepemimpinan sekuler kapitalisme nampaknya sudah sangat jauh dari paradigma riayah dan junnah, melainkan seperti penjual dan pembeli. Pendidikan malah diserahkan kepada swasta untuk dikapitalisasi.

Berbeda dengan Islam, pendidikan adalah salah satu hak setiap rakyat yang wajib dipenuhi penguasa dengan layanan terbaik. Tentunya dapat diwujudkan dengan politik anggaran yang berkaitan dengan sistem pengaturan ekonomi Islam dan pendidikan Islam. Hal tersebut tidak mudah diwujudkan bila tiga pilar utama ini tidak bersinergi, yakni pilar individu, masyarakat dan negara yang menerapkan sistem Islam secara keseluruhan.[]

Oleh: Triani Agustina 
(Aktivis Muslimah)


0 Komentar