MutiaraUmat.com -- Peraturan Pemerintah (PP) No.28 tahun 2024 tentang pelaksanaan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan, menuai kontroversi. Pada Pasal 103 ayat 4 menyebutkan bahwa akan mengadakan penyediaan alat kontrasepsi sebagai upaya kesehatan sistem reproduksi remaja, karena banyaknya pernikahan dini, aborsi di usia sekolah, hamil di luar nikah, bahkan pembuangan dan pembunuhan bayi yang baru lahir pada pasangan muda yang belum siap memiliki anak. (Liputan6.com, 14-08-2024)
Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mempunyai pandangan yang sama, bahwa penyediaan alat kontrasepsi bagi anak dan remaja adalah upaya untuk mengurangi risiko kehamilan yang tidak diinginkan, infeksi menular seksual, dan mencegah kekerasan seksual berupa pemaksaan perkawinan. Menurutnya, kekerasan seksual yang dialami oleh anak dan remaja seperti pemaksaan perkawinan dapat menimbulkan efek kehamilan yang tidak diinginkan. Peraturan itu juga perlu diberikan kepada remaja yang menikah dengan paksa untuk menghindari kehamilan terutama usia di bawah 19 tahun. (Antara, 15-08-2024)
Pemerintah juga menjelaskan bahwa aturan ini sebagai bagian dari tindakan edukasi komprehensif mengenai reproduksi bagi usia anak dan remaja yang mecakup informasi berupa sistem, fungsi, proses sampai penyakit seksual dan efek lainnya yang ditimbulkan jika melakukan hubungan seksual. Kebijakan ini pun menuai kontroversi di masyarakat.
Demi mengantisipasi kontroversi tersebut, pemerintah mengklarifikasi bahwa pengadaan alat kontrasepsi tersebut hanya untuk remaja yang sudah menikah sebagai solusi penunda kehamilan atau yang belum siap memiliki anak. Karena menurutnya, pernikahan dini menyebabkan terjadinya peningkatan risiko kematian pada ibu dan anak saat terjadi kehamilan. (Liputan6.com, 14-08-2024)
Penolakan Berbagai Pihak
Tak sedikit yang mengecam dan meminta peninjauan ulang terkait dengan aturan terbaru ini. Mulai dari tokoh agama, pendidik bahkan masyarakat pun turut menolak adanya PP mengenai kontrasepsi ini. Bagaimana tidak, pengadaan kontrasepsi ini dinilai menyalahi nilai ketimuran, moral, dan agama yang sangat kental di Indonesia. Bahkan Indonesia adalah negara dengan penduduk muslim terbesar, tentu saja mereka akan menolaknya karena menyalahi aturan agama.
Wakil Presiden Ma'ruf Amin memberikan komentar terkait adanya kebijakan tersebut. Menurutnya, yang perlu diperhatikan tidak hanya masalah kesehatan tapi juga dari segi keagamaan. Pemerintah juga harus melakukan konsultasi dari berbagai lembaga selain kesehatan, seperti tokoh agama, serta meninjau ulang dengan berkonsultasi pada berbagai pihak agar tidak menimbulkan banyak benturan, seperti yang terjadi saat ini. (Liputan6.com, 14-08-2024)
Kebijakan Pemerintah
Pemerintah berdalih memberikan edukasi reproduksi bagi remaja, tetapi faktanya tidak dibarengi dengan pemberian informasi tentang bahayanya pergaulan bebas yang marak terjadi di tengah-tengah masyarakat. Pemerintah juga tidak mengedukasi para orang tua bagaimana menghadapi masa pubertas anak dan remaja yang memasuki usia baligh saat memiliki rasa suka kepada lawan jenis. Pemerintah hanya fokus pada efek yang ditimbulkan dari perbuatan remaja seperti pacaran, bebas keluar malam dan aktifitas lainnya dengan lawan jenis yang menyalahi aturan agama, tetapi lalai dari sisi pergaulan remaja
Berdasarkan peraturan pembelian alat kontrasepsi khususnya kondom dan pil, pemerintah pun tidak menerapkan aturan ketat. Remaja tanpa KTP pun dapat dengan mudah membelinya. Bisa jadi hanya segelintir orang saja yang mempertanyakan apabila ada remaja membeli kondom atau pil penunda kehamilan, yang lainnya lebih memilih sikap kurang peduli.
Pacaran yang Membudaya
Belum lagi pergaulan remaja yang saat ini kian menggila. Ditambah lagi, sikap orang tua yang apatis terhadap pergaulan anak. Penanaman halal dan haram dalam bergaul dianggap enteng bahkan sejak anak masih usia dini. Anak balita dan usia prabalig cenderung diedukasi hanya dari sisi perasaan mereka terhadap lawan jenis, tetapi tidak dengan perbedaan gender mereka dan bagaimana cara menyikapinya.
Hal ini pun terbawa hingga mereka remaja. Anak hanya peduli terhadap perasaan mereka dengan lawan jenis, tetapi awam dengan cara menyalurkan perasaan mereka. Pacaran pun diambil sebagai jalan keluar pelampiasan perasaan. Ditambah lagi dengan tayangan-tayangan media yang mencitrakan pergaulan bebas adalah hal biasa, akhirnya pacaran pun menjadi budaya. Padahal pacaran adalah gerbang utama dari zina.
Adanya PP terbaru ini secara tersirat telah melegalkan dan membolehkan anak-anak dan remaja untuk melakukan zina dan difasilitasi dengan kontrasepsi dengan alasan kesehatan dan menunda kehamilan. Namun, pemerintah tidak melarang adanya pergaulan bebas yang terjadi pada remaja sebagai tindakan pencegahan dan menyelamatkan mereka dari kehamilan karena zina.
Anak-anak dan remaja akan bebas melakukan perzinaan di mana pun, dan menambah beban edukasi bagi orang orang tua. Pemuka agama pun tidak bisa berbuat banyak karena fasilitas perzinaan telah dibuka lebar dengan lahirnya kebijakan.
Itulah dampak yang ditimbulkan dari kebijakan ini. Zina menjadi legal, kehamilan di luar nikah amatlah mungkin terjadi, dan akan banyak anak-anak yang terlahir tanpa nasab yang jelas. Aborsi pun tak dapat dihindari, karena alat kontrasepsi yang digunakan belum tentu sepenuhnya dapat mencegah kehamilan.
Sekularisme Penyebabnya
Tidak dapat dimungkiri, bahwa kebijakan dan aturan yang dibuat pemerintah sangat kentara menafikan agama dari kehidupan. Aturan agama tidak boleh ikut campur dalam ranah pergaulan. Negara memberi kebebasan kepada masyarakat untuk beribadah sesuai dengan anjuran agama, tetapi aturan pergaulan, negaralah yang membuat undang-undang.
Pemisahan agama dari kehidupan, adalah asas dari sekularisme. Asas yang menjunjung aturan hidup boleh dibuat oleh manusia, melahirkan pergaulan bebas di kalangan remaja hingga berujung pada hilangnya nyawa bayi-bayi akibat aborsi karena hamil di luar nikah.
Kembali kepada Islam
Sungguh ngeri dampak yang ditimbulkan bila kebijakan ini akhirnya benar-benar diterapkan. Pemerintah nyatanya lebih peduli pada efek pergaulan, tetapi lupa pada akar permasalahan. Pemerintah lebih peduli terhadap tindakan kuratif tanpa adanya preventif. Padahal sudah sangat jelas, pergaulan bebas dan zina adalah perbuatan yang dilarang agama.
Oleh sebab itu, sangat banyak yang perlu dibenah dari berbagai segi. Dari sisi masyarakat, perlu adanya program edukasi parenting Islam bagaimana mengasuh dan mendidik anak, mengajarkan pergaulan antara laki-laki dan perempuan beserta batasan-batasannya, serta mengajarkan pendidikan seksual kepada anak sebelum masa baligh.
Program ini sangat perlu mendapatkan dukungan pemerintah agar sampai kepada semua lapisan masyarakat. Pemerintah juga perlu membenahi kurikulum pendidikan di sekolah yang tidak hanya fokus pada akademik saja, tapi juga mampu membentuk kepribadian Islam sehingga dalam diri anak akan terbentuk akidah yang kokoh.
Pemerintah juga harus membuat aturan khusus mengenai alat kontrasepsi agar tidak dijual secara bebas dan hanya bisa diakses oleh pasangan yang sudah menikah. Pemerintah juga wajib membuat aturan larangan pacaran/perzinaan, jika melanggar maka akan dikenai sanksi tegas sesuai dengan aturan Islam, sebagaimana yang tercantum dalam Al-Qur'an Surat An-Nur ayat 2 yang artinya, “Pezina perempuan dan pezina laki-laki, deralah masing-masing dari keduanya seratus kali dan janganlah rasa belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (melaksanakan) agama (hukum) Allah jika kamu beriman kepada Allah dan hari Kemudian. Hendaklah (pelaksanaan) hukuman atas mereka disaksikan oleh sebagian orang-orang Mukmin.”
Sehingga masyarakat takut dengan hukuman yang diberikan dan tidak akan melakukan perzinaan, dan dapat dipahami tidak hanya anak-anak, remaja dan orang tua, tetapi juga lingkungan serta seluruh lapisan masyarakat. Karena mereka telah memiliki pemikiran yang sama dan peraturan yang sama tentang perzinaan.
Dengan aturan Islam, masyarakat juga akan memahami tentang konsep qada dan qadar dalam menjalankan kehidupan. Anak adalah salah satu rezeki dari Allah SWT. apa pun cara yang dilakukan untuk menunda kehamilan, tetapi jika Allah telah berkehendak, maka kelahiran anak harus diterima dan dijaga dengan baik. Tidak akan ada aborsi, pembuangan bayi, hingga kematian ibu dan bayi akibat aborsi.
Selain itu, edukasi kesehatan sebelum pernikahan wajib diberikan ketika memasuki masa pranikah, agar dapat dilahirkan generasi-generasi sehat yang akan meneruskan peradaban. Masyarakat juga akan memahami bahwa pernikahan adalah solusi untuk menghindari zina, apa lagi bila hasrat naluri di kalangan remaja butuh penyaluran. Sabda Nabi SAW, "Wahai sekalian pemuda, siapa saja di antara kalian yang telah memiliki kemampuan, hendaklah ia menikah karena menikah itu dapat menundukkan pandangan, juga lebih bisa menjaga kemaluan. Namun, siapa saja yang belum mampu, hendaklah ia berpuasa sebab hal itu dapat meredakan nafsunya.” (HR Al-Bukhari dan Muslim)
Tentu saja berumah tangga perlu dibekali juga dengan ilmu agama yang baik, agar masing-masing pasangan dapat memahami kewajiban dan tanggung jawabnya, sehingga terwujud keluarga sakinah, mawaddah war-rahmah.
Oleh sebab itu, amatlah perlu bagi kaum Muslim menyadari, bahwa setiap permasalahan kehidupan berakar dari aturan Islam yang dicampakkan. Kehidupan manusia menjadi penuh dengan keburukan dan nestapa. Pergaulan bebas dan zina makin meresahkan. Kehidupan sosial masyarakat pun menjadi rusak tanpa penegakan sanksi tegas yang menjaganya.
Sudah saatnya kaum muslimin kembali kepada Islam. Geliat dakwah wajib digiatkan agar kehidupan sekuler tidak lagi bercokol di bumi nusantara dan akan tercipta negara yang tentram serta jauh dari perzinaan dan kemaksiatan. Wallahu a'lam bishshawab. []
Oleh: Rifka Fauziah Arman, A.Md.Farm.
Aktivis Muslimah
0 Komentar