Bisnis Karaoke Jadi Pariwisata?
MutiaraUmat.com -- Pariwisata biasanya identik dengan pemandangan alam, kebun bunatang, situs-situs bersejarah seperti museum, keraton, benteng, masjid bersejarah dan lainnya. Tetapi apa jadinya jika karaoke dijadikan sebagai tempat pariwisata? Benarkah menghilangkan penat?
Dilansir dari Tribun Jateng (19/8/2024) Sub Koordinator Bidang Industri Pariwisata Disparta Kabupaten Semarang, Nuryanto mengatakan bahwa tujuannya untuk meningkatkan sumber daya manusia (SDM) sektor pariwisata di dunia hiburan.
Menurut dia, karaoke merupakan usaha hiburan yang termasuk banyak berkembang di Kabupaten Semarang, khususnya Kecamatan Bandungan.
Namun apakah benar bisnis karaoke bisa dijadikan temoat pariwisata? Perlu diingat, bahwa usaha/bisnis karaoke ini berpotensi kuat menjadi celah terjadinya maksiat, misalkan saja adanya pemandu karaoke yang cantik-cantik serta berpakaian minimalis membuat laki-laki betah berlama-lama disana. Bisa jadi seseorang berselingkuh dengan pemandu karaoke tersebut. Selain itu juga berpotensi menjadi tempat buat anak muda berbuat maksiat seprti pacaran.
Tidak hanya itu, disetiap tempat karaoke, tak jarang menjadikan khamr minum yang disajikan. Bukan tampa alasan, sudah banyak bukti sering ditemukan aparat penegak hukum, tempat karaoke dijadikan tempat maksiat sebagian besar orang. Dari sini saja, dapat kita lihat bahwa tempat karaoke bukanpah tempat pariwisata tetapi potensi kuat jadi tempat maksiat. Bukannya mendatangkan keberkahan, malah bisa jadi akan mengundang azab Allah SWT.
Swlain itu, maraknya bisnis tempat karaoke bukan hanya sekadar hiburan begitu saja, tetapi tidak jarang dijadikan tempat prostitusi oleh sebagian orang dengan kedok bahasa halus tempat hiburan. Hal itu pasti akan memberi dampak negatif terhadap warga sekitar bahkan bangsa dan negara.
Sepeti diketahui bahwasanya tempat karaoke memang identik dengan dunia malam. Dengan begitu juga disana berpotensi memjadi orang-orang mengonsumsi dan melakukan transaksi narkoba. Dari fakta yang ada, atas dasar apa karaoke, dikatakan tempat pariwisata? Nauzubillah?
Pariwisata dalam sistem kapitalisme memang hanya berorientasi mendapatkan keuntungan material secara maksimal semata. Persoalan halal haram, baik buruk bukanlah petimbanhan utama, tapi yang penting mendapatkan keuntungan materi semaksimal mungkin. Dari bisnis pariwisata inilah yang nantinya akan memberikan kontribusi bagi daerah. Sehingga berbagai cara dilakukan untuk mendapatkan pemasukan, terlebih perkara yang sifatnya haram.
Berbeda halnya dengan Islam, wisata dalam Islam dijadikan uslub untuk lebih mengenal penciptaNya, bukan sekarang hiburan yang melenakan. Jika hiburan itu melenakan dari mengingat Allah harus cepat-cepat untuk kembali ke jalan Allah.
Tentu saja hal ini bertentangan dengan Islam, dalam Islam pariwisata diharapkan bisa meningkatkan keimanan kita kepada Allah, Allah menciptakan berbagai keindahan alam yang bisa dinikmati oleh siapapun tanpa harus membayar. Tentu ini berbeda dengan sistem kapitalisme yang membuat bisnis pariwisata sebagai salah satu pemasukan retribusi daerah.
Dalam Islam pemasukan APBN sudah ada sendiri, bisnis pariwisata tidak termasuk dalam pemasukan APBN negara. Sehingga fokus pariwisata adalah meningkatkan keimanan kepada Allah bukan yang lain. Oleh karena itu wajib bagi kita mengembalikan sistem Islam sebagai sistem kehidupan yang mengatur manusia, yang memberikan kemaslahatan.
Oleh: Alfia Purwanti
Analis Mutiara Umat Institute
0 Komentar