Relaksasi Harga Gula dan MinyaKita untuk Kepentingan Siapa?


TintaSiyasi.id -- Baru-baru ini Mentri Perdagangan (Mendag), Zulkifli Hasan mengusulkan agar Dirgen Kemendag melakukan relaksasi harga Minyak kita dari Rp 14.000 per liter menjadi Rp 15.700 per liter (antaranews.com, 28 Juni 2024).
Menurut Mendag, kenaikan harga akan dilakukan dalam waktu tidak lama ini. Setelah hasil Permendag yang diusulkan pihaknya selesai. 

Selain itu, Badan Pangan Nasional (Bapanas) kembali memperpanjang relaksasi Harga Acuan Penjualan (HAP) gula. Sebelumnya pihak Bapanas telah menetapkan relaksasi harga gula menjadi Rp 17.500 per kg hingga 31 Mei 2024. 

Keputusan menaikkan HAP gula konsumsi tersebut diambil untuk menjaga ketersediaan stok dan pasokan sebelum musim giling tebu dalam negeri. Selain faktor menjaga ketersediaan, kenaikan HAP juga didasari perkembangan nilai tukar rupiah yang semakin melemah saat ini. 

Regulasi yang berganti-ganti akibat salah tata kelola membuat kehidupan rakyat semakin sulit. Harga-harga kebutuhan pokok yang terus merangkak naik seolah menunjukan tak akan mengalami penurunan. 

Mekanisme pasar yang tak berjalan karena kekhawatiran jika harga diserahkan ada kekhawatiran harga menjadi terus naik akhirnya pemerintah pun menentukan regulasi harga eceran tertinggi untuk beberapa komoditas termasuk kebutuhan pokok seperti beras, minyak, dan gula. 

Tapi apa gunanya ada HET jika pemerintah memutuskam relaksasi harga. Relaksasi harga baru-baru ini diterapkan pemerintah untuk beberapa komoditas pokok seperti beras, minyak goreng, gula pasir. HET di pasaran dilakukan relaksasi harga karena biaya produksi yang tinggi sehingga harga HET sebelumnya tidak bisa menutup biaya produksi.

Relaksasi harga membuat HET menjadi tidak ada gunanya. Jadi pada akhirnya siapa yang dibela dalam relaksasi harga. Minyak dan gula termasuk sembako. Sayangnya negara membuat rakyat semakin sulit untuk mengakses sembako ini karena harga-harga yang naik. Apalagi masyarakat sekarang ini mengalami kesulitan ekonomi akibat maraknya PHK dan daya beli masyarakat yang semakin rendah.

Kenaikan harga-harga tidak boleh dipandang sebagai sesuatu yang wajar dengan berbagai alasan pembenaran. Kenaikan harga ada kdzaliman pemerintah terhadap urusan rakyatnya. Ini semua dikarenakan keserakahan para kapitalis dan keabsurdan kemampuan penguasa dalam mengendalikan harga. 

Berbeda dengan sistem Islam. Dalam Islam akan ada jaminan atas kebutuhan rakyat. Negara akan menjaga distribusi sehingga rakyat bisa dengan mudah mengakses, baik dengan harga murah bahkan gratis.

Sistem ekonomi Islam akan membuat seluruh kekuasaan (wilayah) Islam nyaris tanpa inflasi. Dalam sistem Islam, stabilisasi harga adalah fakta yang bisa dilihat secara periodik. Kenaikan harga hanya terjadi temporal saja dan bisa segera diatasi. Jika ada inflasi, itu hanya muncul ketika ada satu sosok penguasa Islam yang tidak berpegang teguh pada sistem ekonomi Islam. Islam menjaga ketersediaan penawaran dan permintaan. Dan Qodi (hakim) akan menjaga dari penimbunan dan penguasaan pasar oleh pihak-pihak tertentu sehingga harga-harga menjadi stabil dan terjangkau.

Dalam Islam negara bervisi 'raain' menjadikan negara bertanggung jawab dan memudahkan hidup rakyatnya.

Wallahu a'lam bishshawab. []


Oleh: Eva Fauziyah
Aktivis Muslimah

0 Komentar