Negeri-Negeri Muslim Dalam Pusaran Sekularisme


TintaSiyasi.id -- Pelarangan Hijab di Tajikistan resmi diumumkan oleh Presiden Tajikistan Emomali Rahmonov, Kamis (20-6-2024). Meski tidak tersurat langsung dalam undang-undangnya, tetapi kalimat “pakaian yang asing dengan budaya Tajik” menunjukkan sebuah definisi untuk menggambarkan pakaian muslimah, seperti hijab.

Pemerintahannya memberikan tindakan keras terhadap hijab dimulai pada 2007. Kemudian, hal itu meluas ke semua lembaga publik dan berujung pada penggerebekan pasar dan denda di jalan. Ribuan perempuan di Tajikistan dipaksa untuk memilih antara mengejar karir atau mengenakan jilbab, di tengah meningkatnya tindakan keras oleh otoritas Dushanbe.

Larangan berhijab tidak hanya terjadi di Tajikistan. Masa-masa sebelumnya, larangan hijab telah terjadi di berbagai negeri muslim. Seperti India, larangan penggunaan hijab bagi siswa muslimah dikeluarkan pemerintah Karnataka 22 Februari 2022 lalu yang diterapkan oleh Pengadilan Tinggi di India. Pada 2017, pihak pemerintah Kazakstan mulai menerapkan larangan bagi penggunaan penutup kepala di sekolah. Begitu juga, Otoritas Maroko melarang pembuatan dan penjualan cadar sejak 2017 karena alasan keamanan. Tunisia, pada 1981 pemerintahnya mengeluarkan aturan yang melarang perempuan menggunakan hijab di sekolah dan kantor-kantor pemerintah. Presiden Tunisia saat itu, Zine El Abidine Ali, menyebut hijab adalah bagian dari busana kolot yang masuk ke negara itu tanpa diundang.

Jauh dari itu juga, di Turki yang dahulu menjadi pusat pemerintahan kekhilafahan Ustmani, penggunaan hijab dilarang di gedung-gedung pemerintahan. Hal ini berawal dari mulai keruntuhan kekhilafahan pada 1924. Presiden Turki saat itu, Mustafa Kemal Ataturk menilai hijab adalah busana yang kolot. Meski pada bulan Oktober 2013, saat Perdana Menteri Recep Tayyip Erdogan berkuasa, Turki menghapus larangan pemakaian hijab di institusi pemerintahan, namun dikecualikan di pengadilan, militer dan juga kepolisian.  

Pelarangan hijab tersebut tidak lepas dari upaya sekularisasi besar-besaran yang sejatinya merupakan agenda Barat di negeri-negeri Islam. Sekulerisme adalah paham yang memisahkan agama dari kehidupan. Agama hanya diberi porsi pada urusan ibadah dan privat. Sekularisme yang tumbuh di dunia Islam adalah produk imperialisme Eropa. Pada abad ke-19 M, sekulerisme dibawa oleh negara-negara Barat ke dalam dunia Islam. Hal ini sangat jelas dinyatakan bahwa sekulerisme itu produk penjajah oleh John L Esposito dalam Ensiklopedi Oxford, "Sekularisme berfungsi sebagai ideologi yang dipaksakan dari luar oleh para penjajah." 

Turki menjadi negeri Muslim pertama yang menerapkan sekularisme termasuk memilih menjadi negara sekuler. Hal ini terjadi ketika Kekhalifahan Turki Usmani mengalami kekalahan dalam Perang Dunia I. Di bawah kepemimpinan Mustafa Kemal Ataturk, warga Turki hidup dengan aturan sekuler selama 85 tahun.

Sekulerisasi tentu memberikan dampak buruk yang luar biasa bagi dunia Islam. Dalam bidang sosial, umat mengalami pergeseran pemikiran ke arah materialistik. Segala aktivitas sosialnya tidak lagi diukur dengan nilai luhur dari Islam, tetapi diukur dengan ukuran materialistik. 

Dalam ekonomi, sekularisme menjadikan upaya pemisahan agama dari praktik ekonomi yang dilakukan secara individu maupun kelompok. Proses sekularisasi ekonomi ini menjelma menjadi kapitalisme yang melahirkan adanya kebebasan individu, persaingan bebas, mekanisme pasar, terutama dalam terjadinya pasar bebas. Dampaknya menjadikan kehidupan ekonomi umat terpuruk seperti yang umat Islam alami saat ini. Kesenjangan ekonomi semakin hari semakin lebar. Kemiskinan pun semakin tinggi. Alih-alih mendapat kesejahteraan, yang ada rakyat semakin menderita.

Dalam bidang politik, sekulerisme menjadikan pengaturan urusan rakyat dijauhkan dari nilai-nilai agama. Pengaturan diserahkan kepada penguasa. Lahirlah aturan-aturan atau undang-undang sesuai aturan manusia dalam hal ini para penguasa. Pada posisi penguasanya sebagai agen barat, maka undang-undang pun tunduk pada kepentingan barat. Akhirnya negara pun tidak lagi berorientasi untuk mensejahterakan dan melindungi rakyat tapi berorientasi pada kepentingan orang yang berkuasa dalam hal ini kepentingan para pengendalinya yaitu penjajah barat. Umat pun sulit melaksanakan ajaran agamanya dan kehidupan umat pun menjadi karut marut seperti kondisi saat ini.

Problematika yang kompleks yang menimpa umat sudah semestinya diakhiri. Jelaslah bahwa seluruh problematika terjadi berawal dari dijauhkannya Islam dari kehidupan umat. Sehingga, upaya menyelesaikannya harus dimulai dengan mengembalikan Islam ke pangkuan umat. Islam dipakai oleh umat dalam mengatur kehidupannya. []


Oleh: Sri Mellia Marinda, S.Si.
(Aktivis Muslimah)

0 Komentar