MutiaraUmat.com--Menurut data Pusat Informasi Kriminal Indonesia (Pusiknas) Polri mengungkap bahwa tingkat bunuh diri di Bali paling tinggi di Indonesia yaitu mencapai angka 3,07 dihitung berdasarkan jumlah kasus bunuh diri dibandingkan dengan jumlah penduduk yang terjadi selama tahun 2023.
Tekanan kehidupan tersebut membuat masyarakat depresi yang tidak jarang berujung pada aksi bunuh diri.
Angka tersebut jauh melampaui provinsi-provinsi lain di tanah air. Seperti Daerah Istimewa' Yogyakarta (DIY) yang menempati peringkat kedua jumlah tingkat kasus bunuh diri dengan angka sebesar suicide rate 1,58. Sedangkan diperingkat ketiga ditempati Provinsi Bengkulu dengan angka suicide rate 1,53. (CNN Indonesia, 02-07-2024)
Melihat fakta tersebut di atas yaitu maraknya kasus bunuh diri sebenarnya menunjukkan krisis kesehatan mental rakyat yang semakin mengkhawatirkan. Dan memang harus disadari bahwa memang kondisi negeri ini dilanda berbagai problematika kehidupan yang mencekik rakyat, seperti harga sembako yang mahal, biaya pendidikan dan kesehatan semakin melambung tinggi sehingga membuat rakyat semakin tertekan dan menyebabkan sebagian rakyat yang tidak kuat iman merasa berputus asa dan bunuh diri dianggap sebagai solusi.
Di samping beratnya beban kehidupan ekonomi, fenomena ini juga menunjukkan gagalnya sistem pendidikan saat ini dalam mencetak individu yang bermental kuat, selalu bersyukur dan bersabar dalam menjalani kehidupan.
Selain itu juga menunjukkan gagalnya negara dalam mengurus rakyat dan menjaga kesehatan mental rakyat.
Sebenarnya Kelemahan mental dipengaruhi banyak hal dan salah satunya adalah pandangan hidup berdasarkan sekulerisme kapitalisme.
Dengan pandangan sekulerisme kapitalis, yaitu adanya pemisahan antara agama dan kehidupan sehingga agama diambil hanya dalam ranah ibadah ritual saja dan masyarakat tidak mengambil agama untuk diterapkan dalam mengatur kehidupan masyarakat maka keimanan hanya akan mencuat ketika melaksanakan ibadah saja tetapi dalam menghadapi kehidupan keimanan ditinggalkan sehingga membuat orang mudah putus asa.
Terkait dengan masalah pendidikan, kurikulum yang berbasis sekuler kapitalis tidak mampu mewujudkan output orang yang berkepribadian Islam yang kuat tetapi justru kurikulum dibuat agar _output_ menjadi orang-orang yang siap kerja saja untuk memenuhi kepentingan para pengusaha. Jadi orang yang sekolah tinggi tidak menjamin mempunyai mental yang kuat.
Dalam sistem sekuler kapitalis juga menciptakan jurang pemisah antara yang kaya dan miskin. Dan dengan kebijakan dibukanya pasar bebas oleh pemerintah telah mempengaruhi gaya hidup hedonis masyarakat dan menimbulkan masalah bagi mereka terutama orang yang tidak mampu untuk mengikuti gaya hidup yang berakhir pada putus asa dan melakukan aksi bunuh diri.
Begitulah sistem sekuler kapitalis yang justru menjadi pemicu utama masyarakat untuk melakukan aksi bunuh diri.
Hal ini berkebalikan dengan sistem Islam, di mana dalam sistem ini menjadikan negara sebagai rain, yang akan mengurus rakyat dan memberikan kehidupan terbaik.
Penerapan syariat Islam kaffah oleh negara akan menjamin terwujudnya kesejahteraan dan ketentraman, juga jaminan untuk menjaga setiap rakyat memiliki jiwa dan raga yang sehat dan kuat.
Di dalam Islam, kurikulum pendidikan berasaskan pada aqidah Islam sehingga mampu mencetak generasi berkribadian Islam dan mempunyai keimanan yang kuat dalam menjalani kehidupan sehingga tidak rapuh dan mudah putus asa dalam menjalani kehidupan.
Islam juga menjamin kebutuhan pokok masyarakatnya, termasuk kesehatan dan pendidikan dengan sumber pendanaan dari pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) milik umum dan negara.
Dengan kesempurnaan aturan Islam di atas akan mampu menjaga kesehatan mental rakyatnya.
Jadi tidak ada solusi lain untuk mengembalikan mental rakyat selain dengan menerapkan aturan Islam secara total untuk mengatur kehidupan.
Wallahu alam
Oleh: Zulia Adi K,.S.E
Aktivitas Muslimah
0 Komentar