Program Tapera Bikin Rakyat Makin Sengsara


MutiaraUmat.com -- Program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) dihadirkan oleh pemerintah diklaim sebagai salah satu solusi dalam membantu meringankan pembiayaan perumahan. Adapun aturan tentang Tapera di Tanah Air mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2020 tentang Tapera. Iuran Tapera rencananya akan diterapkan paling lambat tahun 2027 mendatang. Iuran Tapera akan memotong sebesar 2,5% gaji pekerja baik swasta maupun PNS, dan 0,5% ditanggung perusahaan (Detik.com, 16/6/2024).

Rencana pemerintah untuk memudahkan rakyat dalam memperoleh rumah dengan pungutan bernama Tapera tentu pantas dikritisi. Apalagi ditengah krisis ekonomi saat ini, dimana banyak perusahaan melakukan PHK besar-besaran hingga perusahaan gulung tikar karena tidak kondusifnya iklim ekonomi. Alih-alih negara memperbaiki iklim ekonomi atau membuka lapangan kerja bagi rakyat yang terkena PHK, justru pemerintah malah ingin menarik pungutan dana dari pekerja dan pengusaha atas nama Tapera. Jika begitu, pengusaha yang gulung tikar tentu akan semakin banyak. Sungguh ini kebijakan yang tidak berempati kepada rakyat. 

Pungutan atas rakyat hari ini sebenarnya sudah cukup menyengsarakan rakyat. Seperti pajak yang semakin naik dan pungutan BPJS. Ditambah lagi ketidakberdayaan pemerintah dalam mengelola ekonomi negara sehingga harga-harga kebutuhan pokok semisal beras semakin menggila, wajar rakyat semakin putus asa.

Adanya program Tapera ini sebenarnya hanya menambah kesengsaraan rakyat. Apalagi ternyata Tapera tidak hanya untuk siapa yang mau, akan tetapi setiap rakyat yang terkategori pekerja justru wajib jadi peserta dan otomatis gajinya akan dipotong setiap bulannya. Lebih parah lagi pengusaha yang sudah berjasa dalam membuka lapangan kerja bagi rakyat justru harus bertambah pengeluarannya untuk Tapera.

Beginilah konsep negara dalam sistem kapitalisme. Negara bukanlah pengurus rakyat, negara hadir sebagai perantara bisnis antara rakyat dan pengusaha. Negara hadir selalu membawa korporasi dan kepentingan korporasi. Sebab dana Tapera ini ujung-ujungnya akan diserahkan untuk dikelola oleh perbankan alias korporasi dan nanti rakyat pun bertransaksi dengan korporasi untuk kredit pemilikan rumah (KPR), kredit bangun rumah (KBR) dan kredit renovasi rumah (KRR). Perbankan yang ditunjuk pemerintah adalah bank Kustodian.

Jika begini maka yang diuntungkan tentu adalah korporasi, sementara rakyat hanya akan semakin menderita seban gajinya yang tidak seberapa akan terpotong setiap bulannya. Padahal seharusnya pemerintah tidak perlu memaksa rakyat untuk punya rumah dengan cara seperti ini. Apalagi realisasi kepemilikan rumah melalui Tapera tidak ada kepastian jangka waktunya. Sebab pungutan Tapera sangat tidak sebanding dengan harga rumahnya.

Belum lagi riba yang ada dalam program ini tidak bisa dihindari. Sebab apa yang akan didapatkan oleh rakyat yang menjadi peserta Tapera bisa jadi lebih sedikit atau lebih besar dari total pungutan. Jika begini, kezaliman pada rakyat dan dosa riba pun menyatu. Padahal riba dosa besar. Rasulullah Saw bersabda: Riba itu ada 73 pintu (dosa). Yang paling ringan adalah semisal dosa seseorang yang menzinai ibu kandungnya sendiri.” (HR. Al-Hakim no. 2259).

Lebih parah lagi riba itu akan mengundang murka dan laknat dari Allah dan RasulNya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melaknat pemakan riba, yang memberi makan riba, yang menulis transaksi, dan dua transaksi riba. Beliau mengatakan, "Mereka semua sama." (HR Muslim)

Sebenarnya supaya rakyat punya rumah, pemerintah cukup menciptakan iklim ekonomi yang baik, hingga rakyat maksimal melakukan kegiatan ekonomi. Dengan begitu rakyat mudah memenuhi kebutuhan hidupnya termasuk membangun rumah secara mandiri.

Selain itu pemerintah perlu menerapkan pembagian kepemilikan dengan benar yaitu sesuai hukum dari sang pencipta. Allah telah mengatur kepemilikan ada tiga yaitu kepemilikan negara, kepemilikan individu dan kepemilikan umum. Kepemilikan umum mencakup sumber daya alam yang melimpah berupa tambang, hutan, laut, dll. Pengelolaan kepemilikan umum dengan benar akan menjadikan negara kaya dan mampu memenuhi kebutuhan rakyat termasuk memberikan rumah bagi yang tidak mampu.

Penerapan ekonomi islam seperti ini tentu hanya bisa diterapkan jika sistem sekuler kapitalisme diganti dengan sistem islam. Sebab islam adalah aturan terbaik, mampu mensejahterakan rakyat dan melahirkan keberkahan. Benarlah firman Allah SWT:

Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai apa yang telah mereka kerjakan.

Wallahu a'lam. []


Nurjannah Sitanggang
Aktivis Muslimah

0 Komentar