Korupsi Menggurita, Rakyat Sengsara Tak Berdaya

Mutiara umat.com -- Korupsi saat ini telah merambah ke tataran tingkat desa.
Awal Juni lalu, Kepala Desa Tirto suatu wilayah di Kabupaten Magelang, berhasil di tangkap di Kabupaten Banjarnegara, karena kasus korupsi Bantuan Dana Desa senilai Rp 786,2 juta (radarmagelang.jawapos.com/04/06/24).

Sebelumnya pada bulan april 2024,Kepala Desa Krinjing, masih di wilayah Kabupaten Magelang, ditangkap karena korupsi Pemanfaatan Aset Desa senilai Rp 924 juta (radarmagelang.jawapos.com/19/04/24).

Maraknya korupsi yang dilakukan oleh Kepala Desa, karena sejak awal pemilihan Kepala Desa hampir selalu diwarnai dengan intrik- intrik politik. Praktek _black campaign_, maupun praktek politik uang telah menjadi fenomena yang tidak lagi menjadi rahasia umum. Dengan demikian, seorang calon Kepala Desa tentu saja membutuhkan pengeluaran dana yang besar di masa pemilihannya.

Alhasil, ketika terpilih menjadi Kepala Desa, tidak heran jika selama masa jabatannya kerapkali muncul berbagai masalah dan kasus. Salah satu yang tidak bisa terelakkan adalah kasus korupsi.

Korupsi terhadap Dana Bantuan Desa,  acapkali terjadi karena tidak adanya tranparansi pengadaan barang dan jasa dalam skala desa, ditambah belum adanya mekanisme serta prosedur yang jelas terkait perencanaan, pelaksanaan serta pengawasan dan evaluasi. Dengan demikian seringkali terjadi penyelewengan terhadap penyelenggaraan pengadaan barang dan jasa oleh pejabat terkait.

Adanya perpanjangan masa jabatan bagi Kepala Desa menjadi delapan tahun, selama dua periode, hal tersebut akan menambah keuntungan serta kesejahteraan bagi Kepala Desa beserta lingkarannya, akan tetapi hal tersebut tidak akan memberikan kesejahteraan dan keuntungan yang sama bagi warga desa.

Kapitalisme sebagai sistem yang diterapkan saat ini, melahirkan sistem kehidupan yang rusak dan merusak. Kerusakan yang ditimbulkan bahkan menjalar dalam seluruh aspek kehidupan, tak terkecuali aspek ekonomi dan politik.

Kapitalisme sebagai sistem yang menjadikan materi sebagai standar dalam setiap aktivitas, meniscayakan lahirnya sosok penguasa dan pemimpin yang hanya dilihat latarbelakangnya dari popularitas dan memiliki modal materi yang banyak, baik salah satu diantaranya, maupun kedua-duanya.

Jika sosok yang dicalonkan hanya memiliki popularitas, maka dibelakangnya akan ada pemodal yang siap menanggung seluruh biaya yang dibutuhkan selama proses pemilihan, baik dana kampanye maupun biaya-biaya lain yang dibutuhkan. Sehingga darisinilah asal muasal kebijakan-kebijakan penguasa yang hanya menguntungkan segelintir orang, bahkan tidak jarang menabrak aturan yang telah dibuatnya dan mengorbankan rakyatnya.

Jika penguasa yang terpilih menggunakan modalnya sendiri, selama masa jabatannya, curahan pikirannya bukanlagi mengupayakan kemakmuran dan kesejahteraan bagi rakyatnya, namun berupaya untuk memgembalikan modal yang telah dikeluarkan. Kekuasaan menjadi ladang bisnis untuk mengembangkan kekayaan. Kondisi seperti tersebut yang akhirnya menumbuhsuburkan bibit-bibit  korupsi.

Kapitalisme juga melahirkan gaya hidup hedonis materialistis yang menunjukkan eksistensi seseorang dilihat dari materi. Semakin mewah dan glamor, maka merasa semakin eksis. Tidak jarang korupsi diawali dari keinginan untuk diakui dengan menunjukkan materi yang melimpah.

Adanya sangsi yang tidak tegas bagi para koruptor, tidak menimbulkan efek jera bagi pihak yang lain. Semakin hari justru tindakan korupsi semakin menjamur dan semakin beragam.

Berbeda dengan Kapitalisme, maka Islam sebagai sebuah sistem kehidupan memiliki seperangkat aturan yang akan mampu memberantas tuntas tindakan korupsi. Baik yang bersifat pencegahan maupun pengobatan/ pemberantasan.

Islam memberikan pendidikan kepada pemeluknya, sejak awal dibentuk ketakwaan, sehingga terbentuknya ketakwaan dalam diri individu tersebut akan menjaganya dari berbuat maksiyat, karena dalam setiap aktivitasnya muncul kesadaran bahwa Allah SWT sebagai sang pencipta mengawasi seluruh perbuatannya, dan kelak Allah SWT juga akan menghisab seluruh perbuatan yang telah dilakukannya didunia semasa hidupnya. Dengan demikian sosok yang terpilih menjadi penguasa adalah memiliki kompetensi Sumber Daya Manusia yang amanah, karena ketakwaan yang dimilikinya. 

Islam juga menetapkan bahwa negara memiliki kewajiban untuk memberikan santunan dan fasilitas penghidupan yang layak bagi para aparat. Dengan ketakwaan yang dimiliki maka standar kehidupan aparat bukanlah standar materi.

Islam juga memerintahkan untuk menghitung harta kekayaan pejabat, Rasulullah saw marah ketika mendapati Ibnu Atabah yang menerima hadiah karena jabatannya. Di masa Khalifah Umar, Umar pernah mencopot jabatan serta menyita harta Abu Hurairah karena adanya pertambahan harta yang tidak wajar saat Abu Hurairah menjadi wali di Bahrain

Islam juga miliki sanksi hukum yang tegas bagi palaku koruptor. Korupsi dalam Islam masuk dalam ketegori ta'zir, sehingga pelaksanaan hukuman menjadi wewenang Khalifah, mulai dari hukuman yang ringan berupa peringatan, sampai hukuman yang berat yaitu berupa hukuman mati.

Hanya saja, hari ini Islam hanya dipahami sebatas agama ritual. Islam tidak diterapkan untuk mengatur kehidupan manusia. Sehingga, untuk bisa diharapkan memberantas korupsi dengan Islam, dibutuhkan adanya penerapan Islam secara totalitas dalam kehidupan. 

Untuk itu dibutuhkan upaya penyadaran kepada ummat Islam, bahwa keimanannya terhadap Islam membawa konsekuensi terikatnya mereka dengan aturan Islam. Aturan Islam sendiri tidak serta merta bisa diterapkan oleh individu, karena ada aturan-aturan yang penerapannya membutuhkan peran negara, sebagai contoh aturan terhadap pelaku korupsi. Dengan demikian, terwujudnya negara yang menerapkan aturan Islam secara totalitas tidak bisa dinafikan. Negara yang menerapkan aturan Islam secara total inilah yang dikenal dengan Daulah Khilafah Islamiyah


Oleh: Erlis Agustiana
Aktivis Muslimah

0 Komentar