Gelombang PHK Terus Menghantam, Nasib Buruh Makin Terancam


MutiaraUmat.com -- Pemutusan hubungan kerja (PHK) bertebaran di mana-mana. Teranyar, perusahaan hasil penggabungan Tokopedia dan TikTok Shop di bawah pengelolaan ByteDance mengumumkan kebijakan PHK. Menurut Bloomberg, ada 450 orang dari 5.000 orang total karyawan ByteDance di Indonesia di PHK. Direktur Corporate Affairs Tokopedia dan shop Tokopedia Nuraini Razak, mengatakan kebijakan PHK harus dilakukan untuk mendukung strategi pertumbuhan perusahaan ecommerce anak usaha ByteDance tersebut. 
(www.cnbcindonesia.com, 14/6/2024)

Sementara itu, di pabrik-pabrik, PHK sudah banyak di sektor tekstil, garmen, hingga alas kaki karena operasionalnya berhenti, alias tutup. Salah satunya pabrik garmen di daerah Cileungsi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Ada 3.000 buruh yang terpaksa harus kehilangan pekerjaannya, imbas dari penghentian operasional pabrik garmen ini. Sang pemilik pun mengaku sudah tidak mampu mempertahankan bisnisnya. Lantaran sepinya order yang masuk, ditambah dengan beban upah minimum yang terus naik setiap tahun. 

Faktanya dampak PHK tak hanya dirasakan oleh buruh pabrik, tetapi juga dirasakan oleh masyarakat sekitar pabrik. Seperti warga yang memiliki kontrakan, dia terpaksa menjual unit-unit kontrakannya karena sepi tidak ada yang menyewa. Selain itu, ada warga pemilik usaha katering juga merasakan imbas PHK pabrik. Dia sampai harus merumahkan 4 karyawannya karena sumber orderan atau pabrik tutup.

Kenyataan saat ini, gelombang PHK akibat ekonomi dunia yang sulit tak bisa dikendalikan, padahal penguasa pernah berjanji semasa kampanye akan menciptakan lapangan pekerjaan. Tentu bisa dikatakan janji tersebut tidak terwujud. Parahnya, penguasa malah mengesahkan UU Ciptaker baru yang melegalkan mekanisme outsourcing, padahal mekanisme ini semakin menyusahkan rakyat. 

Gelombang PHK dan sikap penguasa saat ini semakin memperlihatkan kezaliman sistem Kapitalisme yang dianut penguasa saat ini. Sistem Kapitalisme, memandang buruh sebagai bagian dari faktor produksi. Pandangan ini, membuat mereka terus menjadi korban PHK dengan alasan efisiensi bagi perusahaan demi menekan biaya produksi. Mereka terzalimi, namun tidak dianggap oleh negara. Sebab sistem Kapitalisme mengerdilkan peran negara, karena campur tangan negara dianggap mengganggu mekanisme pasar. Alhasil, negara Kapitalisme hanya berperan sebagai regulator dan fasilitator para investor atau pemilik modal. Para pemilik modal besarlah yang berkuasa dan bisa mengendalikan segalanya. Itulah mengapa terjadi iklim bisnis yang tidak sehat dan berujung pada gelombang PHK massal. 

Sejatinya solusi fenomena PHK membutuhkan negara yang memiliki pemahaman ra'awiyah, sehingga negara bisa memahami posisinya sebagai pengurus, seperti yang disabdakan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam

"Imam (Khalifah) adalah raa'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya." (HR. al-Bukhari)

Kehadiran negara dengan pemahaman ra'awiyah akan membuat negara melaksanakan perintah syariat untuk menjamin kesejahteraan rakyatnya. Sementara syariat Islam sendiri memiliki berbagai mekanisme yang ditetapkan hukum syara' dengan penerapan sistem ekonomi dan politik Islam untuk menjamin kesejahteraan umat manusia. Politik dalam negeri Islam, membuat negara wajib mengatur muamalah, menegakkan hukuman, memelihara akhlak, menjamin tegaknya syiar-syiar ibadah dan mengatur urusan rakyat sesuai dengan syariat Islam. Politik dalam negeri Islam, mewajibkan negara menjamin terciptanya iklim usaha yang sehat agar gelombang PHK dapat teratasi. Jaminan tersebut dapat diwujudkan melalui UU (qanun) yang ditetapkan negara, seperti qanun muamalah, harga barang atau jasa mengikuti mekanisme pasar, pengharaman praktik monopoli, kebijakan ekspor impor sesuai syariat dan sejenisnya. Ketika keberadaan qanun benar sesuai syariat, insya Allah masyarakat akan mendapatkan kemaslahatan.

Di sisi lain, penerapan sistem ekonomi Islam akan membuat masyarakat mendapatkan jaminan kebutuhannya terpenuhi, seperti kebutuhan bekerja, negara akan menyediakan lapangan pekerjaan yang luas hingga tidak ada satupun laki-laki yang tidak bekerja. Jaminan lapangan pekerjaan sangat penting karena dengan bekerja para laki-laki bisa memenuhi kebutuhan pokok dirinya dan keluarganya. Jaminan pekerjaan tersebut bukan sekedar slogan, namun nyata diwujudkan. Negara bisa membuka lowongan pekerjaan dari sektor industri milik negara, memberikan iqtha' (tanah milik negara yang diberikan kepada individu rakyat untuk dikelola) dan sebagainya. Selain itu, lapangan lowongan pekerjaan bisa berasal dari sektor pengelolaan SDA. 

Dalam Islam, pengelolaan SDA wajib di tangan negara, haram hukumnya jika dikuasai swasta. Dengan kedaulatan penuh pengelolaan SDA, negara bisa menyerap tenaga ahli dan terampil dari rakyatnya, sebab aktivitas eksplorasi hingga eksploitasi membutuhkan tenaga kerja dalam jumlah besar, dengan demikian tergambar jelas bahwa lowongan pekerjaan yang diwujudkan oleh negara bukan sekedar janji manis belaka. 

Selain itu, sistem ekonomi Islam juga membuat negara berperan aktif dalam menjaga iklim usaha yang kondusif. Peran tersebut diwujudkan dengan kebijakan yang mengharamkan sektor ekonomi non real, seperti pasar saham, investasi, pasar modal dan sejenisnya berkembang. Para pendistorsi pasar, seperti para mafia, spekulan dan kroni-kroninya akan ditindak tegas dengan sanksi takzir oleh negara. Akad perusahaan dan buruh, diatur menggunakan akad ijarah, sehingga keduanya tidak terzalimi satu dengan yang lain. 

Mekanisme ekspor dan impor juga diatur menggunakan prinsip syariah. Dengan kebijakan demikian, tentu suasana bisnis di sektor ekonomi real dapat tumbuh dan berkembang hingga terus-menerus menyerap tenaga kerja. Namun, semua kebijakan ini dapat terwujud manakala sebuah negara mengambil syariat Islam secara kaffah dan tentu saja negara tersebut bukan negara kapitalisme melainkan negara khilafah. 

Wallahu a'lam bishshawab. []


Sumariya
Aktivis Lisma Bali

0 Komentar