Terkait Rencana Investasi Apple, FAKKTA: Ada Kemungkinan Meminta Insentif Lebih Besar

MutiaraUmat.com -- Analis Senior Forum Analisis dan Kajian Kebijakan untuk Transparansi Anggaran (FAKKTA) Muhammad Ishak menduga rencana investasi Apple di Indonesia hanya langkah awal sebab ada kemungkinan Apple meminta insentif lebih besar. 

"Alasan di balik pilihan Apple untuk berinvestasi di Indonesia mungkin beragam. Mungkin ini hanya langkah awal, atau mungkin Apple meminta insentif yang lebih besar seperti yang diberikan di Vietnam untuk membangun jaringan produksi di negara ini," ujarnya kepada MutiaraUmmat.com, Selasa, (30 April 2024). 

Adanya kemungkinan Apple meminta insentif yang lebih besar itu diduga Ishak karena Indonesia punya potensi pasar yang besar serta tenaga kerja yang murah. "Ini disebabkan oleh potensi pasar yang besar di Indonesia, serta ketersediaan tenaga kerja yang melimpah dengan biaya upah yang relatif rendah dibandingkan dengan negara-negara maju seperti Amerika Serikat," ujarnya. 

Ishak menilai, dibandingkan dengan valuasi perusahaan Apple yang mencapai USD 3 triliun atau sekitar Rp 46.392 triliun, nilai investasi sebesar USD 100 juta atau sekitar 1,6 triliun rupiah terlihat relatif kecil. Selain itu menurutnya, investasi tersebut tidak secara langsung terkait dengan inti bisnis perusahaan, yaitu industri manufaktur. Sementara rencananya perusahaan hanya akan membangun infrastruktur pendidikan melalui Apple Developer Academy di beberapa kota di Indonesia seperti Bali, Batam, Surabaya, dan Tangerang Selatan. 

"Investasi ini mungkin hanya merupakan bentuk penghormatan atas kunjungan Tim Cook ke Indonesia. Sebagai perbandingan, perusahaan telah merencanakan investasi yang jauh lebih besar di Vietnam, mencapai nilai US$15,84 miliar atau sekitar Rp256 triliun," terangnya. 

Sementara bagi masyarakat, Ishak juga menilai manfaat investasi tersebut juga akan terbatas. Dengan skala investasi yang terbatas, manfaat langsung bagi masyarakat mungkin tidak begitu signifikan. Potensial manfaatnya, seperti penciptaan lapangan kerja dan transfer teknologi, mungkin juga terbatas.


Dalam Islam

Lebih lanjut ia mengingatkan, negara sepatutnya mempertimbangkan prinsip-prinsip syariah dalam hal investasi asing. Dalam perspektif Islam, investasi asing diperbolehkan selama sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Misalnya, investor tersebut tidak berasal dari negara yang sedang dalam konflik dengan negara Islam, seperti Israel atau Amerika Serikat. Investasi juga harus dilakukan dalam sektor-sektor yang diperbolehkan, seperti industri pakaian dan makanan, bukan sektor yang masuk dalam kategori  kepemilikan umum dan negara. 

"Investasi tersebut tidak membahayakan negara dan masyarakat, seperti mengungkap rahasia negara, mengeksploitasi kekuatan negara, menyebabkan ketergantungan negara, membahayakan kehidupan masyarakat seperti pencemaran dan kerusakan lingkungan, dan sebagainya," terangnya. 

Sebagai industri teknologi, menurut Ishak perusahaan seperti Apple dapat menjaring informasi yang luas dan beragam yang diperoleh dari pengguna perangkat mereka, termasuk  informasi dari pejabat negara. 

"Karena itu, salah satu isu krusial investor teknologi asing di banyak negara seperti di AS, Uni Eropa, dan Cina adalah masalah keamanan data. Karena, disadari kemampuan mereka untuk menghimpun informasi penting untuk pemerintah di negara asal mereka sangat besar," tutupnya.[] Saptaningtyas

0 Komentar