Sejumlah Parpol Merapat ke Prabowo, IJM: Ini Semacam Politik Dagang Sapi


MutiaraUmat.com -- Menyikapi sejumlah partai politik yang merapat ke koalisi Prabowo-Gibran pasca ditetapkannya sebagai pemenang Pemilu 2024, Direktur Indonesia Justice Monitor (IJM) Agung Wisnuwardana menila hal itu seperti politik dagang sapi yang hanya untuk kepentingan elit politik. 

“Ini mirip semacam politik dagang sapi, khas demokrasi yang pragmatis hanya untuk kepentingan elit politik,” ungkapnya pada edisi special Youtube Justice Monitor, bertajuk Narasi Perubahan Sekadar Jualan?, Rabu (8/5/2024).  

Agung mengatakan, partai-partai politik itu seakan berupaya menyelamatkan diri masing-masing karena posisi kalah. Apabila hal itu benar-benar terjadi, publik akan menilai dinamika ini seolah membuktikan bahwa narasi apa pun yang dibuat saat kampanye, termasuk narasi perubahan yang sempat diusung beberapa partai merupakan slogan semata. Publik akan berpikir berbagai manuver dan itu tidak ada hubungannya dengan kepentingan rakyat. 

"Sebagian pengamat menilai, apabila banyak partai merapat ke paslon 02 ini akan jadi alarm matinya oposisi pasca pilpres. Apa boleh buat bila akhirnya partai politik balik kanan punya agenda masing-masing. Rakyat hanya menjadi alat legitimasi saja," cetusnya. 

Menurutnya, bila ditelaah lebih mendalam, pragmatisme dalam politik saat ini, adalah sesuatu yang melekat dari dalam. Karena politik pragmatisme dalam demokrasi ditegakkan atas asas sekularisme (fasluddin anil hayyah), yaitu memisahkan agama dari kehidupan. Sehingga masyarakat tidak mengenal lagi halal atau haram. 

"Sebuah aturan akan dipaksakan untuk dilegalkan oleh segelintir para pengendali kekuasaan yaitu politisi, atau pemodal yang membiayai pemilu dalam konteks keberpihakan. Tentu demokrasi mengeklaim untuk kepentingan rakyat. Namun faktanya untuk kepentingan segelintir cukonglah (pemilik modal) yang utama dalam konteks ini (demokrasi). Ini terjadi di negara mana pun termasuk di Amerika," terangnya. 

Lebih lanjut ia katakan, segelintir para pemilik modal itulah yang berkuasa terhadap putusan-putusan politik. Alhasil, bahaya pragmatisme politik demokrasi yang pro pada oligarki dan abai pada rakyat. 

“Seharusnya dapat diselesaikan secara konseptual dan praktis sebagaimana sebuah konsep yang seyogyanya memunculkan satu pola politik yang adil, praktis dan tidak terjebak oleh biaya politik yang sangat mahal," pungkasnya.[] Riana

0 Komentar