Refleksi Hari Buruh: Tuntutan Buruh Agar Sejahtera


MutiaraUmat.com -- Setiap 1 Mei diperingati sebagai hari buruh internasional dan ditetapkan sebagai hari libur nasional guna menjadi momentum untuk merayakan pencapaian dan menggugah semangat perjuangan bagi para pekerja. Dalam memperingati hari buruh, di Indonesia, massa mengadakan demonstrasi memperingati Hari Buruh Internasional di sekitar kompleks Istana Kepresidenan. Mereka menuntut agar buruh bisa Sejahtera. Menurut Presiden Partai Buruh Said Iqbal, ada dua tuntutan utama yang diserukan oleh peserta May Day 2024 di seluruh Indonesia yaitu cabut omnibus law dan hotsum atau hapus outsorching dan upah murah. Dua tuntutan itu dinilai menjadi masalah tahunan yang tak kunjung kelar. Upah kecil diyakini tidak cukup untuk kebutuhan hidup para buruh (rri.co.id, 01/05/24).

Menurut Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), kelompok buruh selama ini tidak pernah ikut dilibatkan oleh pemerintah dalam pelbagai kebijakan terkait ketenagakerjaan. Padahal, YLBHI menilai kebijakan itu berdampak pada perlindungan dan pemenuhan hak buruh. Bertepatan dengan peringatan Hari Buruh 2024, YLBHI menyerukan rakyat dan buruh dapat bersatu memulihkan kerusakan demokrasi yang terjadi guna memperjuangkan perlindungan dan pemenuhan hak-hak warga negara. 

YLBHI juga mendesak Pemerintah dan DPR harus segera Mencabut Undang-Undang Cipta Kerja dan berbagai peraturan turunannya yang menindas hak-hak buruh dan menjauhkan buruh dan keluarganya dari kesejahteraan. Ditambah pula YLBHI juga mendesak aparat kepolisian untuk menjamin perlindungan dan penghormatan kemerdekaan warga negara khususnya buruh untuk berorganisasi, berserikat, berkumpul, menyatakan pendapat serta berekspresi sebagaimana mandat konstitusi (cnnindonesia.com, 1/5/24).

Persoalan buruh akan selalu ada selama sistem kapitalisme masih diterapkan. Dalam sistem kapitalisme, buruh dianggap sebagai faktor produksi sama seperti alat-alat produksi atau mesin. Sistem kapitalis dengan tolak ukur kebahagiaannya mendapatkan sebanyak-banyaknya materi melahirkan orang-orang yang tamak dan cinta harta duniawi. Para kapitalis (pemodal) berlomba-lomba mencari kekayaan, mempertahankan eksistensi tanpa memperhatikan hukum syara apakah halal atau haram. Sistem ini menyuburkan sifat individualisme, sehingga tidak peduli bagaimana keadaan orang lain yang penting diri sendiri bahagia. 

Buruh Menjadi Korban Keserakahan
Buruh atau pekerja dalam hal ini selalu menjadi korban keserakahan para kapitalis. Buruh dituntut untuk patuh terhadap si majikan (pemodal), di sini sangat jelas terjadi kastanisasi, kesenjangan sosial. Untuk mendapatkan keuntungan yang banyak, para kapitalis mengurangi ongkos produksi, seperti menggunakan jam kerja yang panjang namun dengan upah kerja minimum. Praktik kapital lainnya adalah PHK, perlakuan kepada karyawan perempuan yang tidak adil seperti tidak diberi cuti haid, tidak ada upah lembur dan lain sebagainya. Semua ini dilakukan atas dasar target mendapatkan keuntungan yang besar.

Di sisi lain, ciri yang paling menonjol dari sistem ekonomi kapitalis adalah minimnya campur tangan pemerintah atau interversi negara. Semua ditentukan oleh kehendak pasar. Dalam sistem ini, negara tidak diperkenankan untuk ikut campur dalam kegiatan ekonomi, melainkan cukup berperan untuk memastikan kelancaran dan keberlangsungan sistem ekonomi. Contoh nyatanya adalah menjamurnya swalayan-swalayan di berbagai kota bahkan di desa. Sedang warung-warung tradisional, warung pinggir jalan sepi tergerus oleh keberadaan para kapitalis tersebut. 

Contoh lainnya yaitu eksploitasi sumber daya yang dilakukan oleh Freeport di Papua. Eksploitasi tersebut dilakukan untuk memenuhi kepentingan pihak tertentu. Akibatnya, masyarakat Indonesia, khususnya Papua, sangat dirugikan. Jadi sangat jelas dalam sistem kapitalisme, peran negara sangat sulit untuk mendukung perjuangan kaum buruh untuk mencapai kesejahteraan dan keadilan sosial sebagaimana tema buruh internasional 2024, "Social Justice and Decent Work for All".

Islam Solusi Kepiluan Nasib Buruh
Islam merupakan agama yang mengatur semua aspek kehidupan termasuk dalam bidang ekonomi. Dalam Islam, tidak ada praktik buruh atau perbudakan seperti yang terjadi dalam sistem kapitalis. Si kaya makin kaya si miskin rela makin miskin. Buruh atau pekerja adalah sama-sama hamba Allah SWT yang bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Islam mengatur tata cara upah mengupah. Seseorang yang bekerja kepada yang memberi pekerjaan (menggaji) harus melakukan akad dan saling ridha atasnya. 

Nabi SAWbersabda, “Berikanlah pekerja upahnya sebelum keringatnya kering” (HR Ibnu Majah).
Hadits tersebut memerintahkan kepada para majikan untuk segera memberi upah bila pekerjaan pegawainya sudah tuntas atau sesuai dengan kesepakatan misalnya dibayar di awal bulan. Jelas bahwa Islam memuliakan buruh atau pekerja.

Negara Islam yakni negara yang menerapkan aturan Allah di dalamnya sangat mengurusi urusan umatnya. Negara akan menjalankan aturan sesuai Al-Qur'an dan As Sunah. Negara tidak akan melakukan praktik kapital seperti menjadi regulator, mendukung para pemilik modal memuluskan hasratnya, sedang masyarakat dizalimi. Dalam Islam, hal itu tidak akan terjadi. Negara akan membuka lapangan pekerjaan yang memudahkan para laki-laki untuk mencari nafkah. 

Bahkan, dalam Islam, semua masyarakatnya memiliki ketakwaan kepada Allah sehingga akan bekerja dengan cara-cara yang halal, meskipun menjadi pengusaha tidak akan memperlakukan pegawai dengan zalim. Insya Allah nasib buruh yang selalu berulang ulang akan teratasi dengan diterapkannya hukum Allah di muka bumi.[]

Oleh: Anisa Bella Fathia, Anggota Komunitas Muslimah Menulis (KMM) Depok

0 Komentar