Refleksi Hardiknas


MutiaraUmat.com -- Sejak tahun 2019, Menristekdikti Nadiem Anwar Makarim telah meresmikan Merdeka Belajar sebagai kurikulum pendidikan. Meski pelaksanaannya belum 100% pada semua jenjang namun kurikulum ini di bulan April lalu telah ditetapkan sebagai Kurikulum Nasional. Ada empat program pokok dari Kurikulum Merdeka, diantaranya Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN), penyederhanaan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), penghapudan UN (Ujian Nasional), dan munculnya Peraturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) sistem zonasi. Hadirnya kurikulum merdeka diharapkan mampu mencetak generasi yang memiliki daya saing tinggi di era masa kini.

Kurikulum memegang peranan yang sangat krusial dalam membentuk karakter generasi penerus negara. Kurikulum yang efektif selayaknya memiliki dasar filosofi, tujuan, sasaran, pembelajaran pengalaman, sumber instruksional, dan penilaian dari berbagai macam program. Pergantian/pengembangan kurikulum di masa ini menjadi hal niscaya terjadi tersebab pergantian pemerintah, kemajuan teknologi, serta temuan dari para ahli pendidikan terkait program pendidikan yang sesuai diterapkan untuk mendidik generasi, serta alasan lainnya. Meski perubahan kurikulum adalah hal niscaya terjadi, namun bukan berarti bahwa sering bergonta-ganti kurikulum adalah sebuah prestasi. Perlu dirancang dengan matang setiap pergantian yang ada, apakah pergantian tersebut bersifat parsial atau bersifat menyeluruh, juga terkait dengan kesiapan SDM pelaksana dari kurikulum tersebut.

Diimplementasikannya kurikulum merdeka membawa pro dan kontra. Beberapa alasan yang pro terhadap implementasi kurikulum ini di antaranya kelulusan siswa tidak lagi ditetapkan melalui ujian nasional, tidak ada lagi sekolah favorit sehingga siswa SD dengan kemampuan yang biasa saja bisa masuk ke sekolah yang dulunya sulit untuk dimasuki tanpa nilai tinggi, serta hal lainnya. 

Kurikulum Merdeka diyakini akan membawa kebahagiaan belajar bagi siswa. Hal ini dikarenakan suasana belajar yang dinamis dan tidak kaku. Hal ini terlihat dalam implementasi Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5). 

Proyek keterampilan yang kemungkinan diminati siswa, seperti keterampilan membuat konten. Hal ini diwujukan dengan membuat berbagai video praktik sesuai tema pembelajaran, pembelajaran yang memanfaatkan teknologi dan tidak berbasis pada penjelasan guru semata, serta hal lainnya. 


Efektifkah Kurikulum Merdeka dalam Mencetak Generasi yang Maju dan Berkepribadian Baik? 

Secara teknis, implementasi kurikulum merdeka mengalami beberapa kelemahan. Diantaranya: perubahan signifikan dalam kegiatan pembelajaran membutuhkan SDM guru yang terampil dan kreatif. Hal ini akan sulit ditemukan apabila SDM guru yang ada tidak dibekali ilmu yang mumpuni melalui pelatihan ataupun pembinaan, serta tanpa persediaan sarana prasana yang memadai maka tujuan dari pembelajaran yang efektif dan menyenangkan menjadi sulit untuk dicapai. 

Selain itu, sistem zonasi yang diberlakukan tanpa didukung pemerataan fasilitas dan kualitas sekolah yang baik di setiap daerah, serta SDM guru yang mumpuni tidak akan membuat setiap sekolah menjadi baik, output pembelajaran sesuai yang diharapkan. Hal ini, justru bisa menjadi boomerang turunnya kualitas pembelajaran pada sekolah-sekolah yang sebelumnya baik, munculnya bibit-bibit murid yang enggan belajar karena tidak cocoknya kemampuan dan minat mereka pada sekolah yang mereka masuki.

Secara paradigmatis, pelaksanaan kurikulum merdeka tanpa didasari pandangan hidup yang benar dan visioner, sebagaimana pandangan Islam dalam mendidik siswa untuk menjadi orang berilmu yang memiliki kepribadian Islam, mustahil bisa tercipta sosok siswa yang memiliki karakter yang berbudi pekerti baik. Para pendidik/guru hanya lelah berfokus menciptakan pembelajaran yang menarik tanpa memahami esensi dari pembelajaran yang diberikan oleh siswa. Selain itu, tanpa didasari oleh pandangan hidup Islam yang visioner dan malah dilandasi oleh pandangan hidup yang sekuler, tujuan pembelajaranpun hanya akan terbatas pada capaian-capaian yang bersifat materi dan duniawi. Tujuan jangka panjang untuk melahirkan generasi dengan kepribadian Islam yang akan membawa kebermanfaatan ilmu untuk masyarakat dan Islam akan tergantikan menjadi lahirnya generasi apatis, individualis, serta materialistis. 

Selain itu, kendala teknis yang sebelumnya dibahas hanya bisa diselesaikan dengan adanya dukungan penuh dari pemerintah dalam menyediakan sarana dan prasarana yang dibutuhkan. Hal ini tentu membutuhkan pembiayaan yang sangat besar dan harus didukung oleh sistem perekonomian yang sehat serta berkah. Pembiayaan pendidikan yang minim tidak akan pernah bisa mendukung suksesnya proses pendidikan yang dijalankan. Pembiayaan pendidikan yang besar pun mustahil bisa didapatkan jika anggaran yang diberikan jauh dari idealitas biaya yang harusnya dikeluarkan serta mustahil bisa didapatkan dari sistem perekonomian ribawi yang meniscayakan ada utang berbunga di sana. []


H.N. Fitri Yani
Aktivis Muslimah


Referensi:
Hidayaturrahman, M. 2023. Studi Kritik terhadap Merdeka Belajar. Jurnal Pendidikan Tematik.

0 Komentar