Mutiaraumat.com -- Indonesia dikenal dengan potensi agraria yang cukup besar. Negeri yang ditunjang oleh sumber daya alamnya diharapkan bisa bersaing dan menciptakan kemandirian dari sektor pertanian. Hasilnya diharapkan bisa surplus dan paling penting mampu mencukupi kebutuhan pangan dalam negeri. Namun nyatanya masih jauh panggang dari api. Para petani masih terkendala akan ketersediaan pupuk untuk menunjang produksi mereka.
Dikutip dari Kontan.co.id (18/4/2024) Pemerintah telah menambah alokasi pupuk di tahun ini sebesar 9,55 juta ton dari yang semula hanya 4,7 ton. Meski seperti itu pemerintah masih mengeluhkan sulit mendapatkan pupuk bersubsidi.
Persoalannya beragam seperti mereka harus memiliki beberapa kriteria seperti harus menggarap lahan minimal 2 hektar, tergabung dalam kelompok tani, terdaftar dalam Sistem Informasi Manajemen Penyuluh Pertanian (Simluhtan), dan menggunakan kartu tani (untuk wilayah tertentu).
Ketersediaan pupuk yang katanya sudah dijamin oleh negara nyatanya dilapangan ditemukan beberapa permasalahan seperti pupuk subsidi yang dijual dengan HET seperti yang terjadi di Bojonegoro pupuk subsidi dijual dengan HET yaitu Rp. 121.500 yang seharusnya 112.500 persak. Lebih dari itu petani mengeluhkan kelangkaan pupuk yang diduga ada sindikat mafia pupuk.
Paradigma Kapitalis persoalan pertanian masih menjadi masalah khususnya negeri kita yang memiliki potensi agraria. Petani adalah salah satu objek penting yang harus mendapatkan dukungan penuh oleh negara demi tercapainya kebutuhan pangan dalam negeri.
Alih-alih mengambil langkah impor harusnya negara berfokus pada keunggulan ini dan berusaha meningkatkan produksi dari sektor pertanian. Kita tahu bersama bahwa cita-cita dari RI 1 sebelumnya adalah mampu berswasembada pangan. Nyatanya impor yang justru banyak merugikan petani dalam negeri.
Pemerintah justru masih skeptis dengan potensi petani sendiri dan malah membanjiri negeri ini dengan produk-produk impor. Negara sebenarnya punya andil besar dalam memajukan sektor pertanian mulai dari memberikan bantuan lahan, modal dan ketersediaan pupuk yang mudah diakses oleh para petani.
Namun petani justru "dipersulit" mendapatkan itu. Lagi-lagi regulasi yang menghalangi produktifitas mereka.
Negara seolah "berbisnis" dengan petani sendiri. Contohnya pupuk, antara ketersediaan dengan kemudahan tidak sesuai. Petani daerah malah sulit mendapatkan pupuk bersubdisi yang dijanjikan oleh pemerinta. Kalaupun dapat justru dengan harga yang relatif tinggi.
Beginilah realitas dalam sistem kapitalisme dimana negara hanya berperan sebagai menjalankan fungsi sebagai regulator. Artinya negara hanya membuat aturan namun tidak memastikan aturan itu untuk dijalankan dengan benar guna memudahkan rakyatnya. Justru negara tidak mampu menghindari oknum jahat seperti mafia pupuk.
Petani Sejahtera dalam Islam
Jika dalam sistem kapitalisme kita sering melihat akan sering abainya penguasa terhadap pengurusan rakyatnya. Itu disebabkan akan minimnya kesadaran bahwa kepemimpinan mereka berkaitan dengan pertanggung jawaban di akhirat kelak. Sebab penguasa dalam Islam memiliki amanah yang begitu berat.
Rasulullah SAW bersabda, "Kalian semuanya pemimpin (pemelihara) dan bertanggung jawab terhadap rakyatnya. Seorang raja adalah pemimpin bagi rakyanya dan akan ditanya tentang kepemimpinannya." (HR. Bukhari).
Dalam Islam fungsi penguasa adalah ra'in yakni memelihara urusan rakyatnya mulai dari pokok hingga penunjang. Terlebih petani memiliki posisi strategis untuk keberlangsungan hidup hajat orang banyak tersebab profesinya berkaitan dengan pangan yang mana sebagai sumber kebutuhan primer.
Penguasa dalam Islam menjamin segala sesuatu yang menunjang produktifitas petani mulai dari lahan, bibit, pupuk hingga teknologi yang menunjang produksi pertanian.
Ibnu Awwam seorang agronomi dan ahli holtikultur abad 12 yang kala itu dalam kekuasaan pemerintahan Islam. Karya dan penemuannya banyak menginspirasi dunia khususnya di bidang pertanian. Teori yang ia praktikkan sukses membawa Kekhilafahan Andalusia pada saat itu unggul di bidang pertaniannya.
Andalusia dikenal sebab dari revolusi pertaniannya, ditunjang dengan iklim yang sejuk, ketersediaan air yang cukup juga pemerintahan yang adil sehingga mampu menopang perkembangan disektor pertanian. Penguasa mendukung segala bentuk penelitian maupun penemuan yang dikembangkan oleh ahlinya. Sebab negara menjalankan fungsi pengatur dan pemelihara urusan rakyatnya.
Kekhilafahan Islam saat itu berjaya kurang lebih 13 abad lamanya, mahsyur sejahtera disegala aspek kehidupan termasuk dibidang pertanian. Negara ini menjadi negara adidaya ditangan pemimpin yang tepat tentu dengan sistem yang shahih (benar) pula yakni segala aturan dan hukum-hukumnya bersumber dari Zat Yang Maha Benar, Alla aza wa jalla. Insya Allah keberkahan akan menaungi dan kesejahteraan akan mudah diraih.
" Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (TQS. Al 'Araf:96)
Wallahu 'alam bishshawwab[]
(Aktivis Muslimah)
0 Komentar