Praktik Politik Dagang Sapi Pasti Menabrak Prinsip Pemerintahan yang Baik


MutiaraUmat.com -- Direktur Pamong Institute Drs. Wahyudi Al Maroky, M.Si. mengatakan bahwa politik dagang sapi dalam pemerintahan demokrasi pasti menabrak prinsip-prinsip pemerintahan yang baik. 

"Kalau kita lihat apakah praktik dagang sapi itu baik? Yang pasti sudah menabrak prinsip-prinsip pemerintahan yang baik atau good governance, karena pasti tidak transparan," paparnya dalam Diskusi Onlime Media Umat; Dagang Sapi Calon Mentri, Kabinet Bagi-Bagi di kanal YouTube Media Umat, Ahad (12/5/2024).

Wahyudi mengatakan, yang perlu digarisbawahi adalah efek dari politik dagang sapi yaitu terutama dalam hal bagi-bagi jatah menteri yang rakyat tentu tidak akan dilibatkan. Oleh karena kalau rakyat tidak dilibatkan, bagaimana mungkin ada keuntungan atau benefit yang baik bagi rakyat. Itu tidak akan ada, yang ada hanyalah pesta bagi para politisi maupun oligarki ekonomi yang  mengeluarkan biaya dalam pesta demokrasi. 

"Hari ini mereka tinggal mengambil benefit dengan pestanya sendiri, dan itu tidak terhindarkan karena mereka ada dalam lingkaran untuk bisa menunggangi negara untuk membuat kebijakan yang menguntungkan mereka," tuturnya. 

Kemudian lanjutnya, efek dari politik dagang sapi yang tidak transparan dalam menentang prinsip-prinsip good governance, akan muncul kabinet gemuk atau obesitas. Jadi kalau tadi disebutkan ada rencana menambah jumlah menteri atau menggunakan tambahan wakil menteri bukan sekadar gemoy dan gemuk tetapi justru obesitas. Efek bagi pemerintahan yang gemuk, risikonya minimal dia akan boros, atau biayanya mahal, inefisien. Kemudian akan makin lamban dalam melayani rakyat untuk mengambil kebijakan karena begitu gemuknya, akan lebih lamban. 

"Tentu akan banyak penyakit dalam tubuh pemerintahan tersebut. Hampir mirip dengan manusia, kalau dia gemuk pasti akan lamban dalam bergerak. Sama dengan pemerintahan kabinet yang begitu gemuk, maka dia akan lamban, mahal sekali, banyak penyakit, peluang terjadi korupsi tidak terhindarkan dengan pola rekrutment tidak transparan, itu awal dari praktik pemerintahan yang buruk," paparnya. 

Pakar Pemerintahan itu mengingatkan, kedepan bangsa ini akan mendapatkan minimal tiga efek, jika terjadi  kabinet yang gemuk atau obesitas. Pertama, pemerintahan akan makin lamban dalam melayani rakyat. Kedua, biaya pemerintahan akan makin mahal, dan akan dibebankan ke rakyat. Ketiga, alam praktiknya, selain boros dia akan banyak pelanggaran atau konflik.

"Para akademisi, aktivis, mestinya melihat ini suatu gejala pemerintahan yang akan buruk ke depan. Bukan saja akan boros, kemudian akan lamban, banyak penyakit, satu lagi yang akan krusial adalah akan menuju pemerintahan yang buruk dan makin otoriter. Kalau sudah begitu maka melayani kepada rakyat lamban, biaya jadi lebih mahal," tuturnya.

Nasib negeri ini, kata Wahyudi, ke depan akan makin suram dan risikonya kekayaan alam akan dieksplorasi, tetapi hasilnya tidak jatuh ke tangan rakyat dan tidak digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Justru digunakan untuk kemakmuran rakyat yang lain. Di situlah yang butuh diwaspadai. Para akademisi, aktivis, ulama, semestinya ini harus terus dibahas, terus diberi warning meskipun nanti risikonya akan ada kriminalisasi. [] Alfia Purwanti

0 Komentar