Pornografi Tumbuh Subur dalam Demokrasi Sekuler


MutiaraUmat.com -- Kasus pornografi yang melanda negeri ini, kian hari semakin mengkhawatirkan. Bagaimana tidak, hampir setiap hari masyarakat disuguhkan dengan berita pelecehan seksual maupun pemerkosaan. Bahkan data terbaru Indonesia masuk peringkat ke empat dengan kasus pornografi terbanyak. 

Hadi Tjahjanto selaku Menteri Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) mengatakan Negara Indonesia menjadi peringkat ke empat dengan kasus pornografi terbanyak. Data tersebut dihimpun oleh National Center for Missing Exploited Children (NCMEC). 

Tidak tanggung-tanggung korbannya adalah para disabilitas, anak-anak SD, SMP, SMA, bahkan anak PAUD. Selama empat tahun ditemukan sebanyak 5.566.015 kasus konten pornografi. Namun, ia mengatakan jumlah tersebut belum menggambarkan kondisi fakta di lapangan. Karena, masih banyaknya korban yang enggan mengungkap kasusnya. (nasional.sindonews.com, 18 april 2024).

Selain itu, Hadi Tjahjanto juga membentuk satuan tugas (Satgas) untuk menangani kasus pornografi pada anak-anak. Ada sebelas lembaga negara yang ikut terlibat dalam penyelesaian kasus pornografi ini diantaranya adalah Kemendikbud, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Kemenag, Kemensos, Kemenkominfo, Polri, KPAI, Kemenkumham, Kejaksaan, LPSK dan PPATK. (cnnindonesia.com, 18 april 2024).


Demokrasi Sekuler Sumber Masalah 

Tingginya kasus pornografi saat ini tidak terlepas dari sistem demokrasi sekuler yang menjadi asas negeri ini. Sistem demokrasi membuat orientasi pada kemaksiatan berkembang subur. Konten-konten pornografi dibiarkan, bahkan menjadi bisnis yang menjanjikan. Pornografi dalam sistem saat ini adalah sesuatu yang legal. Selama ada permintaan, para kapitalis akan memproduksi meski itu merusak generasi. 

Apalagi, dalam kapitalisme produksi pornografi termasuk shadow economy jadi pasti dibiarkan bahkan dipelihara. Sistem hari ini tidak mampu menciptakan lingkungan yang mendukung agar kejahatan termasuk kejahatan seksual tidak merajalela di masyarakat. Minimnya proteksi terhadap konten-konten pornografi sehingga konten tersebut mudah diakses oleh semua kalangan baik dewasa maupun anak-anak. Wajar saja, banyaknya kasus pemerkosaan maupun pelecehan seksual pada anak semakin tinggi. 

Mirisnya, tidak sedikit pelaku kasus asusila adalah orang terdekat. Seperti ayah, kakek, saudara kandung, paman maupun teman dekat. Yang seharusnya orang-orang terdekat inilah sebagai pelindung tapi justru sebaliknya tega melakukan tindakan keji itu. Ini membuktikan bahwa dalam sistem demokrasi-sekuler tidak mampu menjamin perlindungan terhadap anak.

Faktor pemicu lainnya adalah pergaulan bebas, minuman keras, hingga tuntutan ekonomi. Ditambah lagi dengan media yang ada saat ini begitu merusak generasi. Tayangan-tayangan yang muncul justru semakin merusak akhlak dan membangkitkan garizah nau’ (naluri berkasih sayang). 

Sementara itu, peraturan yang diterapkan hari ini tidak menyentuh pada akar persoalan dan sistem sanksi yang dijalankan tidak menjerakan pelakunya. Beragam langkah antisipasi yang dilakukan pemerintah untuk mereduksi kasus ini, tetapi tidak terselesaikan secara mengakar bahkan mengurai lebih banyak. Masuknya Indonesia sebagai peringkat ke empat dunia dengan kasus pornografi tertinggi, menunjukkan bahwa negeri ini memiliki masalah sosial yang begitu kompleks. 

Demokrasi sekuler telah menjadikan kasus pornografi menjadi masalah besar negeri ini maka harus segera dituntaskan. Jika tidak, masalah ini akan menambah daftar panjang penyakit sosial di masyarakat. Seperti nasab keturunan yang kian kacau, kondisi mental korban yang terganggu bahkan tidak sedikit yang berakhir dengan bunuh diri. 

Sudah seharusnya pemerintah serius dalam menyelesaikan kasus pornografi di negeri ini. Negara berkewajiban memberikan perlindugan hakiki pada anak. Bukan hanya memastikan terpenuhinya kebutuhan untuk tumbuh kembang anak saja, tetapi juga memastikan memperoleh lingkungan yang sehat untuk anak. Namun, jika kita melihat sistem demokrasi-sekuler yang diterapkan hari ini, tidak mungkin bisa menyelesaikan secara mengakar karena prinsip kebebasan yang di agungkan oleh masyarakat. Lalu bagaimana cara menyelesaikan persoalan pornografi ini?


Islam Adalah Solusi

Sistem demokrasi sekuler telah menumbuh suburkan pornografi bahkan diangap legal. Berbeda dengan Islam yang memandang pornografi adalah kemaksiatan. Kemaksiatan adalah kejahatan yang harus dihentikan termasuk industri pornografi. Apalagi industri maksiat jelas haram dan terlarang dalam Islam. 

Sistem pemerintahan Islam yaitu khilafah akan menjaga dan memberikan perlindungan kepada rakyat termasuk anak-anak yang rentan terhadap kasus asusila. Islam memiliki mekanisme dalam memberantas kemaksiatan dan memiliki sitem sanksi yang tegas dan menjerakan sehingga akan mampu memberantas secara tuntas. Peran keluarga, masyarakat dan negara sangat dibutuhkan dalam menyelesaikan persoalan ini.

Pertama, peran keluarga. Keluarga merupakan garda terdepan dalam memberikan perlindungan kepada anak termasuk melindungi anak dari kasus pornografi. Keluarga berkewajiban untuk membentengi anak dengan takwa. Karena, dengan takwalah anak akan berpaling dari perbuatan yang mungkar yang melanggar aturan Sang Pencipta.  

Keluarga juga harus memahamkan batas aurat pada anak dan wajib menjaganya. Menanamkan rasa malu pada anak, dan memisahkan tempat tidur anak. Rasulullah SAW bersabda:

Perintahkanlah anak-anak kalian salat ketika usia mereka tujuh tahun. Pukullah mereka karena meninggalkannya saat berusia sepuluh tahun. Pisahkan mereka di tempat tidur.” (HR Abu Dawud).

Kedua, peran masyarakat. Pandangan Islam mengenai masyarakat adalah kumpulan individu yang saling berinteraksi yang memiliki satu pemikiran, satu perasaan dan satu aturan yang sama yaitu Islam. Maka dalam hidup bermasyarakat pun aturan yang diterapkan adalah aturan islam. Menjalankan segala bentuk ketaatan kepada Allah dan meninggalkan segala yang Allah larang. Semua elemen masyarakat akan menyadari bahwa pornografi adalah sebuah kemaksiatan kepada Allah sehingga akan ada kontrol dari masyarakat untuk mencegah pornogarfi ini. 

Hal-hal yang dapat memicunya akan ditinggalkan seperti larangan berkhalwat (berdua-duan), larangan ikhtilat (campur baur) kecuali dalam perkara muamalat, pendidikan, dan kesehatan. Serta laki-laki dan Perempuan akan menjaga kemuliaan dan kehormatannya demi terwujudnya tata sosial yang sehat. 

Ketiga, peran negara. Sistem Islam yaitu khilafah akan memberikan sanksi yang tegas dan membuat jera kepada pelaku kejahatan anak termasuk pornografi. Dalam syariat Islam Kasus pornografi terkategori kasus takzir. Khalifah akan menjatuhkan sanksi kepada pelaku. Jenis hukuman yang diterapkan bisa dalam bentuk pemenjaraan hingga hukuman mati sesuai hasil ijtihad khalifah. 

Kasus pornografi yang berkaitan dengan perzinaan maka seratus kali cambuk bagi yang belum menikah (ghayru muhsan), sedangkan yang sudah menikah (muhsan) berupa hukuman rajam yaitu dengan menenggelamkan tubuh pelaku ke dalam tanah yang digali sampai kedada kemudian dilempar dengan batu sampai mati.

Negara akan memberikan pendidikan terbaik dan bermutu yang menumbuhkan ketakwaan pada Allah Swt. sehingga memiliki pemahaman yang kuat tentang standar benar dan salah sesuai dengan pandangan Islam. 

Selain itu, negara juga berkewajiban memberikan lapangan pekerjaan yang layak bagi kepala keluarga agar mereka mampu mencukupi nafkah keluarganya. Negara khilafah akan menjamin dan memberikan perlindungan terhadap rakyatnya dari paparan konten pornografi yang mengacaukan sistem sosial masyarakat. Negara dilarang berkompromi dengan industri pornografi dengan alasan apapun baik prinsip kebebasan, ekonomi maupun yang lainnya. Tetapi sebaliknya justru menjadi perisai bagi rakyatnya. 

Negara juga bertanggung jawab dalam menghapuskan penyebab utama dari kerusakan, yaitu penyebaran budaya liberal, penerapaan ekonomi kapitalisme, serta politik demokrasi. Penerapan aturan Islam secara kaffah akan menjadi rahmat bagi semesta alam. Generasi penerus akan tumbuh dan berkembang dalam keamanan serta kenyamanan, juga jauh dari bahaya yang mengancam. Demikianlah mekanisme Islam dalam menuntaskan persoalan pornografi. []


Oleh: Aqila deviana, Am.Keb.
Aktivis Muslimah

0 Komentar