PHK Mengancam, Tuntaskan dengan Solusi Islam


MutiaraUmat.com -- Ketenangan adalah barang mahal dalam era kini. Masyarakat terus di bayang-bayangi kekhawatiran akan semakin sempitnya kehidupan, termasuk banyaknya phk massal yang bisa datang sewaktu-waktu.
Berdasarkan catatan CNBC Indonesia, dalam waktu satu tahun terakhir (2023-2024), ada 8 pabrik 'raksasa' tutup di Jabar, dimana sebelum pabrik Bata akhirnya tutup dan melakukan PHK massal kepada 233 pekerjanya. Publik juga digemparkan dengan tutupnya pabrik ban PT Hung-A Indonesia yang beroperasi di Cikarang, Jawa Barat. PT Hung-A Indonesia tutup pada awal februari 2024 hingga menyebabkan seluruh karyawan yang berjumlah sekitar 1.500 orang diberhentikan sejak 16 Februari 2024. (cnbcindonesia, 11/5/2024)

Dilansir dari tempo.co (10/5/2024), PT Republika Media Mandiri atau Republika, mengumumkan pemutusan hubungan kerja atau PHK massal atas 60 karyawan bulan ini. Elba Damhuri, Pemimpin Redaksi Republika menyampaikan bahwa PHK itu menyusul langkah serupa yang telah dilakukan sebelumnya di akhir tahun.

Dampaknya, banyak para ayah yang tak lagi memiliki pekerjaan dan berimbas pada kemampuan memberi nafkah untuk keluarga, semakin sulit meski sekedar menyambung hidup. Anak tak terjamin terpenuhi gizinya, tentu terefek pula pada kesehatan, kehidupannya semakin tidak ideal, banyak pula yang berujung pada rusaknya relasi dalam rumah tangga hingga berujung perceraian, dan beragam efek domino yang mengikutinya.

Semua ini terjadi tak lepas akibat dari penerapan sistem kapitalisme yang hanya berpihak pada pemilik modal (korporasi), hingga berdampak pada meluasnya angka PHK dan pengangguran. Sistem ini tidak memiliki independensi dalam menyiapkan lapangan pekerjaan karena bergantung pada investor asing. Mendominasinya korporasi raksasa yang melakukan investasi menyebabkam tertimbunnya kekayaan di tangan para konglomerat.

Selain itu, sistem kapitalisme mengembangkan sektor ekonomi nonriil, yaitu aktivitas ekonomi berdasarkan investasi spekulatif, misal perbankan atau jual beli surat berharga, sehingga menyebabkan inflasi dan penggelembungan harga aset, turunnya produksi dan investasi di sektor riil. Hal ini menyebabkan terjadinya resesi hingga kebangkrutan perusahaan, sehingga PHK besar-besaran menjadi pilihan.

Lebih lagi, ditengah ekonomi yang lesu, para pengusaha justru berusaha menyelamatkam asetnya tanpa peduli nasib buruh. Ini adalah bentuk abainya negara atas nasib rakyat, dimana negara hanya sebagai regulator semata.
Lagi-lagi jelas, Islam Solusi yang Hakiki
Bekerja adalah salah satu perintah Allah Swt yang diwajibkan bagi laki-laki dan tidak membebankannya kepada perempuan. Bekerja merupakan upaya untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidup manusia. Perhatian Islam akan pemenuhan kebutuhan ini sampai pada tiap anggota individu rakyat (pribadi).

Islam memerintahkan kepada setiap kepala keluarga untuk bekerja. Barang-barang kebutuhan pokok tentu akan diperoleh melalui sebuah upaya untuk mencarinya. Islam mendorong manusia agar bekerja, mencari rizki dan berusaha, bahkan hukumnya adalah fardhu.

Allah SWT berfirman: "Dialah (Allah) yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya, serta makanlah sebagian rezekiNya" (QS. Al-Mulk: 15).

Demikian juga dalam QS. Al-Jumu'ah ayat 10, Allah SWT berfirman :" ...Maka bertebaranlah kamu di muka bumi, dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya supaya kamu beruntung".

Selain perintah untuk bekerja, Islam juga memiliki aturan lengkap yang akan memberi jalan dan kemudahan bagi para ayah atau laki-laki untuk bekerja.

Pertama, negara akan menyediakan berbagai fasilitas lapangan pekerjaan. Hal ini merupakan tanggung jawab negara. Rasulullah SAW bersabda, "Seorang Imam adalah pemelihara dan pengatur urusan (rakyat), dan ia akan diminta pertanggungjawaban terhadap urusan rakyatnya" (HR. Bukhari dan Muslim).

Kedua, menerapkan aturan Islam terkait masalah kontrak pengusaha dan pekerja. Kontrak kerja antara pengusaha dan pekerja adalah kerjasama yang harusnya saling menguntungkan. Pengusaha diuntungkan karena ia memperoleh jasa dari pekerja, sebaliknya pekerja memperoleh penghasilan dari imbalan yang diberikan.

Hubungan kemitraan tersebut akan berjalan baik dengan adanya pengaturan yang jelas dan rinci dalam hukum Islam, yakni jasa yang ditransaksikan adalah jasa yang halal, bukan pada hal-hal yang diharamkan dalam Islam.

Berikutnya, harus memenuhi syarat sah transaksi ijarah. Orang-orang yang bertransaksi (ajiir dan musta'jir) harus sudah mumayyiz, yakni mampu membedakan baik dan buruk. Transaksi juga harus didasarkan pada keridhaan kedua pihak, tidak boleh ada unsur paksaan.

Akad yang dilakukan pun harus memenuhi ketentuan dan aturan yang jelas. Karena itu dalam transaksi ijarah, hal-hal yang harus jelas ketentuannya adalah menyangkut bentuk dan jenis pekerjaan, masa kerja, upah kerja dan tenaga yang dicurahkan saat bekerja.

Dengan adanya kejelasan, kesepakatan dan keridhoan antara kedua belah pihak sejak awal terjadinya akad, maka masing-masing dapat memahami hak dan kewajibannya. Pihak pekerja wajib menjalankan pekerjaan sesuai jenis tugas yang telah disepakati, pihak pengusaha berkewajiban membayar upah pekerja dan menghormati akad yang telah dibuat dan tidak semena-mena terhadap pekerja, semisal melakukan PHK atau memaksa pekerja bekerja diluar jam kerja yang telah disepakati.

Di sisi lain, pengusaha juga berhak mendapatkan jasa yang sesuai dengan akad. Sehingga, berhak menolak tuntutan-tuntutan pekerja di luar dari akad, seperti tuntutan kenaikan gaji, tuntutan tunjangan, dan sebagainya.

Ketiga, mencegah tindak kezaliman yamg dilakukan salah satu pihak. Negara akan mencegah tidak kedzaliman yang dilakukan satu pihak kepada pihak lainnya, yakni dengan memberlakukan hukum-hukum yang tegas kepada siapa saja yang melakukan kedzaliman, baik pengusaha atau pekerja.


Khatimah

Oleh karena itu telah jelas, bagaimana Islam mampu mengatasi dan menyelesaikan masalah ketenagakerjaan yang terjadi. Islam memiliki solusi yang fundamental dan komprehensif terhadap seluruh persoalan masyarakat termasuk masalah ketenagakerjaan. Wallahu a'lam. []


Oleh: Linda Maulidia, S.Si.
(Aktivis Muslimah)

0 Komentar