Perundungan Terus Terjadi, Negara Gagal Melahirkan Generasi Mulia?

MutiaraUmat.com -- Tren bullying yang sering terjadi dan semakin terbuka pada saat ini, mencerminkan terjadinya krisis moral yang mendalam di masyarakat. fenomena ini menandakan bahwa ada kesenjangan yang dalam antara pemahaman masyarakat tentang kebaikan dan keburukan. Seperti yang terjadi beberapa waktu lalu. 

Dikutip dari Kompas.com, video aksi bullying atau perundungan terhadap anak di bawah umur di Bandung, viral di media sosial Tik Tok. Pada video yang beredar, tampak pelaku meminta seorang anak laki-laki membuka aplikasi WhatsApp di ponselnya. Namun karena tidak dituruti, pelaku melakukan perundungan dengan memukul kepala korban menggunakan botol kaca. Akibatnya, korban yang terluka lalu menangis. Pelaku juga membuat video lain yang berisi tentang pengakuan pelaku memiliki saudara seorang jendral dan merasa tidak masalah jika masuk bui karena sudah terlanjur melakukan perbuatan perundungan (Senin, 06 Mei 2024). 

Dari sumber lain dikatakan bahwa pelaku melakukan perundungan dengan cara memukul hingga korban menjerit dan menyiarkannya secara langsung di akun Tiktok. Peristwa itu berlangsung di wilayah Mekarwangi, kota Bandung. Dari video perundungan ini, terlihat pelaku juga mengucapkan kalimat tidak seronook dengan menggunakan bahasa Sunda (Bandung, IDN Times, Senin, 06 Mei 2024)

Perilaku ini menunjukkan bahwa terjadi kesalahan berfikir pada masyarakat yang menganggap bahwa aktivitas penindasan atau bullying merupakan suatu hal yang keren dan dapat dibanggakan. Padahal aktivitas ini merupakan aktivitas yang buruk dan merugikan. Perilaku ini juga merupakan buah buruk dari berbagai faktor yaitu rusaknya sistem pendidikan, lemahnya tiga pilar penegak aturan (ketakwaan individu, kontrol masyarakat dan negara yang menerapkan aturan) bebasanya media massa serta lemahnya sistem sanksi. Sebagaimana yang dipahami bahwa sistem pendidikan sekuler adalah sistem pendidikan yang memisahkan agama dari kehidupan, alhasil generasi hanya dijejali ilmu-ilmu dunia tanpa diimbangi pemahaman agama yang kuat, hal ini tidaklah cukup untuk membetuk generasi kuat dengan ketaqwaan yang tinggi. Akibatnya generasi cerdas dalam hal duniawi namun kurang dalam mengamalkan akhlak yang baik. 

Sistem kapitalisme juga telah menghilangkan peran individu, masyarakat hingga negara dalam upaya membentuk kepribadian islam pada individu masyarakat. penerapan sistem ini menghasilkan orang-orang yang individualistik dimana orang tersebut lebih mementingkan urusannya sendiri. Sistem kapitalisme juga melahirkan generasi yang materialisme juga menjadikan generasi ini mempunyai standar materi duniawi yang berbasis hawanafsu menjadikan berbagai kemaksiatan dinormalisasikan. Amar makruf nahi mungkar juga tidaklah lagi menjadi pengontrol masyarakat. 

Demikian pula dengan negara yang berasaskan kapitalisme, abai terhadap pengurusan urusan rakyatnya termasuk dalam membentuk kepribadian mulia, pelajar hanya dipandai sebagai sumber cuan yang ditarget untuk menjadi pilar-pilar ekonomi yang ditarget demi menaikkan pertumbuhan ekonomi negara. Alhasil negara abai terhadap perilaku rusaknya generasi bahkan membiarkan generasi yang berasaskan sekuler berkiblat pada gaya hidup barat yang serba bebas. 

Negara yang berasaskan sekuler juga membiarkan konten-konten yang mengajarkan kekerasan tersebar dan bebas diakses oleh siapa saja termasuk generasi. Akhirnya terbentuk manusia-manusia minim empati dan tega menyakiti orang lain. Ditambah lagi dengan sistem sanki yang tidak menjerakan menjadi penyebab menjamurnya perilaku bullying (Muslimah Media Center, Senin, 06 Mei 2024).
 
Berbeda dengan sistem islam, sistem terbaik yang diridhoi oleh allah SWT. Islam memiliki sistem yang dapat mencegah perilaku buruk di tengah masyarakat. Islam akan menerapkan sistem pendidikan berbasis akidah Islam, dari akidah islam ini kemudian akan terbentukan individu-individu kepribadian Islam atau memiliki pola pikir Islam dan pola sikap Islam. Melalui pendidikan inilah yang akan menjauhkan individu dari perilaku bullying sebab standar perbuatannya adalah syariat Islam. Generasi seperti ini juga didukung oleh masyarakat yang gemar beramal ma-ruf nahi mungkar dan masyarakat yang berlomba-lomba melaksanakan kebaikan. Selain ini negara juga memiliki peran besar dengan menerapkan sistem sanksi yang memberikan efek jera bagi pelaku kemaksiatan. 
Wallahu a’lam bishawab

Oleh: Medinnatu Zahra
Pemerhati Sosial

0 Komentar