Maraknya Kasus Anak Berkonflik Hukum Butuh Solusi Sistemis

Mutiaraumat.com -- Masalah kenakalan anak usia remaja yang berbuntut ke ranah hukum kian masif. Pihak kepolisian menemukan fakta baru dalam persidangan dua tersangka atas kematian Ainul Harahap (13) santri Pondok Pesantren Raudhatul Mujawwidin, kabupaten Tebo, Provinsi Jambi. Metro Jambi.Com, Sabtu 4 Mei 2024.

Adapun dalam kasus tersebut disebutkan ada dua  tersangka yaitu, AR (15) dengan vonis hukuman tujuh tahun enam bulan penjara, RD(14) divonis dengan hukuman enam tahun enam bulan penjara.

Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jambi Kombes Pol Andri Ananta Yudhistira mengatakan, akan terus mengusut apabila ada orang-orang lain yang harus dimintai pertanggung jawaban dalam kasus ini.

Kejadian ini terjadi atas senior dan yunior dalam linkungan pesantren. Jujur kejadian ini  membuat kita semakin miris. Karena pesantren adalah tempat pendidikan yang diharapkan anak-anak bisa menimba ilmu agama lebih dalam lagi. Kehidupan sekulerisme diluar pesantrenlah yang mewarnai pesantren hari ini. Hingga ketakutan orang tua yang akan memasukkan anaknya ke pesantren menjadi salah satu ketakutan terhadap Islam itu sendiri, alias Islamophobia.

Tentu saja bulling yang terjadi menyiksakan beberapa pertanyaan, mengapa ini bisa terjadi,
Pertama:  sistem pendidikan dalam sistem kapitalisme gagal memberikan output terbaik. Pola sikap dan pola fikir tidak terbentuk dalam diri anak anak. 

Kedua, peran keluarga juga berpengaruh dalam pola pendidikan anak. Orang tua tidak bisa serta merta hanya sebagai penyedia materi dalam pendidikan anak.  Melainkan sebagai madrasah pertama bagi putra putrinya.

Di dalam keluarga inilah pertaman kali karakter anak akan terbentuk. Jika keluarga menerapkan pola pendidikan Islam, maka karakter anak akan terbentuk sesuai dengan Islam. Misalnya, mencintai saudara semuslim tidak menyakitinya baik dalam perbuatan ataupun ucapan.

Hanya saja, peran orang tua sedikit sekali didapatkan oleh anak. Dikarenakan orang tua yang sangat sibuk dalam bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.  

Ketiga, peran negara dalam membuat sanksi hukum atas kriminalitas yang berefek jera. Dimana anak yang sudah baligh, berakal, dan keadaan sadar, wajib dikenai hukuman tegas.

Dari sinilah bisa kita tarik benang merah, bahwa kejahatan yang dilakukan anak-anak yang berujung hukum baik diluar pesantren dan didalam pesantren butuh solusi yang sistemik. Tidak bisa tambal sulam. Aqidah anak harus ditancamkan secara kuat dalam usia dini.

Dimana fase ini keluarga mempunyai peran penting. Menguatkan kesadaran ruhiyah anak-anak apapun yang dilakukannya akan dimintai pertanggung jawaban di hadapan Allah sebagai pencipta dan pengatur segala kehidupan. Peran utama orang tua sebagai pendidik pertama sangat penting untuk hal ini.

Sanksi tegas negara wajib diberlakukan kepada anak yang sudah usai baligh, dilakukan dalam keadaan sadar dan berencana adalah kejahatan yang sangat besar. Maka butuh sanksi tegas yang menjerakan agar tidak terjadi peristiwa atau Kejahatan serupa yang dilakukan lainnya.

Kejahatan yang menghilangkan nyawa dalam Islam harus dihukum dengan hukuman qishas yaitu hukuman yang sama dengan perbuatan yang telah dilakukan. Oleh karena perbuatannya berupa pembunuhan maka pelaku juga akan mendapatkan sanksi pidana pembalasan berupa dibunuh atau hukum mati.

Allah Subhanahu wa ta'ala dalam QS Al Baqarah ayat 178 yang artinya:

"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudahnya, maka dialah yang sangat pedih."

Sedangkan dalam kehidupan akhirat Allah Subhanahu wa ta'ala juga menegaskan hukum membunuh seseorang dalam QS. An Nisa 92 artinya:

"Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja maka balasannya adalah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya."

Saatnya kita kembali kepada Al Qur'an sebagai sumber hukum, hingga tercipta Islam rahmatan Lil a'lamin dalam setiap lini kehidupan. Wallahu 'alam bishshowwab.[]

Oleh: Endang Mustikasari
(Aktivis Muslimah)

0 Komentar