Marak Kasus Kriminal, Kondisi Masyarakat Kian Rusak


MutiaraUmat.com -- Sungguh sangat mengerikan kondisi emosional orang-orang saat ini. Banyak kasus pembunuhan yang berawal dari amarah, tersinggung, bahkan ekonomi. Seperti TR, seorang suami yang memutilasi istrinya YN di Dusun Sindangjaya, Kecamatan Rancah, Kabupaten Ciamis, Jumat (3/5/2024). TR diduga mengalami depresi karena masalah ekonomi. Polisi mengatakan bahwa pelaku memiliki utang lebih dari Rp100 juta kepada perseorangan dan Bank. (news.republika.co.id)

Kasus pembunuhan dalam koper di Bekasi juga tidak kalah mengerikan. Jasad wanita berinisial RM (50) korban pembunuhan, ditemukan dalam sebuah koper hitam di Jalan Inspeksi Kalimalang, Sukadanau, Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi, Kamis (25/4). (news.detik.com) 

Pelajar junior menjadi korban penganiayaan dan pembunuhan oleh senior juga kembali terjadi. Kali ini, pelajar taruna Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Marunda Jakarta Utara berinisial P (19) yang tewas karena diduga dianiaya senior. (www.borneonews.co.id)

Sejumlah kasus pembunuhan secara sadis terjadi di beberapa daerah belakangan ini, menggambarkan kehidupan saat ini semakin tidak aman. Pelaku pembunuhan bukan lagi orang asing, melainkan orang terdekat. Kondisi emosional orang-orang saat ini semakin tidak waras. Pelampiasan amarah, depresi ataupun rasa tersinggung, tidak puas hanya dengan sekedar kata-kata, namun sampai menghilangkan nyawa. Bahkan parahnya lagi, demi mendapatkan materi secara instan, baik itu kepuasan jasmani ataupun uang, orang saat ini tidak takut untuk membunuh orang. Kasus pembunuhan dalam koper di Bekasi contohnya. 

Kondisi masyarakat yang semakin rusak dan jauh dari rasa aman, sebenarnya hasil dari sistem kehidupan Sekulerisme. Paham ini sangat berbahaya dan merusak. Sekularisme meniscayakan pemisahan agama dari kehidupan. Akhirnya, kepuasan jasmani dan materi menjadi prioritas yang harus didapatkan, apapun caranya. Pemahaman ini, jelas berpengaruh dalam pengendalian emosi ketika memiliki kehendak. 

Paham sekularisme, juga membuat sistem pendidikan hanya menghasilkan manusia-manusia yang selalu berorientasi pada materi, sehingga mereka menjadi sosok yang tamak, memaksakan kehendak dalam memenuhi keinginannya. Faktor inilah yang membuat seseorang melakukan tindakan kriminal dan kejahatan. Ditambah sistem sanksi sekuler ini tidak membuat para pelaku kejahatan jera. Alhasil, sekalipun ada penjara dan hukuman, kejahatan tetap merajalela, bahkan memberikan contoh dan inspirasi pada orang lain untuk berbuat kejahatan. Dengan kata lain, selama paham sekularisme sebagai cara pandang kehidupan manusia, kejahatan akan silih berganti terjadi dan masyarakat akan semakin rusak.

Berbeda dengan sistem kehidupan yang diatur oleh Islam. Sebagai ideologi, Islam menetapkan bahwa tujuan hidup manusia untuk taat pada Allah SWT dan terikat aturan-Nya. 

Sebagaimana firman Allah SWT, "Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka mengabdi kepadaku." (TQS. Az Zariyat: 56)

Ibnu Hazm dalam kitab Al-Fashl fi al-Milal wa al-Ahwa' wa an-Nihal, juz 3 hal 80, menjelaskan maksud ayat tersebut adalah agar mereka menjadi hamba Allah, melaksanakan hukumnya dan patuh pada apa yang ditetapkan Allah kepada mereka. Sementara dalam kitab al-Ihkam fi Ushul al-Ahkam juz 1 hal 90, Ibnu Hazm mengatakan hakikat ibadah tidak lain adalah mengikuti dan patuh. Diambil dari al-'ubudiyyah, seseorang hanya menyembah zat yang ia patuhi dan yang ia ikuti perintah atau ketentuannya, sehingga makna beribadah tidak hanya diartikan sebagai ibadah mahdhah, seperti salat, zakat, puasa dan haji saja, melainkan ibadah dalam pengertian yang luas, yakni taat kepada seluruh aturan Allah SWT, termasuk aspek muamalah, seperti ekonomi, politik, keluarga dan pendidikan. Islam memiliki sistem pendidikan untuk menanamkan pemahaman yang demikian kepada seluruh pemeluknya. 

Kurikulum sistem pendidikan Islam berbasis akidah Islam. Output peserta didik harus memiliki kepribadian Islam yang muncul dari keimanan. Ketika seseorang beriman, dia akan berupaya agar cara berpikir (aqliyah) dan cara bersikap (nafsiyah) sesuai dengan Islam, sehingga saat peserta didik tersebut terjun di tengah masyarakat dan menjadi bagian dari masyarakat, mereka akan menjadi orang-orang yang menjaga diri dari kemaksiatan atau kejahatan. Mereka akan menebar kebaikan di tengah masyarakat, mereka akan menjadi orang yang ringan tangan dalam menolong sesama dalam kebaikan. Mereka juga bersemangat mengajak kepada kebaikan dan tidak sungkan untuk mencegah hal munkar. Dengan begitu, interaksi di tengah masyarakat penuh dengan kebaikan dan terjaga dari kemaksiatan. 

Slelain pembentukan kepribadian Islam dari sistem pendidikan, Islam memiliki sistem sanksi yang akan membuat para pelaku kejahatan jera. Dalam Islam, pelaku penganiayaan dan pembunuhan, akan diberi sanksi jinayat yakni qishash. Dalam surah Al-Baqarah ayat 178-179, Allah SWT menjelaskan bahwa sanksi qishash akan menjaga nyawa manusia di muka bumi. Peringatan ini mudah dipahami, sebab efek penerapan sistem sanksi Islam oleh negara, agar menimbulkan efek jawabir (penebus dosa) dan efek zawajir (pencegah). 

Ketika seorang pembunuh dihukum setimpal dengan perbuatannya yakni dibunuh, maka hukuman ini akan menjadi penebus dosa pelaku dan membuat orang lain tidak terinspirasi melakukan kejahatan yang sama. Demikianlah keamanan di tengah masyarakat akan terwujud. Namun, penjagaan ini hanya akan terwujud pada kala sistem Islam diterapkan secara praktis oleh Daulah Khilafah. 

Wallahu a'lam bishshawab. []


Sumariya
Aktivis Lisma Bali

0 Komentar