Inilah Akar Masalah Biaya Kuliah Sangat Mahal

MutiaraUmat.com -- Jurnalis Joko Prasetyo mengungkapkan akar permasalahan mahalnya biaya kuliah/pendidikan seperti uang kuliah tunggal (UKT) di Indonesia. "Ini lho akar masalah biaya kuliah sangat mahal," ungkap Om Joy sapaan akrabnya kepada, MutiaraUmat.com, Sabtu, (11/5/2024). 

Lelaki yang akrab disapa Om Joy itu mengungkapkan salah satu masalahnya karena tambang yang hasilnya berlimpah yang menurut ajaran Islam itu merupakan kepemilikan umum (milkiyyah ammah) wajib dikelola negara dan hasilnya dikembalikan ke rakyat, salah satunya untuk biaya pembangunan infrastruktur dan operasional pendidikan, malah diserahkan kepada oligarki dan oknum pejabat pemerintahan bahkan asing, seperti Amerika Serikat, Cina, dan lain-lain. 

"Kalau kampus swasta sih masih kebayang ya, tapi ini malah kampus negeri! Lha, anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 20 persen untuk pendidikan itu dikemanakan? Beneran enggak cukup untuk biaya pendidikan sehingga kampus negeri harus memungut duit UKT sampai ratusan juta begitu kepada mahasiswanya?," tanyanya. 

Padahal dalam APBN negara Pancasila (Indonesia) demokrasi itu sekitar 70-80 persennya diambil dari pajak barang dan pajak jasa rakyat. Walau begitu, biaya pendidikan tetap saja harus ditanggung rakyat dengan sangat mahal. "Apakah pajaknya tidak mencukupi untuk biaya pendidikan atau dikorupsi oleh para oknum pejabat negara Pancasila demokrasi?," tanyanya. 

Lebih lanjut, Om Joy, mengatakan, sudah pasti rezim penguasa negeri ini dan wakil rakyat yang sejatinya tidak mewakili rakyat tersebut bersepakat membuat undang-undang untuk melegalkan kampus memungut biaya kuliah dari mahasiswanya guna membiayai pendidikan di kampus. 

"Itulah konsekuensinya ketika negeri mayoritas berpenduduk Muslim ini keukeuh ingin menerapkan demokrasi, sistem pemerintahan jebakan kafir penjajah yang melegalkan manusia membuat hukum yang bertentangan dengan ajaran Islam dan merugikan rakyat banyak," terangnya. 

Memang, kata Om Joy biaya demokrasi itu sangat mahal. Bila tidak punya uang sendiri untuk jadi calon penguasa ataupun wakil rakyat maka akan menggunakan uang dari oligarki dan asing. Sehingga tidak aneh banyak lahir undang-undang yang menguntungkan oligarki dan asing meskipun sangat merugikan rakyat banyak.

Perbedaan

Terkait biaya pendidikan/kuliah, Om Joy menjelaskan perbedaan di dalam negara Islam Khilafah dan negara Pancasila demokrasi di sisi siapa yang membayarnya. 

"Dalam negara Pancasila demokrasi yang harus membayarnya adalah rakyat, baik secara langsung dengan membayar uang kuliah yang begitu mahal, yang disebut UKT-UKT itu, maupun dari rakyat secara tidak langsung dengan membayar pajak barang dan jasa," katanya. 

Sedangkan dalam negara Islam Khilafah, Om Joy menjelaskan biaya pendidikan bukan diambil dari rakyat atau mahasiswa tetapi dari milkiyyah ammah dan pos pendapatan negara lainnya yang sudah barang tentu bukan dari pajak barang dan jasa karena itu haram hukumnya. 

Lebih lanjut ia menegaskan, jadi rakyat sama sekali tidak dibebani untuk membiaya pendidikan. Namun, Islam juga memberikan kesempatan bagi rakyat yang Muslim untuk berkontribusi harta di dunia pendidikan, tetapi sifatnya hanya sunah, tidak sampai wajib. Kontribusi itu disebut wakaf dan sedekah. 

"Apakah kaum Muslim tidak menyadari masalah ini? Masih juga mau memusuhi agamanya sendiri dengan menyatakan penerapan syariat Islam secara kaffah dalam naungan khilafah itu sebagai masalah?" tanyanya. 

"Ayolah, berpikirlah yang jernih. Selain tuntutan keimanan bahwa menegakkan khilafah itu merupakan fardhu kifayah, penegakkannya juga merupakan solusi praktis atas berbagai masalah kehidupan saat ini termasuk dalam pembiayaan dunia pendidikan," tandasnya.[] Isty Da'iyah

0 Komentar