Hukum Islam Kejam, Hukum Demokrasi Beradab?


Mutiaraumat.com -- Islam adalah agama yang dianut mayoritas masyarakat Indonesia. Tak sedikit corak keislaman mempengaruhi kebiasaan ataupun gaya hidup masyarakat. Namun, dari segi penegakan hukum Islam, masih sangat minim. Bahkan tak sedikit yang anti untuk menegakkannya. Seolah-olah hukum yang ditegakkan hari ini sudah final dan harga mati. 

Jikalau ada kesalahan penegakkan sanksi atau adanya ketidak adilan hukum, pasti yang disalahkan adalah oknum tertentu. Benarkah demikian? Benarkah yang salah adalah oknum tertentu, bukan ada kesalahan lainnya? 

Mungkin, jikalau pembaca tidak pernah berurusan dengan hukum pasti sepakat bahwa kesalahan penegakan hukum terletak pada oknum tertentu. Namun, jikalau pembaca adalah orang yang pernah berurusan dengan hukum, pasti merasakan sangat kesulitan atau bahkan sangat malas jikalau harus membawa suatu perkara ke ranah hukum. Karena merasa bahwa urusannya akan panjang, ribet, berbelit-belit, mahal dan tak adil. 

Seperti kasus rempang. Mayoritas rakyat menolak untuk direlokasi. Tapi mereka dipaksa untuk meninggalkan tanah leluhur yang telah dihuni selama kurang lebih 100 tahun. Katanya negeri Demokrasi yang sangat berpihak kepada rakyat, mendengar suara rakyat, mengikuti suara terbanyak. Faktanya?

Bahkan yang membela rempang bisa-bisa mendekam di dalam bui penjara. Padahal, ia membela tanahnya sendiri. Hukum seperti inilah yang dinamakan tumpul ke atas tajam ke bawah. Kalau memang hukum Demokrasi benar-benar sesuai dengan teori, seyogianya lebih mementingkan suara mayoritas rakyat. Bukan malah memberikan karpet merah kepada segelintir pemilik modal besar yang digadang-gadang akan memajukan ekonomi rakyat dan bangsa. 

Jika kita berkaca pada peradaban Islam. Saat hukum Islam diterapkan dalam bingkai negara. Ketika khalifah Umar bin Khaththab ra. mengingatkan Amr bin Ash selaku Gubernur Mesir saat itu. Untuk tidak memaksa seorang Yahudi menjual tanahnya.

Padahal disamping rumah Yahudi akan di lakukan perluasan mesjid. Namun khalifah tidak merelokasi dengan paksa orang Yahudi tersebut untuk meninggalkan rumahnya. Masya Allah. Hal ini membuat nonmuslim minoritas itu pun kagum dengan keadilan hukum Islam dan akhirnya memeluk Islam.

Pada kasus pencurian. Dalam hukum demokrasi yang diterapkan di negeri ini. Sanksi yang ditegakkan bagi pencuri adalah penjara dan denda. Hukuman ini tidak memberikan efek jera sama sekali. Terbukti kasus pencurian semakin hari semakin marak terjadi. 

Bahkan kasus korupsi sekalipun. Naudzubillah semakin hari semakin banyak. Mirisnya, pelakunya masih bisa senyum-senyum di depan kamera. Malah ada anggapan, gak papa di penjara beberapa tahun, tapi telah menyelamatkan uang untuk anak cucu. Nanti Beberapa tahun kemudian bisa keluar dari penjara kemudian bisa menikmati kembali hasil korupsi. Apakah ini yang namanya sistem terbaik dan beradab? 

Jikalau sekiranya pencuri ataupun korupsi dipotong tangannya. Maka pasti semua orang akan berpikir lebih panjang jika hendak mencuri. Kehilangan tangan dan kaki dikarenakan mencuri membuat pelaku kejahatan malu seumur hidupnya. Semua orang yang melihat tangan dan kaki yang puntung akan mengenali dirinya bahwa ia adalah pencuri. 

Hukuman ini membuat pelaku pencuri jera dan menghapuskan dosanya.  Apakah hukum Islam kejam? Kejam bagi pelaku kejahatan. Jika kita bukan pencuri, kenapa harus takut dengan hukum Islam? 

Sebaliknya, dengan ditegakkan hukum Islam akan tercipta hati yang tentram dan nyaman. Karena tidak khawatir dengan harta benda yang telah disimpan dengan baik akan dicuri oleh orang lain. 

Contoh lain adalah kasus pembunuhan berencana. Kalau sekiranya anak kita dibunuh oleh si fulan misalnya. Fulan merencanakan pembunuhan karena sesuatu hal, ia mencincang tubuhnya, memisah-misahkan organ tubuhnya layaknya hewan dan melakukan hal-hal keji lainnya.

Pasti secara naluriyah, kita menuntut agar fulan juga di bunuh dengan perlakuan yang sama. Karena perasaan cinta yang mendalam kepada anak semata wayang, yang sudah ditunggu-tunggu sejak 10 tahun pernikahan. Sudah dijaga baik-baik. Eh ternyata ada fulan dengan seenaknya membunuh anak kita. 

Faktanya hukuman yang di tegakkan dalam sistem demokrasi bukan dibunuh. Namun dipenjara dan bayar denda. Gimana perasaan orang tuanya? Dendam, marah dan sangat kecewa. Tapi hanya bisa apa? Hanya bisa menangis sejadi-jadinya, itupun tak membuat keadaan berubah! Disisi lain pula, ia khawatir jikalau fulan bebas dari penjara, ada kemungkinan ingin membunuh keluarga nya yang lain. Beginilah hukum demokrasi yang katanya sangat beradab. 

Jikalau sekiranya hukum Islam berkenaan dengan persanksian ditegakkan yakni nyawa di bayar nyawa atau dikenal dengan qisas. Sesuai dengan firman Allah SWT "Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan kepadamu (melaksanakan) Qisas berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh.

"Orang merdeka dengan orang merdeka, hamba sahaya dengan hamba sahaya, dan perempuan dengan perempuan." (TQS. Al Baqarah 178).

"Dalam Qisas itu ada (jaminan) kehidupan bagimu, wahai orang-orang yang berakal agar kamu bertakwa." (TQS. Al-baqarah 179) 

Fulan dibunuh ditengah-tengah masyarakat layaknya pembunuhan yang ia lakukan kepada anak kita tadi. Bagaimana orang-orang yg menyaksikan hal tersebut? Pasti terhujam dalam pikirannya "aku tidak akan pernah mau untuk membunuh orang lain". Atau masyarakat yang menyaksikan pasti akan berusaha mendidik keluarga nya agar tidak akan pernah melakukan pembunuhan! Apakah qisas kejam? Adilkah hukum Islam itu? 

Mungkin kalau bukan keluarga kita yang di bunuh, pasti masih menganggap hukum Qisas itu kejam. Namun, cobalah tarik kepada diri sendiri. Jikalau yang di bunuh adalah orang tersayang pasti kita ingin hukuman yang setimpal. 

Demikianlah, beberapa bukti betapa hukum Islam adalah yang terbaik dan sangat beradab. Betapa tidak, hukum Islam dibuat oleh pencipta manusia. Tentulah, Allah SWT yang paling memahami yang terbaik bagi semua manusia. Bukan seperti hukum Demokrasi yang dibuat oleh manusia.

Padahal Allah berfirman dalam QS. Al-An Am ayat 57 yang artinya "Hak membuat hukum adalah hak Allah". Maka, seharusnya manusia haram untuk membuat hukum. 

Beginilah, jikalau manusia mengambil hak Allah, pasti akan terus menuai kekacauan, kerusakan bahkan kehancuran. Maka dari itu, kita harus mengganti Hukum Demokrasi dengan Hukum Islam. Agar semua manusia dapat merasakan keadilan hukum Islam dan indahnya kehidupan dengan penerapan islam secara sempurna. Sehingga Allah akan memberikan keberkahan dari langit dan bumi. Allahu A'lam Bishowab.[]

Oleh: Radayu Irawan, S.Pt. 
(Aktivis Muslimah)

0 Komentar