Gula Mahal, Rakyat Tertekan

MutiaraUmat.com -- Harga kebutuhan pokok akhir-akhir ini melejit naik, terutama minggu-minggu ini harga gula memecahkan rekor. Kepala Dinas Perdagangan NTB, Baiq Nelly Yuniarti, mengeklaim harga gula pasir curah dan premium mulai turun di provinsi tersebut. Harga gula pasir curah kini turun dari Rp 17.737 per kilogram menjadi menjadi Rp 17.719 per kilogram. Adapun, harga gula pasir premium turun dari Rp 18.917 per kilogram menjadi Rp 18.861 per kilogram. detikbali (2/5/24)

Ketua Umum Asosiasi Petani Tebu Republik Indonesia (APTRI) Soemitro Sumadikoen menyebut, bahwa kenaikan harga ini terjadi karena ketersediaan yang kurang, ditambah Pemerintah tak mempunyai stok atau cadangan gula nasional. Akhirnya, ketika harga gula bergejolak seperti saat ini, pemerintah tidak bisa mengintervensi harga.

Pemerintah memberikan solusinya, yakni melalui Badan Pangan Nasional (Bapanas) melakukan relaksasi HAP (Harga Acuan Pembelian) dikalangan masyarakat sejak 5 Januari sampai 31 Mei. Keputusan ini menyusul adanya kenaikan harga gula yang jauh diatas HAP sebelumnya yang di Rp.16 per kg. (CNBC Indonesia, Jakarta, 19 April 2024)

Harga gula kian naik, dimulai dari 16 ribu rupiah sampai dengan 28 ribu rupiah per kgnya. Ini disebabkan oleh tataniaga negara yang kacau. Sehingga memungkinkan adanya penimbunan, penaikan harga oleh pengusaha sampai monopoli. Mirisnya, solusi yang pemerintah berikan sangatlah tidak efektif. Karena pematokan harga dan membukanya jalan impor akan mengakibatkan ketidakstabilan harga pangan. 

Sejatinya, harga gula naik ini dikarenakan tata kelola pangan yang berbasis kapitalisme. Aspek produksi sampai aspek distribusi dimonopoli oleh pihak-pihak tertentu. Mereka mempermainkan harag demi meraup keuntungan yang besar.
Disisi lain, Penguasa tak mampu menghadaoi para kapitalis yang menguasai sektor pangan. Ini dikarenakan sudut pandang negara yang berdasarkan sekuler kapitalis, pelayanan kepada rakyat berdasarkan untung rugi. Negara bukan lagi sebagai pelayan rakyat, melainkan sebagai regulator yang tunduk dengan kepentingan kapitalis.

Berbeda dengan Islam yang mewajibkan negara sebagai ro’in bagi masyarakat. Islam memiliki sistem ekonominya sendiri yang akan menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok rakyat, kestabilan harga, dan cukupnya pasokan pangan. Dalam hal ini Negara Islam memiliki mekanismenya, yakni memperhatikan aspek produksi dan aspek distribusi. Dalam aspek produksi harus terpenuhinya kebutuhan pokok individu dari sandang, pangan, papan. Individu pun dapat mengupayakannya dengan bantuan negara dengan disediakannya lapangan pekerjaan.

Aspek kedua, berkaitan dengan distribusi atau tataniaganya. Negara harus menjamin tidak adanya monopoli oleh para pengusaha atau oligarki. Negara juga wajib mengupayakan kemandirian pangan. Impor diperbolehkan jika memang terpaksa, selama itu memang untuk kepentingan rakyat. Tapi membangun sektor pertanian dan sektor pangan pun tetap dilakukan supaya tetap bisa mandiri.

Visi ini hanya bisa diterapkan jika negaranya memang mendukung demikian, yakni sebagai pelayan rakyat,pelindung, dan penjaga mereka. Maka hanya Negara Islam lah satu-satunya yang dapat menerapkan konsep syariat islam dalam tatanan negara. Hanya Daulah Khilafah ‘Ala Minhaajinnubuwwah. Wallahu ‘alam wa ahkam.


Oleh: Zaidah Khoiru Umami
Santri Ideologis

0 Komentar