Gaji Dosen Rendah, Kemuliaan Pendidik Terabaikan.



Mutiaraumat.com -- Rendahnya penghargaan terhadap Dosen sangat miris. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Serikat Pekerja Kampus (SPK) menyatakan bahwa mayoritas dosen yang menjadi responden mengaku menerima gaji pokok kurang dari Rp 3 juta pada 2023 kuartal pertama. Hal ini juga sama dengan dosen yang telah mengabdi selama lebih dari enam tahun lamanya. 

Hal ini bahkan lebih parah terhadap dosen di Universitas Swasta yang hanya menerima gaji pokok kurang dari 2 juta, hal ini kemudian disampaikan oleh 61% orang dari responden yang menyatakan bahwa gaji yang diberikan tidak sesuai dengan beban kerja serta kualifikasi mereka.

Bahkan beberapa dosen yang merasa tidak dihargai kemudian berkurang motivasinya dan kemaksimalan mereka dalam tugasnya sebagai seorang dosen. (bisnis.tempo.co, 08/05/2024).

Bahkan hal ini dijadikan topik bahasan oleh sejumlah tokoh yang kemudian mengatakan bahwa pergeseran idola di kalangan anak muda mulai terlihat, di mana saat ini para orang-orang pintar secara akademisi seperti misalnya dosen atau ilmuwan tidak lagi menjadi idola. 

Bahkan dapat diduga bahwa dalam beberapa tahun kemudian, para akademisi bukan hanya sekadar tidak dijadika idola, panutan, dan orang yang keren, tapi bisa saja beberapa tahun tidak dihormati baik oleh mahasiswa maupun rekan-rekan lainnya. Kondisi ini kemudian diperparah dengan kondisi politik kita hari ini yang semakin membuat anak-anak muda malas belajar apalagi bercita-cita menjadi orang pintar (bangsaonline.com, diakses pada 08/05/2024).

M. Mas’ud Adnan selaku CEO Harian Bangsa dalam sebuah podcast menyatakan bahwa kondisi penggajian dosen memang benar-benar memprihatinkan, kondisi ini berbeda jauh dengan kondisi negara lain. Misalnya adalah negara yang dekat dengan Indonesia yaitu Brunei Darussalam.

Ia mengatakan bahwa di Brunei gaji dosen terendah dalam setiap bulannya adalah Rp 55 juta, anak-anak disekolahkan secara gratis bahkan mereka mendapat uang saku (bangsaonline.com, diakses pada 08/05/2024).

Tagar "Jangan Jadi Dosen",
Koordinator Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA) Satria Unggul Wicaksana berpendapat bahwa banyak masyarakat Indonesia yang memiliki persepsi bahwa dosen adalah seseorang atau profesi yang memiliki kondisi sosial-ekonomi yang tinggi dan baik.

Namun ternyata realitanya tidak demikian, bahkan banyak dari dosen yang harus mencari pekerjaan atau proyek-proyek sampingan diluar kegiatannya sebagai dosen untuk memenuhi kebutuhan hidup karena gaji yang diterima tidak cukup dan berada dibawah UMR.

Kondisi ini akhirnya membuat dosen tidak fokus dan maksimal dan menjalankan amanhnya mengajar mahasiswa, kondisi ini kemudian menghadirkan masalah baru yaitu teancamnya pendidikan generasi dan buruknya kualitas pendidikan (BBC.com, diakses pada 08/05/2024).

Kondisi ini kemudian ramai diperbincangkan di twitter dengan tagar "Jangan Jadi Dosen" yang menguak fakta bagaimana kondisi tenaga pendidik hari ini yang sangat jauh dari kesejahteraan, karena kondisi tenaga pendidik sendiri tidak sejahtera akhirnya ia tidak mampu mensejahterakan pemikiran mahasiswanya karena sibuk dengan kondisinya sendiri. 

Komersialisasi Dunia Pendidikan

Kondisi saat ini tidak lain karena komersialisasi dunia pendidikan. Kebijakan yang diterapkan hari ini berasaskan sistem ekonomi kapitalis menjadikan segala sesuatu harus berorientasi pada nilai materi, termasuk pendidikan pun bagaimana caranya agar dapat diambil keuntungan materi darinya. Kondisi pemerintah yang juga tidak pernah seirus mengatasi berbagai permasalahan dalam dunia pendidikan termasuk permasalahan gaji pendidik bukti abainya dan lepas tangannya pemerintah. 

Hal ini terbukti dengan privatisasi pendidikan baik kampus yang berstatus negeri maupun swasta, beban pembiayaannya diserahkan dan dibebankan seluruhnya kepada pihak kampus. Hal ini tentu menjadikan beban yang amat besar bagi kampus, sehingga pihak kampus akan meminimalisir pengeluaran termasuk dengan cara mengurangi gaji-gaji untuk dosennya. 

Kondisi ini adalah sesuatu yang sangat wajar saat sistem ekonomi kapitalis diterapkan. Penerapan sistem ini menggerus penghargaan kepada profesi pendidik karena prinsip dasarnya yang menjunjung tinggi nilai materi. Maka sejatinya dapat disimpulkan ada dua hal yang menjadi masalah dalam penggajian dosen hari ini, yaitu:

Pertama, pemerintah atau negara yang abai terhadap tanggung jawabnya dalam mengatasi masalah yang tidak pernah serius.

kedua, Diterapkannya sistem ekonomi kapitalis yang membuat segalanya harus bernilai materi sehingga kehidupan hari ini menjadi serba sulit dan mahal. Dosen yang sejatinya adalah kemuliaan tidak mendapat penghargaan karena dinilai tidak memberikan manfaat materi bagi negara yang menerapkan sistem ekonomi kapitalis, penerapan ekonomi kapitalis inipun akhirnya berdampak pada kondisi sosial dan tentu akan berdampak pada rusaknya generasi karena tidak bisa maksimal dosen dalam ikut serta membentuk generasi yang unggul dan cerdas. 

Islam Memuliakan Pendidik

Islam sebagai agama yang mulia mempunyai solusi langsung dari akarnya perihal masalah ini. Islam adalah agama yang memuliakan profesi guru atau dosen karena merekalah yang menyebarkan ilmu dan berperan dalam membentuk generasi. Pendidikan dalam Islam merupakan salah satu kebutuhan dasar rakyat, yang mana penyelenggaraannya wajib untuk dapat dirasakan oleh seluruh rakyatnya.

Maka apapun yang berkotribusi untuk terlaksananya pendidikan yang bagus akan dioptimalkan dan didukung oleh negara. Termasuk adalah gaji guru, Islam memberikan kompensasi yang besar terhadap guru agar nantinya ia dapat fokus untuk memberikan ilmu dan membimbing muridnya dengan maksimal tanpa harus memikirkan bagaimana ia akan memenuhi kebutuhan keluarganya dengan mencari pekerjaan sampingan sehingga tugas dan pekerjaan utamanya menjadi terabaikan.

Hal ini terbukti saat Islam digunakan sebagai dasar bernegara yang disebut dengan Daulah Khilafah Islamiyah dan terbukti banyak mencetak generasi, ilmuwan, dan guru-guru yang hebat pada masanya. Pada saat itu gaji guru yang diberikan sangat besar dan lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebagai contoh pada masa kekhilafahan Umar bin Khattab gaji guru yang diberikan adalah sebesar 1 dinar dalam sebulan yang jika dikonversi ke emas beratnya mencapai 63,75 gram emas, jika harga 1 gram emas sama dengan 1 juta maka upah yang didapatkan guru pada saat itu adalah 63,75 juta rupiah.

Sungguh luar biasa gambaran sejahteranya pendidik pada saat Islam diterapkan. Selain negara memberikan upah yang sangat besar, negara juga memberikan jaminan terhadap kebutuhan hidup rakyatnya baik secara individu maupun keseluruhan sehingga tidak ada istilah negara membebani rakyatnya.

Hal ini adalah karena dalam Islam penggajian tidak didasarkan pada kebiasaan penduduk di suatu daerah, kondisi pasar, tingkat perekonomian, dan pendapatan per kapita sebagaimana disebut dengan living cost dalam ekonomi kapitalis. Tapi dalam Islam standar penetapan upah didasarkan pada keahlian yang dimiliki sehingga gaji yang diberikan harus setara dengan jasa yang diberikan.

Maka gambaran kehidupan tenaga pendidik yang diberikan upah yang besar kemudian mendapatkan jaminan kehidupan adalah gambaran bagaimaana kesejahteraan meliputi negeri saat Islam dijadikan sebagai landasan dalam bernegara. Ketika Islam diterapkan tidak hanya dalam sistem ekonomi tapi juga dalam sistem politiknya. 

Karena Islam adalah aturan yang langsung diberikan oleh pencipta. Gambaran kesejahteraan yang meliputi negeri Islam itu pernah ada selama 14 abad yang lalu, maka ini adalah saatnya kita untuk menjemput rahmat dan keberkahan serta kesejahteraan itu, dengan kembali menerapkan Islam sebagai sistem pengatur kehidupan manusia dalam negara dalam wujud negara yang disebut Daulah Khilafah Islamiyah.
Wallahu'alam bishshowwab.[]

Oleh: Hemaridani
(Aktivis Muslimah)

0 Komentar