ESDM Jadi Sektor Paling Berat untuk Prabowo-Gibran
MutiaraUmat.com -- Ketua Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia Salamuddin Daeng menilai persoalan energi dan sumber daya mineral (ESDM) menjadi sektor paling berat yang akan dihadapi pemerintahan Prabowo-Gibran.
"Sektor paling berat yang akan dihadapi Prabowo-Gibran adalah sektor ESDM," terangnya kepada MutiaraUmat.com, Ahad (12-5-2024).
Ia menerangkan, Prabowo-Gibran akan menghadapi kondisi produksi minyak nasional yang makin menurun, sumur-sumur migas yang makin tua, sementara adanya sumur-sumur baru tidak signifikan. Karena itu, lanjutnya, berapa pun dana investasi tidak mampu mengangkat produksi minyak.
"Berapa pun dana yang diinvestasikan dalam sektor migas, tidak mampu mengangkat produksi minyak walaupun setetes," ujarnya.
Kondisi ini menurutnya akan menjadikan beban biaya produksi migas makin meningkat, terutama akan datang dari biaya keuangan.
"Berapa pun peningkatan capex BUMN migas nasional, tidak berkorelasi dengan peningkatan produksi migas. Usahanya hanya seputar menahan laju penurunan produksi yang terjun bebas," terangnya.
Lebih lanjut Salamuddin mengungkapkan, di kilang-kilang akan ada masalah perihal sulitnya mendapatkan pembiayaan. "Tidak ada uang lagi atau liquiditas bagi investasi kilang. Sebagaimana media Singapura mengatakan, 'Jangan coba coba menaruh kata kilang minyak dalam proposal Anda, karena itu akan menjadi proposal yang sia sia'," ujarnya.
Sementara di sisi hilir, menurut Salamuddin, pemerintahan Prabowo-Gibran akan berhadapan dengan isu polusi udara. Ia mengingatkan, isu ini menjadi sorotan internasional dan sorotan masyarakat terkait target pemerintah mengurangi emisi sebagaimana komitmen terhadap perjanjian perubahan iklim. Sementara menurutnya, kondisi kerusakan lingkungan Indonesia memang kasat mata.
Di tambah lagi, lanjut Salamuddin, subsidi APBN terhadap sektor migas makin tinggi untuk solar, LPG 3 kg dan listrik. "Ditambah lagi dengan dana kompensasi energi yang sangat besar untuk BBM dan listrik yang sangat menguras APBN. Ini menjadi isue politik utama," imbuhnya.
Ia juga menilai, pendapatan negara dari bagi hasil migas tidak lagi signifikan, sementara subsidi dari APBN kepada migas membesar. "Strategi mengatasi ini sangat sulit dan hampir tidak ada jalan keluarnya karena masalah ketergantungan pada BBM dan LPG," ujarnya.
Persoalan sektor ESDM ini berat bagi pemerintahan Prabowo-Gibran menurut Salamuddin mengingat agenda transisi energi yang digadang-gadang jadi solusi pun tidak bisa berjalan cepat karena berbiaya mahal.
"Agenda transisi energi sebagai jalan keluar tidak dapat dijalankan dengan cepat karena mebutuhkan biaya yang mahal dan oleh sebagian besar kalangan dikatakan menciptakan gangguan ekonomi, fiskal dan keuangan," terangnya.
Salamuddin juga mengungkapkan, ketergantungan ekonomi yang makin besar pada pendapatan ekstraktif SDA, berhubungan erat dengan deforestasi yang merupakan ancaman terbesar bagi iklim. Sedangkan usaha besar hilirisasi, menurutnya membutuhkan konsistensi dan ketegasan sikap pemerintah. Sementara di sisi lain, lanjutnya, pemerintah masih menghadapi tantangan dari dunia usaha yang masih mengandalkan ekspor bahan mentah.
"Usaha besar hilirisasi membutuhkan konsistensi dan ketegasan sikap pemerintah, sementara masih menghadapi tantangan dari dunia usaha yang masih mengandalkan ekspor bahan mentah," ujarnya.
Salamuddin juga menyoroti soal masih banyaknya kegiatan ilegal dalam bidang SDA yang melibatkan kegiatan ekploitasi SDA sendiri, hingga kejahatan kelas satu yakni pencucian uang hasil ekploitasi SDA. Persoalan ini dinilai Salamuddin kian besar dengan adanya sistem devisa bebas karena membuka peluang uang hasil eksploitasi SDA dibawa kabur ke luar negeri.
"Ada masalah terbesar dalam sektor keuangan SDA yakni sistem devisa bebas yang mengakibatkan hasil ekpoitasi SDA, hasil perdangannya, hasil financialisasinya, uangnya dibawa kabur ke luar negeri," pungkasnya.[] Saptaningtyas
0 Komentar