Demokrasi Hanya Menggunakan Rakyat sebagai Komoditi





MutiaraUmat.com -- Direktur Siyasah Institut Ustaz Iwan Januar menuturkan kritikannya terkait kondisi sistem demokrasi yang sesungguhnya adalah hanya menggunakan rakyat sebagai komoditi.

"Bahwa demokrasi memang hanya menggunakan rakyat sebagai komoditi. Sebagai komoditas pemenangan pemilu, maka akan diberikan janji-janji. Yang secara rasio sebetulnya itu enggak masuk akal tapi untuk rakyat kebanyakan janji-janji itu ya bagus untuk mereka. Seperti makan siang gratis, susu gratis, itu kan sebetulnya belum bisa kita cerna gimana itu nanti sumber keuangannya dan segala macam itu," ungkapnya dalam Program Kabar Petang: Kabinet Prabowo Ala Amerika di YouTube Khilafah News pada Selasa (7/5/2024). 

Ustaz Iwan berpandangan, begitulah demokrasi, suara rakyat dibutuhkan hanya pada saat pesta pemilu, setelah itu suara dan hak rakyat akan diabaikan, sekalipun sudah membayar pajak. 

Namun, Ia menyebut, meski sudah berkali-kali menjadi komoditas politik, rakyat masih saja belum belajar dari pengalaman yang telah terjadi. 

"Dan yang lebih kita cemaskan lagi dan kita sesalkan yaitu para akademisi para-para tokoh masyarakat, alim ulama yang mereka justru memperkokoh keberlangsungan sistem demokrasi yang malah telah menyusahkan rakyat sepanjang kehidupan bangsa negara ini hidup," tuturnya. 

"Politik demokrasi itu rumit, jelimet, susah untuk transparan dan rakyat itu kemudian akhirnya hanya dibutuhkan sampai dibilik suara, lebih dari itu maka rakyat tidak dibutuhkan lagi," sambung Ustaz Iwan.

Ia mengatakan, pentingnya mengkritik pemerintah bukan hanya tentang sosok pemimpin namun juga tentang sistem yang diterapkan. 

"Kita melihat bukan dari sosok personalnya ya, dari partainya tapi dari sistem yang berlaku hari ini itu demokrasi, itu menciptakan suasana sistem yang tidak transparan, tidak menciptakan rakyat yang berdaulat. Ada sesuatu yang jauh panggang dari api," ungkapnya. 

Karenanya, siapapun yang memimpin dengan jalan demokrasi maka nasib rakyat akan tetap sama sebab yang menjadi tuan-tuan yang wajib disejahterakan adalah para kapital. 

"Hari ini kita tidak bisa menutup mata dalam konstelasi politik global negara-negara besar terutama negara adidaya seperti Amerika Serikat, mereka itu punya kepentingan dan ini memang simbiosis mutualisme mengarah kepada parasitisme," ungkapnya.

Seperti diketahui, saat ini, Indonesia juga butuh negara-negara besar, termasuk Cina untuk investasi ekonomi dan lain sebagainya. 

"Tapi lebih banyak kemudian menguntungkan pihak negara-negara besar. Maka saya katakan mutualisme tapi pro parasitisme, begitu," tegasnya. 

Ia juga mencontohkan, betapa banyak SDA Indonesia seperti tambang yang dikelola asing. Alhasil, yang menikmati hasilnya asing bukan warga lokal dan bukan bangsa ini. 

"Jadi dalam pencaturan hari ini sudah menglobal ya. Maka kita tidak menutup mata bahwa campur tangan asing itu sangat besar dan mereka menentukan kebijakan suatu negara sehingga pemerintah manapapun yang ingin berkuasa, mereka harus mengakomodir kepentingan dari negara-negara tersebut," tutupnya. [] Tenira

0 Komentar