Anak Menjadi Pelaku Kriminal, Pendidikan Keluarga Mandul?

MutiaraUmat.com -- Lagi-lagi media dibuat tercengang oleh perilaku generasi saat ini. Berita anak-anak yang menjadi perilaku kriminal bukan lagi menjadi hal yang asing dilakukan.

Kasus pembunuhan dan sodomi MA (6) di Sukabumi misalnya. Ia adalah korban pembunuhan yang dilakukan oleh temannya sendiri yang baru berusia 14 tahun (Sukabumi.id 02/05/2024).

Tak hanya itu, baru-baru ini juga beredar berita kematian Airul Harahap (13) seorang santri Pondok Pesantren Raudhatul Mujawwidin, Jambi. Ia juga menjadi korban pembunuhan seniornya AR (15) dan RD (14) (metrojambi.com 04/05/2024).

Miris dari dua kasus tersebut hanya sebagian dari ribuan kasus kriminal yang dilakukan oleh generasi. Menurut Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia menunjukkan bahwa jumlah anak yang berhubungan dengan hukum meningkat pada tahun 2020-2023 yaitu hampir 2.000 kasus. Jika dibandingkan dengan 3 tahun lalu, pada tahun 2020 dan 2021 kasus anak yang tersandung kasus hukum ini 1.700-an dan meningkat pada tahun 2022, yaitu mencapai 1800-an. 

Berdasarkan data KPAI, tindak kriminal yang paling banyak dilakukan adalah kekerasan fisik dan kekerasan seksual. Tahun 2020 mencakup 29,2% dari total tindak pidana, sedangkan kekerasan seksual mencapai 22,1%.

Dari Fakta di atas tentu membuat kita miris karena begitu rusaknya generasi pada saat ini. Sejatinya akar permasalahan generasi saat ini karena diterapkan sistem kapitalisme di negeri ini. Sistem ini terbukti telah gagal dalam membentuk generasi yang memiliki akhlak yang mulia yang takut akan dosa.

Kapitalisme pun telah membuat seorang anak lupa akan jati diri mereka yang sesungguhnya. Sebab dalam usia tersebut anak-anak masih dalam masa untuk bermain, belajar dan berkembang di lingkungan baik. Namun sebaliknya perilaku anak saat ini sungguh sadis bagaimana tidak mereka menjadi pelaku kriminal dengan berbagai macam perilaku, mulai melakukan pemerkosaan, bullying, tawuran, narkoba, pembunuhan, dan lain sebagainya.

Sementara itu, lingkungan hari ini baik di lingkungan sekolah maupun di masyarakat banyak memberikan contoh yang tidak baik bagi anak-anak yang belum bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. 

Kemudian dari sisi media sosial banyak menayangkan konten-konten kejahatan dan berbagai kemaksiatan, yang mudah di akses oleh anak-anak melalui handphone nya.

Paradigma kapitalisme pun hanya pada materi semata. Maka tak heran jika orang tua saat ini hanya berfikir bahwa dirinya hanya sebagai pemberi materi dan mereka merasa sudah cukup jika anak-anak sudah di beri  mainan, pakaian, makanan, dan pendidikan di sekolah yang di inginkan dan pengasuhan pun dialihkan kepada orang lain dan tanpa kontrol yang kuat dari orantuanya. 

Di lain sisi orang tua hanya berfokus pada materi sebagaimana sistem kapitalisme pada saat ini, akhirnya anak-anak tidak mendapatkan pendidikan yang benar di dalam rumah sebagaimana yang kita tahu bahwa pendidik pertama pada anak adalah keluarga (ayah dan ibu).

Kemudian di sekolah pun hanya diarahkan oleh kurikulum sistem pendidikan kapitalisme, dimana kurikulum saat ini hanya mencetak generasi untuk mengejar prestasi  yang nantinya bisa bekerja dan siap menghasilkan materi sebanyak-banyaknya. Pun nilai agama menjadi terbelakang. 

Negara pun masih lemah dalam memberi sanksi atas pelaku kejahatan dan apabila anak-anak di bawah 18 tahun mereka di adili dalam peradilan anak yang tidak membuat si anak menjadi jera. Akibatnya, anak-anak menjadi pelaku kejahatan  semakin marak.

Pendidikan keluarga menjadi mandul, salah satunya adalah karena kurangnya pengetahuan dan wawasan orangtua tentang bagaimana mengasuh dan mendidik anaknya berdasarkan syariat Islam. Akibatnya anak jauh dari agama.

Islam Solusi

Sungguh berbeda dengan sistem Islam dalam menjaga generasi dari segala kehancuran dan kerusakan, Islam memiliki aturan yang kongkrit dalam mengatur kehidupan baik dari segi keimanan, moral, akhlak, dan pengembangan potensi diri. 

Islam memiliki sistem pendidikan yang mampu dan sudah terbukti mampu menghasilkan generasi berkepribadian Islam bukan kriminal. Keberhasilan ini tidak lepas dari sistem pendidikan Islam dan generasi mempunyai akhlak yang Islami.

Salah satu kurikulum pendidikan dasar harus mampu mencetak generasi yang memiliki kepribadian Islam, tolak ukur kepribadian Islam ini di lihat dari pola pikir (Aqliyah) Islam dan pola sikap (Nafsiyah) Islam peserta didik. 

Kepribadian Islam ini akan mendorong seseorang untuk senantiasa dalam ketaatan dan menjauhi kemaksiatan secara sadar. Mentalitas demikian mampu mencegah perilaku menyimpang seperti yang banyak terjadi berbagai kejahatan.

Juga dari sistem pendidikan Islam melahirkan generasi yang siap dan mampu mengemban amanah besar seperti menjadi orang tua, mereka akan paham bagaimana hak dan kewajiban yang harus di jalankan ketika dalam mendidik anak-anaknya kelak, dari generasi yang berkepribadian Islam akan melahirkan keluarga yang Islami pula.

Selain dari sistem pendidikan, Islam juga memberikan perhatian khusus kepada keluarga, Islam memandang bahwa keluarga sebagai fondasi awal sebuah peradaban karena kualitas generasi pertama kali ditentukan oleh keluarga, Islam menjadikan ibu sebagai sekolah pertama bagi seorang anak, didikan seorang ibu yang berlandaskan syariat Islam akan membentuk anak-anak yang shaleh dan shalihah. Wallahu A’lam Bishshawab.[]

Oleh: Nur Aiza Wadhurianti 
(Generasi Peduli Umat)


0 Komentar