10 Juta Gen Z dalam Kondisi NEET, Siyasah Institute: Kesalahan Kebijakan Pendidikan

MutiaraUmat.com -- Merespons masalah generasi zilenial (Gen Z) kurang lebih 10 juta berada dalam kondisi tidak sekolah juga tidak bekerja not employing, education, training (NEET) Direktur Siyasih Institute Ustaz Iwan Januar menegaskan itu jelas kesalahan dari kebijakan pendidikan dan pembangunan nasional. 

"Ada hampir 10 juta Gen Z dalam kondisi NEET (not employing, education, training) jelas kesalahan kebijakan pendidikan dan pembangunan nasional. Ini bukan saja kesalahan pemerintah sekarang, tetapi sejak pemerintahan sebelumnya," ujarnya kepada MutiaraUmat.com, Selasa (21/5/2024). 

Iwan menjelaskan, hal itu karena arah pendidikan dan rekayasa sosial ekonomi di Tanah Air juga tidak jelas. Padahal jumlah penduduk yang banyak bagi Indonesia harusnya menjadi bonus demografi, bukan malah jadi masalah baru. 

"Sebagai contoh, mahalnya biaya kuliah membuat banyak keluarga tidak mampu memasukkan anaknya ke perguruan tinggi, akhirnya hanya punya ijazah SMA. Sedangkan lulusan SMA ini rata-rata tidak punya skill yang mumpuni untuk terjun di dunia kerja, kecuali pekerjaan kasar. Mereka yang lulusan SMK juga dihadang persoalan lain; ketidaksesuaian antara keahlian dengan dunia usaha lapangan kerja," cetusnya. 

Iwan menyayangkan lulusan SMK menjadi penyumbang pengangguran terbesar di Tanah Air, sebagaimana dilaporkan BPS 2023. Padahal beberapa tahun lalu pemerintah mendorong anak-anak muda masuk SMK. Sementara itu balai latihan kerja pun terbatas, baik jumlah maupun sarana dan prasarananya. Di samping tidak cepat mengikuti perkembangan dunia bisnis dan industri.  

Di sisi lain, lanjutnya sebagian Gen Z kini mengidap penyakit sosial ingin sukses dengan cara instan. "Sebagian Gen Z mengidap penyakit sosial ingin sukses dengan cara instan. Malas kerja keras, ingin fun, hobi flexing, dan sebagainya. Lihat saja remaja kita membanjiri medsos dengan konten yang tidak kreatif dan jauh dari kepantasan. Kalaupun ada yang berkualitas jumlahnya sedikit," ujarnya. 

Ditambah lagi, menurut Iwan, secara umum rakyat memang sulit mendapatkan akses ekonomi dan pendidikan. "Apalagi mereka yang tinggal di daerah terpencil. Sekolah jumlahnya terbatas, sebagian tidak layak, kurang tenaga pengajar, kalaupun ada banyak yang masih honorer, susah akses internet dan transportasi. Pemerintah malah fokus pada pembangunan mercusuar seperti IKN, kereta cepat, bandara dan jalan tol. Sebagian proyek itu mangkrak, atau dilego murah pada swasta dan asing," ungkapnya. 

Visi Misi tidak Jelas 

Iwan menyayangkan, negara tidak punya visi dan misi yang jelas dan berkhidmat kepada rakyat. Setiap orde/masa justru bagi-bagi kekuasaan dan oligarki yang berkuasa. 

"Andaikan ada grand design pembangunan clear dan detil, serta berkhidmat pada rakyat, namun setiap orde justru oligarki yang berkuasa. Bagi-bagi kekuasaan. Sementara rakyat dibuai dengan janji muluk yang tidak terealisir. Sementara itu, SDA justru jadi ajang bancakan konglomerat dan pengusaha asing," sesalnya. 

Karena itulah ia mengingatkan agar umat kembali kepada ideologi Islam karena hanya Islam yang punya gambaran nyata soal arah pembangunan. 

"Umat harus kembali pada ideologi Islam yang punya gambaran riil arah pembangunan. Islam mengarahkan umat harus menjadi negara adidaya yang memimpin dunia. Dengan SDA yang luar biasa, jumlah penduduk yang banyak adalah bonus demografi maka harus disiapkan pendidikan yang bermutu,  terjangkau bahkan gratis hingga jenjang perguruan tinggi, rakyanya pun dididik untuk bekerja keras dan berkhidmat membela Islam. Baru tuntas persoalan itu," pungkasnya.[] Witri Osman

0 Komentar