Wacana Cuti Ayah, Dapatkah Memperbaiki Kualitas Generasi


MutiaraUmat.com -- Isu pemberian cuti ayah kepada Aparatur Sipil Negara (ASN) pria tengah menjadi perbincangan di tengah masyarakat. Cuti ayah merupakan cuti yang biasanya diberikan kepada pegawai laki-laki untuk mendampingi istrinya yang melahirkan dan setelahnya. 

Wacana ini mencuat setelah adanya rancangan aturan ASN pria agar bisa ikut menikmati 'cuti ayah' untuk mendampingi istrinya melahirkan dan mengasuh bayi. Hal itu nantinya termuat di dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) mengenai manajemen ASN. Yang saat ini RPP tersebut sedang digodok bersama Komisi II DPR. Dikutip dari idntimes.com (14/03/24) 

Pemerintah menjelaskan alasan adanya usulan hak cuti ayah bagi ASN pria. Pemerintah berpandangan peran ayah dalam mendampingi istri melahirkan dan fase awal pasca-persalinan, merupakan momen penting. Dengan adanya pemberian hak cuti tersebut, diharapkan kualitas proses kelahiran anak bisa berjalan dengan baik. Terlebih fase itu penting untuk menyiapkan sumber daya manusia (SDM) terbaik penerus bangsa dengan generasi yang berkualitas. Cuti ini juga bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan ibu dan anak agar dapat tercapai sesuai dengan tujuan pembangunan nasional. 

Pemerintah juga menyampaikan bahwa selama ini yang diatur hanya cuti bagi ASN perempuan yang melahirkan. Sementara, cuti bagi ASN pria yang istrinya melahirkan belum pernah diatur secara khusus. Adapun untuk lama cuti ayah di Indonesia masih dalam tahap pembahasan. Sementara, Sejumlah perusahaan internasional di beberapa negara telah memberlakukan cuti ayah dengan variasi waktu mulai dari 15 hari hingga 60 hari. 

Namun nyatanya, wacana cuti ayah bagi ASN pria dinilai setengah-setengah dan dianggap tidak adil. Bagi sebagian kalangan kebijakan pemerintah seolah menganakemaskan ASN, tanpa memikirkan nasib pekerja di sektor swasta. Mereka menilai seharusnya kebijakan ini diterapkan secara adil dan menyeluruh.

Dikutip dari tempo.co (16/03/24) Presiden Asosiasi Serikat Pekerja atau Aspek Indonesia Mirah menyampaikan, "Kalau memang keputusannya itu diberikan cuti ketika istrinya melahirkan, maka berikanlah cuti untuk semua pekerja. Untuk ASN, swasta dan BUMN. Artinya harus rata, jangan ada semacam diskriminasi." Sudah semestinya pemerintah menetapkan kebijakan yang dapat dirasakan oleh pekerja di seluruh sektor, baik swasta maupun negeri. Selain itu, perlu dipastikan juga perihal gaji atau upah, sebab akan percuma jika mereka mendapatkan cuti tanpa digaji.


Solusi Tambal Sulam ala Kapitalisme Sekuler

Melihat fenomena absennya ayah dalam menjalankan peran yang seharusnya ikut serta mendidik anak (fatherless) memang menjadi salah satu faktor permasalahan yang menentukan kualitas generasi saat ini. Namun tak bisa dimungkiri hal tersebut bukan menjadi satu-satunya faktor. Terdapat banyak faktor yang membuat generasi jadi lemah dan berkualitas rendah. 

Rendahnya kualitas generasi sejatinya dipengaruhi oleh beberapa faktor: pertama, pendidikan dalam keluarga; kedua, lingkungan masyarakat; ketiga, peran negara dalam menjaga generasi. 

Tekanan ekonomi yang dirasakan oleh hampir sebagian besar masyarakat Indonesia menyebabkan keluarga pun terkena imbasnya. Ini menyebabkan keluarga tidak menjalankan peran sebagaimana mestinya. 

Hilangnya kesadaran orang tua dalam mendidik anak di rumah untuk menjadikan mereka sebagai generasi berkualitas tampak semakin menjadi-jadi, khususnya peran ayah yang sejatinya diperlukan juga keberadaannya. Maka tidak heran jika saat ini muncul istilah fatherless. Demi memenuhi tuntutan kebutuhan hidup atau bahkan untuk memenuhi gaya hidup, orang tua disibukkan dengan bekerja, alhasil keluarga khususnya anak-anak mereka terabaikan. 

Kondisi masyarakat saat ini juga terbukti berpengaruh dalam membentuk generasi yang ada. Masyarakat yang liberal dan serba permisif (serba membiarkan) akan membentuk masyarakat yang hanya mementingkan diri sendiri, tidak peduli terhadap orang lain, dan cenderung bertingkah semaunya tanpa melihat lagi norma-norma yang berlaku. 

Hal ini semakin diperparah dengan abainya negara terhadap perannya sebagai penjaga generasi. Alih-alih menjaga dan mencetak generasi menjadi generasi cemerlang, negara justru membiarkan racun-racun pemikiran barat seperti sekulerisme, liberalisme, hedonisme, dan segala turunannya yang jelas-jelas merusak hinggap di tengah generasi. 

Lemahnya negara dalam pengontrolan terhadap media juga menjadi celah masuknya racun-racun pemikiran di tengah generasi dan umat. Merebaknya konten-konten kekerasan, pornoaksi dan pornografi melalui tontonan, film, musik dan game menjadi senjata yang sangat berbahaya saat ini. 

Faktor-faktor di atas menjadi bukti jelas bahwa negara kapitalisme gagal menjaga dan mencetak generasi yang berkualitas. Ini juga membuktikan bahwa rendahnya kualitas generasi adalah permasalahan sistemik yang membutuhkan penanganan sistemik pula. Rendahnya kualitas generasi menjadi keniscayaan akibat kondisi rendahnya kualitas orang tua. Sejatinya kondisi ayah yang tidak berkualitas dikarenakan ayah juga sama-sama korban keadaan sistem kapitalisme yang diterapkan di negeri ini. Adapun adanya wacana "Undang-Undang Cuti Ayah" hanya menjadi solusi tambal sulam yang lahir dari pragmatisme semata. 

Tak bisa dimungkiri, munculnya permasalahan di atas dan segala kerusakan merupakan konsekuensi logis dari penerapan sistem kehidupan kapitalisme sekularisme, yang telah menjauhkan agama dari kehidupan manusia. Sistem ini mengarahkan manusia untuk terus berorientasi pada kepuasan materi, dengan berbagai cara, tanpa melihat halal-haram dalam ajaran Islam. Alhasil, manusia saat ini hidup dalam penderitaan, kesengsaraan dan kerusakan yang semakin parah. 

Oleh karena itu, untuk menyelesaikan permasalahan di atas tidak hanya cukup sekadar membuat kebijakan Cuti Ayah. Karena permasalahan di atas hanyalah permasalahan cabang yang tidak akan pernah selesai jika tidak dituntaskan hingga ke akar masalahnya. Maka dari itu Dibutuhkan solusi yang lebih komprehensif yang bisa menyelesaikan akar masalah yang ada. 


Saatnya Kembali pada Solusi Islam

Selama umat masih menerapkan sistem kehidupan kapitalisme sekuler, maka mustahil tercipta orang tua yang berkualitas baik ayah ataupun ibu, karena sejatinya sistem tersebut telah terbukti mencabut fitrah orang tua sebagai pendidikan utama dalam keluarga.

Islam sebagai agama sekaligus pandangan hidup yang menyeluruh terbukti mampu menjadikan manusia menjalankan fungsinya sesuai dengan yang diperintahkan Allah Swt. Syariat Islam memiliki solusi tuntas terhadap segala permasalahan manusia termasuk masalah generasi. 

Islam menjadikan tugas menjaga kualitas generasi tidak hanya menjadi tanggung jawab orang tua (ayah dan ibu) saja, melainkan juga melibatkan supporting system, termasuk peran masyarakat dan pemerintah atau negara dengan segala kebijakannya dalam berbagai aspek kehidupan.  

Negara Islam dengan konsep Khilafahnya akan menerapkan seluruh aturan Islam dalam setiap kebijakan dan perundang-undangan. Khilafah menjadikan hukum syarak sebagai sumber hukum, dan menjadikannya sebagai kedaulatan tertinggi dalam pemerintahan. Hal ini juga merupakan konsekuensi bagi seluruh kaum muslim untuk selalu terikat secara penuh terhadap hukum-hukum Allah tanpa terkecuali, termasuk dalam bernegara. 

Kebijakan pemerintah untuk menjaga kualitas generasi akan terlihat dari sistem pendidikan berbasis akidah Islam yang akan diterapkan oleh Khilafah, hal ini bertujuan untuk mewujudkan generasi berkualitas dan taat terhadap syariat. Out put yang lahir dari sistem pendidikan ini akan memiliki ketakwaan individu yang tinggi, berakhlakul kalrimah, sekaligus unggul dalam berbagai bidang. Itu semua merupakan gambaran generasi dambaan. 

Selain itu, khilafah juga akan memberikan jaminan kesejahteraan bagi seluruh warga negara dengan cara menyediakan lapangan pekerjaan bagi para pencari nafkah, menjamin layanan pendidikan, serta kesehatan secara gratis dan berkualitas. Dengan terpenuhinya hak rakyat, dan terjaminnya kesejahteraan di tengah umat, ditambah adanya edukasi yang diberikan Khilafah pada setiap keluarga dalam DDaulah, maka akan memunculkan kesadaran bagi setiap lapisan masyarakat untuk menjalankan fungsi sesuai perannya masing-masing, termasuk fungsi dan peran orang tua terhadap anaknya. 

Munculnya ayah dan ibu yang berkualitas tak bisa dilepaskan dari kesadaran individu terhadap perintah Allah. Setiap individu dalam Daulah Khilafah yakin bahwa segala apa-apa yang dilakukannya di dunia kelak akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat, termasuk amanahnya dalam mendidik generasi. Dengan begitu orang tua akan sangat serius dan berhati-hati dalam menjaga dan mendidik anak-anaknya. Hal ini sebagaimana yang telah Allah perintahkan dalam al Qur'an, surah At-Tahrim (66) ayat 6:

يٰۤاَ يُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا قُوْۤا اَنْفُسَكُمْ وَاَ هْلِيْكُمْ نَا رًا وَّقُوْدُهَا النَّا سُ وَا لْحِجَا رَةُ ... 

"Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu..."

Selain itu, dalam daulah juga terdapat masyarakat yang khas, berkarakter islami, karena memiliki kebiasaan saling mengingatkan atau menasihati satu sama lain. Aktivitas amar makruf nahi mungkar akan menciptakan suasana yang selalu diliputi oleh iman dan takwa. Dengan begitu, hidup aman dan tentram pun akan dirasakan oleh setiap warga negara. 

Daulah juga akan senantiasa menjaga rakyatnya khususnya generasi, karena Khilafah sadar betul bahwa itu merupakan tanggungjawabnya. Salah satu cara Daulah menjaga generasi adalah mengawasi dengan ketat seluruh media yang ada. Media dalam Islam bukan hanya memberikan hiburan semata. Peran media dalam Daulah adalah bersifat edukatif, politis juga strategis sebagai benteng penjaga umat dan negara dari berbagai jenis kerusakan pemikiran asing. 

Demikianlah konsep Khilafah dalam mencetak orang tua berkualitas sekaligus menjaga generasi. Dengan mekanisme seperti di atas, peran orang tua akan terlaksana dengan maksimal. Begitupun generasi dalam Daulah akan terselamatkan dari kehancuran, baik fisik maupun pemikiran. Wallahu a'lam bishshawab. []



Oleh : Wiwit Irma Dewi, S. Sos.I
Pemerhati Sosial dan Media

0 Komentar