THR Dikenai Pajak?

Mutiaraumat.com -- Metode tarif efektif rata-rata (TER) dalam pemungutan pajak THR karyawan oleh pemerintah yang diberlakukan sejak 1 Januari 2024 telah menuai banyak komentar, karena dianggap perhitungannya lebih besar dari tahun tahun sebelumnya. Hal demikian membuat rakyat berteriak, khususnya para karyawan yang akan menerima THR.

Seperti yang dilansir Tirto.id (Rabu, 24 Maret 2024), dikabarkan bahwa 
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat, Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Kementerian Keuangan, Dwi Astuti, telah membantah tudingan bahwa potongan pajak THR menjadi lebih besar setelah penerapan sistem TER. 

Menurutnya, tidak ada perubahan beban pajak yang ditanggung oleh wajib pajak. "Penerapan metode penghitungan PPh Pasal 21 menggunakan TER tidak menambah beban pajak yang ditanggung oleh wajib pajak," ulasnya pada media.

Namun seharusnya yang menjadi perhatian bukanlah sekedar pada kenaikan tarif pungutan pajak THR, melainkan perihal kepekaan pemerintah terhadap para karyawan  yang dikenai pajak atas "Tunjangan Hari Raya".

Bukankah seharusnya pemerintah menjamin kesejahteraan para karyawan dengan mensubsidi kebutuhan mereka selaku rakyat Indonesia khususnya di hari raya? 
Tapi mengapa sampai hati untuk men tarif pajak terhadap tunjangan yang diberikan perusahaan kepada mereka?

Sementara itu masih sering didengar bahwa dana pajak yang dipungut dari rakyat telah dinikmati oleh segelintir orang untuk menambah kekayaan skandal individu. Tidak cukupkah dana pajak yang katanya untuk pembangunan negeri itu jika hanya dipungut dari PBB, PPh, PPN,  PPnBM dan lain sebagainya? 

Meskipun itu semua sudah sangat cukup mencekik rakyat. Belum lagi pungutan yang diambil dengan mengatasnamakan "zakat" padahal tidak ada tuntunannya dalam hukum Islam seperti halnya zakat penghasilan.

Perlu diketahui bahwa dalam sistem Islam, telah diharamkan bagi negara memungut pajak terhadap rakyatnya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

إِنَّ صَاحِبَ الْمَكسِ فِيْ النَّارِ

“Sesungguhnya pelaku/pemungut pajak (diadzab) di neraka” [HR Ahmad 4/109, Abu Dawud kitab Al-Imarah : 7].

Dalam dunia Islam, pemerintah wajib menjamin kesejahteraan juga menjaga harta rakyatnya. Pemungutan pajak tidak diambil dari seluruh aspek rakyat melainkan telah ditentukan golongan khusus yang nantinya akan dikenai pajak, dan itupun harus dipastikan bahwa pemungutannya tidak sampai memberatkan. 

Hanya sistem Islam yang sejarahnya terbukti benar-benar mampu mensejahterakan rakyatnya tanpa perlu menguras harta dari hasil jerih payah mereka. Adapun anggaran pembangunan dan fasilitas negara akan dihasilkan dari pengelolaan sumber daya alam dengan maksimal, sehingga rakyat bisa turut merasakan hasil dari sumber daya alam tersebut. 

Infrastuktur megah, Rumah Sakit, fasilitas kesehatan, gedung gedung sekolah, perpustakaan, laboratorium, bendungan, dan  masih banyak fasilitas negara lainnya yang dapat dibangun tanpa pemungutan pajak terhadap rakyat, jika negara mampu mengelola SDA dengan amanah.

Hal tersebut telah dibuktikan oleh sistem pemerintahan Islam yang berjaya pada seratus tahun silam. Peninggalan infrastuktur dan sisa peradaban pun dapat dijumpai di sepertiga wilayah dunia.

Semoga suatu saat nanti Indonesia dapat memberlakukan sistem yang betul-betul dapat menjamin kesejahteraan rakyat, tanpa perlu menguras jerih payah rakyat seperti yang terjadi saat ini. Sebuah sistem yang sangat dirindukan oleh ummat manusia yang didalamnya sangat menjunjung tinggi keadilan dan kesejahteraan, seperti yang telah dicontohkan oleh manusia paling mulia saat memimpin negara, yaitu Nabi Muhammad Saw.[]

Oleh: Adreena Shazfa
(Aktivis Muslimah)

0 Komentar