Mutiaraumat.com -- Setelah meraih beberapa penghargaan dari beberapa tahun kebelakang mulai dari Penghargaan Pelayanan Publik seperti Adipura, Bakti Ekonomi Desa dari Kemendes PDTT hingga penghargaan ajang Baznas dan masih banyak penghargaan-penghargaan di Kabupaten Kebumen.
Namun sayangnya penghargaan-penghargaan yang diraih ini belum cukup untuk “menyelamatkan” Kabupaten Kebumen dari berbagai problematika yang saat ini dihadapi baik oleh Pemerintah Kabupaten secara umum maupun langsung dirasakan oleh masyarakatnya.
Sampai hari ini Kebumen masih menduduki 10 besar kabupaten termiskin di Jawa Tengah, masih memiliki angka stunting yang tinggi, harga kebutuhan pokok yang kadang tak terkendali, juga berbagai problematika lain yang tak kunjung usai meskipun sudah banyak meraih penghargaan.
Bahkan, saat ini muncul problematika baru naiknya retribusi parkir hingga mencapai 100 persen yang akan diberlakukan mulai tahun ini, hal ini sejalan dengan kebijakan Peraturan Daerah Kabupaten Kebumen Nomor 11 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Tarif parkir sepeda motor yang semula Rp 1.000 rupiah menjadi Rp 2.000 rupiah, kendaraan roda empat yang semula Rp 2.000 rupiah menjadi Rp 4.000 rupiah, sedangkan kendaraan bermotor roda enam atau lebih Rp 5.000 rupiah (21/03)
Kebijakan naiknya retribusi parkir tentu tidak serta merta melainkan bagian dari dampak kebijakan-kebijakan sebelumnya atau yang akan datang termasuk kebijakan pengadaan dana intensif RT RW yang baru-baru ini diputuskan hal ini mengakibatkan pemerintah harus berpikir keras agar pendapatan daerah bertambah sehingga tidak mengalami defisit, maka wajar jika pada akhirnya retribusi parkir pun ikut naik.
Belum lagi ditambah dengan berbagai aspek yang seharusnya bisa dikelola sepenuhnya oleh pemerintah baik pusat atau setempat akhirnya dikelola oleh swasta. Pada tahun 2021 data investasi yang ada di Kebumen sampai akhir triwulan IV nilainya sudah mencapai Rp 186,2 miliar lebih. Hal ini semakin menunjukkan eksistensi investor di Kebumen yang seringkali menjadikan masyarakat kehilangan haknya seperti lingkup ruang hidup.
Hal demikian wajar terjadi dalam negara yang menganut sistem ekonomi kapitalis dimana keuntungan dan manfaat selalu menjadi tujuan dari setiap diberlakukannya kebijakan sekalipun kebijakan yang diambil justru semakin menyulitkan rakyat.
Salah satu dampak kecilnya adalah naiknya retribusi parkir yang seharusnya bisa diberikan pemerintah secara gratis dengan jaminan keamanan, sebab parkir seharusnya adalah fasilitas yang bisa diberikan kepada masyarakat sebagai bentuk pelayanan wujud penjagaan dan perlindungan kepada umat.
Dalam Islam parkir di zona publik tidak diperbolehkan ditarik pungutannya. Karena ini merupakan arena publik seperti jalan umum adalah kepemilikan umum berbeda ketika parkir tersebut di wilayah khas seperti halaman individu itu justru diperbolehkan diambil pungutannya.
Kondisi ideal yang demikian tentu hanya bisa dirasakan oleh umat tatkala sistem kehidupan yang diadopsi oleh negara adalah sistem yang berasal dari Sang Pencipta yakni Islam. Dalam Islam seorang kepala negara berkewajiban untuk menjalankan hukum-hukum Allah Swt yang membawa pada kemaslahatan untuk umat, sebagaimana sabda Rasulullah Saw:
إِنَّمَا الإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ فَإِنْ أَمَرَ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ وَعَدْلٌ كَانَ لَهُ بِذَلِكَ أَجْرٌ وَإِنْ يَأْمُرُ بِغَيْرِهِ كَانَ عَلَيْهِ مِنْه
[رواه البخاري ومسلم]
“Sesungguhnya seorang imam itu [laksana] perisai. Ia akan dijadikan perisai saat orang akan berperang di belakangny, dan digunakan sebagai tameng. Jika ia memerintahkan takwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan adil, maka dengannya, ia akan mendapatkan pahala. Namun, jika ia memerintahkan yang lain, maka ia juga akan mendapatkan dosa/azab karenanya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Dengan demikian maka, semakin jelas bahwa kehidupan yang aman, nyaman, tentram, dan terpenuhinya berbagai hak dan kewajiban umat hanya akan terwujud ketika di dalam sistem Islam. Sudah seharusnya kita sebagai umat muslim untuk sadar dan kembali pada jalan yang benar. Wallahu’alam bishshawab.[]
Oleh: Lulita Rima Fatimah, Amd.Kom.
(Aktivis Muslimah)
0 Komentar