Sanksi yang Tidak Membuat Jera, Saatnya Kembali pada Sistem Islam


MutiaraUmat.com -- Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) memberikan Remisi Khusus (RK) dan Pengurangan Masa Pidana (PMP) kepada 159.557 narapidana dan anak binaan beragama Islam dalam momen Idulfitri 1445 H yang diprediksi jatuh pada Rabu (10/4).
Menkumham Yasonna Laoly mengatakan pemberian remisi ini sebagai bentuk hadiah bagi narapidana dan anak binaan yang telah mengikuti program dengan baik (cnnindonesia.com, 09/04/2024). Terkait remisi lebaran ini salah satunya bisa dilihat di LPKA Wilayah Provinsi Gorontalo. Ada 643 warga binaan dan anak binaan yang menerima remisi khusus lebaran di LPKA Wilayah Provinsi Gorontalo. Khusus di Lapas Kelas II A Kota Gorontalo, ada 356 warga binaan yang menerima remisi khusus lebaran 2 diantaranya dinyatakan bebas (kompas.tv, 16/04/2024).

Sebelumnya pemerintah juga memberikan remisi nyepi kepada narapidana yang beragama Hindu. Ketua Kelompok Kerja Humas Kemenkumham, Deddy Eduar Eka Saputra memberikan keterangan bahwa Sebanyak 1.642 narapidana beragama Hindu mendapatkan RK Nyepi tahun 2024 dengan rincian 1.636 orang mendapat RK I (pengurangan sebagian) dan 6 orang mendapat RK II (langsung bebas) (news.detik.com, 11/03/2024).

Remisi pada momen tertentu seringkali diberikan oleh pemerintah kepada para narapidana. Tanpa melihat efek dari pemberian remisi telah menghilangkan efek jera. Bertambahnya kejahatan dengan bentuk yang makin beragam menjadi bukti tidak adanya efek jera. Hal ini tampak diantaranya saat menjelang perayaan Idul Fitri 1445 H/2024 M, kasus kejahatan tercatat naik. Total ada 2.427 kejadian gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) pada Senin, 25 Maret 2024 (Metrotvnews.com, 27/03/2024).

Tidak bisa dipungkiri, hukum di negeri ini memang lemah. Seringkali sanksi yang diberikan kepada para pelaku kejahatan tidak sesuai dengan tindak kejahatan yang dilakukan. Ditambah pula adanya sistem naik banding yang diterapkan di negeri ini berpeluang memberikan keringanan pada para pelaku kejahatan. Terkesan negara tidak serius memberikan efek jera kepada para pelaku kejahatan.

Begitulah negeri demokrasi kapitalis. Hukum bisa dibeli, hukum bisa ditawar, sehingga hukum akan tunduk dengan mereka yang mampu membayar. Istilah hukum tajam ke bawah tapi tumpul ke atas bukan menjadi rahasia lagi. Hukum menjadi sebuah permainan bagi mereka yang memiliki uang.

Dalam Islam, hukuman atau sanksi berfungsi sebagai zawajir dan jawabir. Sebagaj zawajir maksudnya adalah pencegah tindak kejahatan. Fungsi ini dapat dilihat dari salah satu penerapan uqubat dalam Islam yaitu qisos, Allah SWT berfirman: "Dan dalam qishas itu ada jaminan kehidupan bagimu, wahai orang-orang yang berakal agar kamu bertakwa." (TQS Al-Baqarah: 179).

Yang dimaksud qishas adalah hukuman balasan yang seimbang bagi pelaku pembunuhan maupun perusakan atau penghilangan fungsi anggota tubuh orang lain yang dilakukan dengan sengaja. Jadi jika seseorang telah membunuh orang lain makan hukuman bagi dia adalah juga dibunuh. Jika seseorang melukai atau menghilangkan salah satu anggota tubuh orang lain maka hukuman bagi dia juga dilukai atau dihilangkan salah satu anggota tubuhnya sebagaimana yang sudah dia lakukan pada orang lain. Itulah fungsi zawajir, dengan adanya qishas akan menimbulkan afek jera pada pelaku.

Sedangkan hukuman berfungsi sebagai jawabir maksudnya adalah sebagai penebus dosa. Kejahatan dalam Islam adalah perbuatan - perbuatan tercela yang melanggar syariat Allah. Setiap pelanggaran terhadap syariat Allah adalah dosa. Dan setiap dosa pasti akan dibalas atau diadzab oleh Allah di Akhirat nanti. Hukuman atau sanksi di dunia bagi pelaku kejahatan akan menggugurkan dosanya sehingga nanti di Akhirat tidak akan di adzab oleh Allah. Adzab di Akhirat lebih pedih dibandingkan hukuman di dunia. Itulah makna dari fungsi jawabir.

Diriwayatkan dari Imam Bukhari dari Abu Ubadah bin Ash-Shamit, mengatakan “Rasulullah SAW telah bersabda kepada kami di sebuah majelis, ‘Kalian berbaiat kepadaku untuk tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anak-anakmu, tidak membuat-buat dusta yang kalian ada-adakan sendiri, dan tidak bermaksiat dalam kebaikan. Siapa saja menepatinya, maka Allah akan menyediakan pahala, dan siapa saja yang melanggarnya kemudian dihukum di dunia, maka hukuman itu akan menjadi penebus baginya. Dan bagi siapa saja yang melanggarnya kemudian Allah menutupinya (tidak sempat dihukum di dunia), maka urusan itu diserahkan kepada Allah. Jika Allah berkehendak, maka Dia akan menyiksanya, dan jika Dia berkehendak, maka Allah akan memaafkannya.’ Lalu (Ubadah bin Ash-Shamit melanjutkan) “Kami pun membaiat Rasulullah SAW atas hal-hal tersebut.”

Begitulah sanksi Islam berfungsi sebagai zawajir dan jawabir. Selain memiliki sistem sanksi yang tegas dan memberikan efek jera, Islam juga memiliki seperangkat aturan untuk menjamin kesejahteraan tiap individu rakyatnya. Dalam Islam, negara wajib menjamin kebutuhan pokok rakyatnya, seperti pangan, sandang, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan. Harus benar - benar dipastikan individu per individu rakyat terpenuhi semua kebutuhan pokoknya secara layak. Dengan adanya jaminan terpenuhinya kebutuhan pokok secara layak maka kehidupan rakyat menjadi sejahterah dan itu bisa menutup celah adanya kejahatan.

Hanya saja, hal tersebut bisa diwujudkan ketika negara menerapkan syariat Islam secara kaffah yang dipimpin oleh seorang Khalifah. Negara yang menerapkan Islam secara kaffah akan mewujudkan suasana ketakwaan yang kuat. Penguasa yang menerapkan aturan Islam semata karena Allah. Dan rakyat yang patuh diatur dengan aturan Islam juga karena Allah. Ketakwaan yang ada diantara penguasa dengan penguasa, penguasa dengan rakyat, atau rakyat dengan rakyat juga bisa mencegah munculnya tindak kejahatan. Maka dengan penerapan Islam kaffah kehidupan menjadi berkah.

Allah SWT berfirman dalam surat Al A'raaf ayat 96:

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ ٱلْقُرَىٰ ءَامَنُواْ وَٱتَّقَوْاْ لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَـٰتٍ مِّنَ ٱلسَّمَآءِ وَٱلأَْرْضِ وَلَـٰكِن كَذَّبُواْ فَأَخَذْنَـٰهُمْ بِمَا كَانُواْ يَكْسِبُونَ

"Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya."

Wallahu a'lam bishshawab. []


Oleh: Dwi Aminingsih, S.Pd.
Pemerhati Masalah Sosial dan Politik Islam

0 Komentar