Refleksi Hardiknas 2024: Pendidikan Harus Diarahkan pada Hakikat Penciptaan Manusia

MutiaraUmat.com -- Merefleksi Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2 Mei 2024, Analis Senior Pusat Kajian dan Analisis Data (PKAD) Fajar Kurniawan mengatakan, seharusnya pendidikan diarahkan agar manusia sadar akan hakikat penciptaannya. 

"Seharusnya pendidikan kita ini diarahkan agar manusia sadar, paham tentang hakikat penciptaannya," tuturnya kepada MutiaraUmat.com, Sabtu (27/ 4/2024). 

Ia menjelaskan, jika merujuk pada maksud Allah SWT menciptakan manusia sebagai khalifah di bumi, artinya manusia harus bisa mengelola bumi secara baik, sebagaimana yang diatur oleh Allah SWT. Dengan begitu, berarti manusia harus bisa memanfaatkan seluruh sumber daya yang ada dengan sebaik-baiknya. Tidak menimbulkan kerusakan, sebaliknya menimbulkan kebaikan dan rahmat bagi seluruh alam. 

"Jadi, apa yang diberikan oleh Allah SWT bisa dieksploitasi dengan cara yang baik untuk memenuhi kebutuhan hidup manusi. Seperti potensi perikanan, pertanian, energi, tambang minyak, gas bumi, dan sebagainya," terangnya. 

Fajar melanjutkan, kesadaran akan tujuan penciptaan manusia inilah yang seharusnya menjadi fondasi dari sebuah proses pendidikan. Artinya fondasi awalnya ialah penanaman konsep ketauhidan, keimanan, yaitu bahwa manusia diciptakan bukan bebas nilai yang tidak akan dimintai pertanggungjawaban, tetapi justru kelak manusia akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah SWT.

Ia mencontohkan realisasi maksud penciptaan tersebut seperti adanya potensi perikanan. Manusia sadar bahwa potensi itu dikaruniakan Allah SWT kepada manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Maka, manusia akan mengeksplorasi diri, meningkatkan pengetahuan dan skill (kemampuan) agar bisa mengelola potensi perikanan itu dengan sebaik-baiknya. 

"Karena, sebagai khalifah, wakil Allah di bumi, dia harus bisa menjadikan bumi ini menjadi lebih baik," tegasnya. 

Potret Pendidikan 

Menurut Fajar, fokus pendidikan saat ini langsung jumping (loncat), langsung seolah-olah berdiri sendiri, manusia bisa mengatur apa saja sesukaannya tanpa terikat dengan aturan-aturan Allah SWT. Akibatnya, ketika memiliki pengetahuan dan keterampilan, manusia menggunakannya tanpa memperhatikan posisi (kedudukannya) di hadapan Allah SWT.

"Sehingga, tidak menjadi kejutan lagi bahwa banyak manusia-manusia yang pintar, cerdas, tetapi tidak punya keimanan. Walhasil, justru dia paling depan untuk menimbulkan banyak kerusakan," mirisnya. 

Dalam keterangannya Fajar menyampaikan, inilah permasalahan fundamental yang hari ini dihadapi oleh dunia pendidikan. Menurutnya, seolah-olah pendidikan hanya sekadar transfer knowledge, transfer skills, padahal itu semua adalah turunan dari manakala manusia telah sadar akan hakikat penciptaannya. Maka, imbuh Fajar, seharusnya manusia juga meningkatkan  knowledge, meningkatkan skiils agar manusia bisa menjadi khalifatullah fil ardhi yang baik, yang benar, dan amanah. 

"Di situlah kemudian dibutuhkan yang namanya pengetahuan, keterampilan. Bukan langsung jumping, langsung loncat, tetapi dia tidak tahu fondasi dasarnya," sedihnya. 

Menurutnya, dilepaskannya atau tidak adanya penanaman akidah, keimanan, dan kesadaran akan posisi manusia di hadapan Allah SWT,(bahkan sudah lama absen di dunia pendidikan) sekarang, inilah yang disebut sebagai sekularisasi. Bahkan menurutnya, di beberapa aspek yang lain. Itulah liberalisasi. 

"Pendidikan dipandang hanya sekadar materi, tidak lagi bicara tentang substansi/makna pendidikan itu, tapi pendidikan hanya dipandang sebagai sebuah upaya/cara untuk meningkatkan kompetensi pengetahuan, kemudian dengan itu dia akan bisa mendapatkan pekerjaan yang layak, pekerjaan yang dapat menghasilkan materi," pungkasnya.[] Faizah

0 Komentar