Prestasi yang Menyedihkan, Indonesia Peringkat Dua Konten Pornografi se Asean

MutiaraUmat.com -- Masalah pornografi semakin membelit kehidupan remaja. Bagaikan jamur yang terus berkembang di tempat yang kondusif.  Media tak hentinya menyajikan konten pornografi yang digadang bisa menaikkan jumlah penonton seiring dengan penghasilan ekonomi.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Hadi Tjahjanto menemukan konten kasus pornografi anak Indonesia masuk peringkat empat global dan peringkat dua di regional ASEAN. Selama empat tahun terakhir ditemukan data sebanyak 5.566.015 kasus pornografi dikutip dari National Center For Missing Exploited Children (NCMEC) (CNN Indonesia).

Hadi mengatakan maraknya penyebaran pornografi melibatkan anak di internet. Bahkan korban pornografi itu terdiri dari anak-anak tingkat PAUD sampai SMA.

"Menteri Komunikasi dan Informasi per 14 September 2023 telah memutus akses terhadap 1.950.794 semuanya sudah di-take down" kata Hadi. Namun jika melihat kasusnya banyak korban yang menutupi dan tak melaporkan kejadian. Begitupun laporan dan data kasus konten pornografi selama ini tak cerminkan jumlah kasus yang terjadi di lapangan.

Menko Polhukam akhirnya membentuk satuan tugas (Satgas) untuk mensinergikan lintas kementerian dengan melibatkan 11 lembaga negara untuk menangani kasus pornografi pada anak-anak. 

Kementerian/lembaga negara yang masuk dalam Satgas di antaranya Kemendikbud, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA),Kemenag, Kemensos, Kemenkominfo, Polri, KPAI, Kemenkumham, Kejaksaan, LPSK dan PPATK.
Usai Hadi menggelar rapat bersama dengan para menteri dan kepala lembaga negara di Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis (18/4). 

Konten Pornografi yang Miris

Faktanya kasus pornografi pada anak terus bertambah. Konten pornografi ibarat bak koin emas yang bisa menjanjikan bisnis perputaran uang. Belum lagi kemajuan teknologi dan industri digitalisasi, membuat industri pornografi berkali kali lipat berkembang dari tahun sebelumnya. Banyak aplikasi dan iklan ketika membuka website/situs yang menyajikan seksual dengan konten 18+.

Pemicu tindakan pornografi sangat beragam. Mulai dari pergaulan bebas, sering melihat konten pornografi yang mereka akses, minuman keras, hingga tuntutan ekonomi. Bahkan sungguh miris, pelakunya adalah orang dekat korban.  Ada ayah kandung, kakak kandung, ayah sambung, kakek, paman atau teman dekat. Orang terdekat di era pergaulan bebas ini bukanlah menjadi pelindung yang aman namun menjadi sosok singa yang sewaktu waktu bisa menerkam. 

Media dan pergaulan bebas seakan berkerjasama dalam merusak generasi. Predator seksual hadir di kehidupan pada usia anak yang masih belia. Tidak hanya melakukan pelecehan, perilaku bejat lantas direkam kemudian diunggah hanya untuk meraup cuan. 

Tentu hal ini tidak bisa selesai hanya dengan pentingnya edukasi seks atau sekadar mengecek kondisi psikologi pelaku dan korban. Sungguh tidak selesai hanya dengan hal tadi, karena realitas di lapangan menyajikan semua kasus konten pornografi anak dipicu oleh stimulus seksual yang bertebaran di mana-mana, baik berupa visual dalam tontonan, gambar, lukisan. Teks visual seperti chat tulisan, novel, komik, hingga di kehidupan sosial masyarakat.

Apakah ini masalah individual? Tentu tidak? Menciptakan kehidupan sosial yang sehat membutuhkan peran negara. Masyarakat sudah muak dengan banyaknya kasus asusila yang mengorbankan anak.

Penguasa sebagai representasi negara wajib memberikan perlindungan hakiki pada anak. Tidak hanya memastikan terpenuhinya kebutuhan tumbuh kembang anak. Negara jangan hanya melihat pornografi sebatas dari apa yang disebut “konten dewasa”, sedangkan pada saat yang sama abai membenahi sistem sosial masyarakat. 

Sistem Sosial dalam Islam 

Masalah pornografi, Islam memiliki konsep khas. Pertama, menerapkan syariat yang melindungi sistem tata sosial. Kedua, menerapkan politik media yang melindungi masyarakat dari konten pornografi.

Pertama, sistem tata sosial (ijtima’iy) dalam Islam diatur dengan seperangkat syariat mengenai interaksi manusia. Islam mengatur tentang cara perempuan dan laki-laki menjaga aurat. 

Secara umum, juga memerintahkan laki-laki dan perempuan untuk menjaga interaksi, tidak berdua-duaan, tidak bercampur baur dan berinteraksi (kecuali dalam perkara muamalat, pendidikan, dan kesehatan). Islam pun mengatur agar laki-laki dan perempuan sama-sama menjaga kemuliaan dan kehormatan demi terwujudnya tata sosial yang sehat.

Kedua, politik media. Negara berperan melindungi masyarakat dari informasi dan visualisasi media yang mengacaukan sistem sosial masyarakat. Negara tidak boleh berkompromi dengan industri pornografi dengan alasan prinsip kebebasan. Negaralah yang justru akan menjadi perisai dan melindungi siapa pun dari paparan konten pornografi.

Penelaahan terhadap syariat tidak akan memunculkan perdebatan panjang mengenai definisi pornografi. Dalam Islam, batasan aurat perempuan maupun laki-laki sudah sedemikian gamblang. 

Sanksi negara yang diterapkan, harus memberi efek jera agar kasus serupa tidak terulang lagi. Kasus pornografi terkategori kasus takzir dalam syariat Islam.  Jenis hukuman bisa dalam bentuk pemenjaraan hingga hukuman mati sesuai hasil ijtihad khalifah. Pada kasus pornografi yang berkaitan dengan perzinaan, maka akan ditegakkan had zina sebagai sanksi bagi para pelaku. Bagi ghayru muhsan 100 kali cambuk, sedangkan muhsan berupa hukuman rajam.

Kondisi ini sekaligus menjadi langkah strategis negara untuk melindungi seluruh warga, entah sebagai korban maupun mencegah mereka yang berpotensi menjadi pelaku. Masalah pornografi anak membutuhkan penelaahan realitas dan komparasi sistemis. Hanya sistem Islam yang memiliki konsep ideal untuk melindungi anak dan memutus mata rantai pornografi pada anak.


Oleh: Maulida Nafeesa
Pemerhati Pendidikan

0 Komentar