Pajak THR Memberatkan Rakyat
MutiaraUmat.com -- Tunjangan hari raya atau THR yang diberikan pekerja swasta akan dikenakan pajak pegawai swasta tersebut, dikenakan pajak penghasilan atau PPH sesuai pasal 21 pemotongan ini langsung dilakukan oleh perusahaan untuk disetorkan ke kas negara perhitungan pajak, ini dilakukan dengan metode tarif efektif Januari 2024 potongan pajak THR dengan metode TR Pada 2024 ini disebut-sebut lebih besar dari tahun-tahun sebelumnya. Kebijakan ini membuat publik kaget dan protes.
Namun direktur penyuluhan pelayanan dan hubungan masyarakat Direktorat Jenderal Pajak atau DJP Kementerian Keuangan Dwi Astuti, membantah Tudingan bahwa potongan pajak THR menjadi lebih besar setelah penerapan sistem TR menurutnya tidak ada perubahan-perubahan pajak yang ditanggung oleh wajib pajak. Kebijakan ini tidaklah mengejutkan, justru semakin menunjukkan tata negara yang saat ini diatur menggunakan sistem kapitalisme.
Sistem kapitalisme merupakan sebuah sistem kehidupan yang orientasi aturannya berlandaskan keuntungan materi. Sistem ini berbahaya batil bahkan zalim, ketika diterapkan seperti saat ini negara yang seharusnya menjadi pelayan untuk masyarakatnya justru menjadi negara Pemalang rakyatny. Dalam pandangan kapitalisme pajak merupakan pemasukan terbesar negara, maka tidak mengherankan jika negara sering membuat kebijakan untuk melegalkan pemungut pajak. Hal ini sangat berbeda dengan mekanisme sumber pemasukan negara yang diatur oleh sistem Islam.
Islam memiliki sumber pemasukan negara yang bermacam-macam, Syekh takyudin an-nhabani dalam kitab nizhomul i'tishadi menjelaskan bahwa lembaga Baitul Mal adalah Departemen Keuangan Negara yang memiliki sumber pemasukan yang berasal dari tiga pos yaitu kepemilikan negara, kepemilikan umum dan zakat masing-masing pos memiliki jalur pemasukan dan pengeluaran masing-masing.
Pos kepemilikan negara berasal dari harta fai', kharaj, usyur, jizyah, ghanimah, ghilul dan rhikaz dan sejenisnya. Sumber tersebut merupakan sumber tetap pemasukan negara, Pos kepemilikan umum berasal dari harta pengelolaan kekayaan alam milik umat, sementara pos zakat bersumber dari harta zakat kaum muslimin baik itu zakat fitrah maupun zakat mal, harta wakaf dan shodaqoh semua. Pemasukan ini sangat cukup untuk membiayai kebutuhan negara dan masyarakat sebagaimana yang pernah terjadi pada masa kepemimpinan khalifah Harun ar-rasyid.
Pada masa Khilafah Harun ar-rasyid keuangan negara struktur 900 juta Dinar. Sumber kepemilikan negara namun sifatnya tidak tetap atau temporer dan insidental sebab negara hanya akan menjadikan duri bahkan sebagai alternatif ketiga kondisi khas Baitul Mal
sedang menipis bahkan kosong. Sementara negara harus memenuhi kebutuhan masyarakat karena kondisi genting dan penting yang jika tidak dipenuhi segera akan menimbulkan dharor atau bahaya bagi masyarakat, seperti terjadi bencana pembangunan infrastruktur di daerah terisolasi dan jenisnya.
Dalam Islam pajak tidak diambil kecuali pada kondisi yang wajib memenuhi dua: syarat pertama hal itu diwajibkan atas Baitul Mal dan kaum muslimin sesuai dengan dalil-dali Syariat yang kedua di Baitul Mal tidak ada harta yang mencukupi untuk kebutuhan. Ketentuan tersebut juga dijelaskan oleh Syekh Abdul Qodim zallum dalam kitabnya dan mukadimah Adustur pajak dengan kondisi tersebut berdasarkan sabda Rasulullah Saw "sedekah yang paling utama adalah dari orang kaya (muttafaq alaih). Dan luar biasanya dharibah hanya akan dipungut dari kaum muslimin yang memiliki kelebihan harta yakni kaum muslimin yang sudah tercukupi kebutuhan mereka sendiri dan keluarganya secara Makruf. Demikianlah ketentuan pajak atau dhoribah dalam sistem Islam yang prakteknya sangat berbeda dengan pajak dalam sistem kapitalisme.
Dalam sistem kapitalisme semua barang dikenakan pajak seperti gaji THR rumah kendaraan, Bahkan makanan dan sebagainya praktek pajak seperti ini diancam oleh Rasulullah SAW telah diriwayatkan dari uqbah bin Amir bahwa ia telah mendengar Rasulullah SAW bersabda, "Tidak masuk surga pemungut cukai" (HR Ahmad dan disahihkan oleh Al Hakim). Islam juga mewajibkan negara menjamin kesejahteraan rakyatnya melalui berbagai mekanisme seperti menjamin ketersediaan lapangan pekerjaan bagi laki-laki jaminan tersebut adalah bentuk jaminan tidak langsung dari negara agar masyarakat mampu memenuhi kebutuhan pokok mereka yang meliputi sandang pangan dan papan. Ada pula jaminan kebutuhan dasar publik yang meliputi pendidikan kesehatan dan keamanan kebutuhan tersebut akan dijamin secara langsung oleh negara sehingga semua masyarakat dapat menikmatinya dengan kualitas terbaik dan gratis.
Seperti inilah gambaran sistem Islam mengatur terkait sumber pemasukan negara pajak dan jaminan kesejahteraan Rakyat semua ini akan terwujud manakala umat menerapkan islam kaffah. Wallahu a'lam. []
Febriani Safitri, S.T.P.
Pemerhati Masalah Sosial
0 Komentar