Maraknya Kekerasan pada Anak

MutiaraUmat.com -- Dunia anak sedang tidak baik baik saja. Marak sekali terjadinya kasus kejahatan yang merugikan anak. Yang notabene nya anak anak ini masih jauh di bawah umur. Peran negara pun dipertanyakan dalam memberi sanksi yang tepat lagi sepadan untuk menangani kasus ini. 

Dilansir dari JawaPos.com Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)mencatat sebanyak 2.355 kasus pelanggaran yang masuk sebagai laporan kekerasan anak hingga Agustus 2023. Serta dilansir pula dari data KPAI, ada 723 kasus kekerasan yang berhubungan dengan satuan pendidikan. Artinya anak anak yang terkena dampak kekerasan sebagian besar adalah anak yang masih sekolah (09/08/2023).

Ditambah kasus pada awal 2024,yaitu penganiayaan yang dilakukan oleh pengasuh kepada anak dari seorang artis papan atas. Penyebabnya hanyalah karena anak ini menolak untuk diberikan obat. Hai itu pun membuat pengasuhnya hilang kesabaran dan melakukan penganiayaan yang sangat kejam. liputan6.com (30/04/2024) 

Berita diatas menunjukkan kepada kita semua lemahnya negara dalam memberikan perlindungan atas anak. Tidak hanya negara bahkan juga sampai tingkat keluarga. Serta tidak adanya jaminan keamanan yang baik untuk anak sekalipun di dalam keluarga. Sehingga anak pun sangat rentan untuk mendapat kekerasan dan penganiayaan.  

Dalam tingkatan keluarga,faktor pemicu terjadinya kekerasan pada anak adalah karena anak tidak diasuh secara mandiri oleh orang tuanya, melainkan oleh orang lain (pengasuh). Dikarenakan orang tua harus memenuhi tuntutan kebutuhan hidup yang ada. Sehingga anak pun terabaikan dan lepas kontrol. 

Sedangkan dalam tingkatan masyarakat, masyarakat cenderung bersifat individualis. Mereka hanya mementingkan urusan pribadi daripada mencampuri urusan orang lain di sekitarnya. Padahal, masyarakat juga memiliki peran yang besar dalam proses pertumbuhan individu. 

Seharusnya jaminan keamanan dan perlindungan anak dapat diperoleh anak dengan mudah. Karena hal tersebut menjadi tanggung jawab segala pihak. Entah keluarga, masyarakat, maupun negara. Namun sayang nya, hal tersebut tidak mampu diwujudkan oleh tiga pilar ini.

Semua hal terjadi dikarenakan kehidupan masyarakat Indonesia yang berada dalam naungan ideologi Kapitalisme. Ideologi yang berasaskan kebebasan. Membuat banyak orang semakin merasakan beratnya kehidupan. Salah satu dampak yang dihasilkan adalah meningkatnya stress, sehingga mengakibatkan mudahnya seseorang untuk melakukan tindak kejahatan termasuk kekerasan. 

Maka menjadi jelas bahwa mandulnya regulasi yang ada menunjukkan kepayahan negara dalam memberikan pengaturan. Walaupun sebelumnya telah dilakukan revisi oleh pemerintah terhadap UU P-KDRT maupun UU perlindungan anak. Maka menjadi jelas bagi kita semua bahwa regulasi yang di tetapkan oleh pemerintah bukanlah regulasi solutif, sebab ia tidak mampu menyelesaikan seluruh permasalahan yang terjadi secara tuntas. 

Berbeda dengan negara Islam, Islam mewajibkan setiap orang memahami pentingnya perlindungan anak dan berperan dengan baik dalam mewujudkannya di dalam semua lapisan masyarakat, baik keluarga, masyarakat maupun negara. Karena negara Islam berasaskan akidah Islam, yang membuat semua individu memahami kewajibannya dalam melindungi anak. 

Ditambah negara Islam akan menerapkan sanksi yang tegas dan menjerakan bagi semua pihak yang melakukan tindak kekerasan terhadap anak. Serta membuat orang lain tidak ingin melakukan hal yang serupa. 

Seperti ini lah negara Islam akan mengatur keadaan negaranya dengan menerapkan regulasi dan mekanisme terbaik yang berasaskan syariat. Sebab Islam hadir sebagai perisai dan solusi bagi seluruh problematika ummat. 

Oleh karena itu sudah menjadi kewajiban seluruh ummat untuk memperjuangkan kembali tegaknya negara Islam ini, yang tiada lain adalah 
Khilafah ala minhaji nnubuwwah.
Wallahu taala a'lamu bisshawwab


Oleh: Shofiyah Hilyah
Aktivis Muslimah

0 Komentar