Marak TPPO Modus Magang ke Luar Negri
Topswara.com -- Magang kerja merupakan salah satu mata kuliah wajib di perguruan tinggi bagi mahasiswa akhir. Magang kerja ini diharapkan mahasiswa siap menghadapi tantangan di dunia kerja setelah ia lulus nanti.
Namun seiringnya waktu, program magang kerja dijadikan modus adanya tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Sungguh sangat miris mengapa kampus dan mahasiswa bisa terjebak pada TPPO, terlebih tergiur untuk magang di luar negeri, seolah-olah jika ada kata-kata ‘luar negeri’ masa depan terjamin, mendapatkan sertifikat yang menunjang pekerjaan, syukur-syukur bisa direkrut oleh perusahaan, mendapat gaji yang mumpuni.
Di satu sisi generasi yang seharusnya menjadi pilar beradaban malah diperas tenaganya untuk keserakahan kaum kapital.
Dilansir dari detik.com (25/3/2024) Universitas Negeri Jakarta (UNJ) menjadi salah satu dari 33 perguruan tinggi di Indonesia yang menjadi korban penipuan bermodus program magang Ferienjob ke Jerman. UNJ bersiap mengambil langkah hukum terkait hal ini.
Sekretaris Edura UNJ, Syaifudin, mengungkapkan bahwa program magang Ferienjob ini awalnya diketahui pihak kampus setelah dikenalkan oleh PT SHB dan CV Gen. Oleh karena itu, UNJ menyiapkan jalur hukum terkait kerugian yang dialami oleh pihak kampus.
Kemudian dilansir dari Tempo.co (27/3/2024) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) sedang mengkaji pemberian sanksi terhadap 33 perguruan tinggi yang terlibat Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dengan modus program magang untuk mahasiswa ke Jerman atau ferien job. “Kami sedang melakukan kajian ini (sanksi). Ini kami terus melakukan koordinasi dengan Kabareskrim, juga difasilitasi Kantor Staf Presiden (KSP),” kata Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbudristek Abdul Haris.
Abdul menegaskan program ferien job sendiri tidak memenuhi kriteria yang dapat dikategorikan dalam kegiatan Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) dan telah diperjelas sejak 27 Oktober 2023 melalui Surat Edaran Dirjen Diktiristek. Hal itu lantaran MBKM merupakan upaya Kemendikbudristek dalam menyediakan ruang kepada mahasiswa untuk belajar di luar kelas yang mampu memberikan pembekalan skill dan peningkatan kompetensi.
Kasus TPPO pada perguruan tinggi bukanlah yang pertama, sebelumnya di salah satu Politekni, mengirimkan mahasiswa ke Jepang untuk program magang, namun yang terjadi mahasiswa menjadi pekerja kasar, dipekerjakan tidak manusiawi, tidak ada jam untuk istirahat, jika membangkang akan disiksa, mengapa hal ini bisa terjadi? Bukan kah seharusnya pihak kampus menseleksi dalam bekerja sama terutama dengan pihak luar negeri?
Saat ini standar pendidikan mengacu pada Barat, sehingga segala sesuatu baik penilaian kampus, penilaian mahasiswa didekte oleh Barat, termasuk pada program magang kerja dengan negara lain.
Jika suatu perguruan tinggi bekerja sama dengan perusahaan luar negeri itu akan meningkatkan akreditasi kampus, karena dianggap berhasil bekerja sama dengan pihak luar.
Program ferienjob artinya mengisi kekosongan tenaga kerja, yang mana pekerjaan yang akan dilakukan pada sektor-sektor yang menguras tenaga seperti cuci piring, karena di Jerman salah satu negara yang mengalami lost generation, oleh karena itu mahasiswa diiming-iming gaji besar jika magang di sana.
Namun perlu ditelisik, bekerja sama dengan pihak asing tidak salah, yang harus digaris bawahi bertujuan untuk apa, jika bertujuan untuk segera mendapatkan pekerjaan maka ini selaras dengan konsekuensi diterapkannya sistem kapitalisme, yakni segala sesuatunya diukur dengan materi, mahasiswa belajar diharapkan segera mendapatkan pekerjaan, bukan untuk memecahkan problematika umat.
Miris sekali, generasi yang seharusnya fokus menuntut ilmu, malah tenaga dan pikirannya disalah gunakan bagi keserakahan kaum kapital. Ini menunjukkan kegagalan negara dalam melindungi generasi. Salah satu peran negara adalah menyediakan lapangan pekerjaan, namun faktanya masyarakat harus berebut mencari kerja, tidak terkecuali mereka mencari kerja hingga keluar negeri.
Pendidikan dalam Islam
Sungguh berbeda sekali ketika Islam diterapkan dalam kehidupan, Islam bukan hanya mengatur ibadah ritual saja, tetapi Islam adalah sebuah aturan kehidupan, yang mana dalam sistem Islam generasi dididik untuk fokus belajar, dan keilmuannya digunakan untuk kemaslahatan umat, terkait lapangan pekerjaan, negara lah yang seharusnya memfasilitasi semua itu. Sehingga tidak akan ada tindak pidana perdagangan orang dengan modus magang.
“Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya” (HR al-Bukhari).
Artinya dibutuhkan peran negara dalam mengatur magang di perguruan tinggi, tujuannya untuk mengatasi permasalahan di masyarakat bukan sebagai budak para kapital. Serta negara lah yang bertanggung jawab menyediakan lapangan pekerjaan bagi mahasiswa yang telah lulus.
Jangan sampai mahasiswa kesusahan mencari pekerjaan di dalam negeri, sehingga membuat mereka mencari pekerjaan ke luar negeri, karena hal ini membawa dampak buruk, peran negara digantikan oleh pihak swasta atau asing, dengan begini generasi mudah dijajah dalam segala sisi.
Berbeda dengan pendidikan dalam Islam, pendidikan dalam Islam mencetak generasi dengan pola pikir dan pola sikap yang sesuai dengan Isalm (syahsiah islamiah) bukan mencari pekerjaan, karena lapangan pekerjaan telah disediakan oleh negara, ada pun jika ilmu dibutuhkan untuk membangun peradaban yang berkaitan dengan teknologi maka negara yang akan mengadakannya dengan menyeleksi rakyatnya dan negara yang akan menggaji.
Dalam Islam akidah Islam dijadikan landasan dalam membuat kurikulum, maka bukan tidak mungkin jika generasi yang lahir dalam sistem Islam adalah generasi faqih fiddin.
Oleh: Alfia Purwanti
Analis Mutiara Umat Institute
0 Komentar