Kesejahteraan Nakes Terus Menjadi Korban dalam Kapitalisme


MutiaraUmat.com -- Sebanyak 249 tenaga kesehatan (nakes) di Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT), dipecat Bupati Hybertus Geradus Laju Nabit setelah berunjuk rasa menuntut kenaikan gaji. Beberapa diantaranya aspirasi yang disampaikan oleh para nakes adalah perpanjangan SPK dan kenaikan gaji agar setara dengan upah minimum kabupaten (UMK) (detik.com, 12 April 2024).
 
Tenaga Kesehatan non-ASN hanya mendapatkan upah Rp. 400 sampai Rp. 600 ribu setiap bulannya (tvonenews.com, 13 April 2024). Sedangkan berdasarkan data Badan Statistik Nasional, untuk UMR Manggarai adalah Rp. 2.186.826. Setelah kehilangan pekerjaan, para tenaga kesehatan lantas meminta maaf dengan harapan dapat kembali mendapatkan pekerjaannya (detik.com, 12 April 2024).
 
Kesehatan menjadi kebutuhan dasar hidup manusia yang seharusnya setiap individu mendapatkan jaminan untuk bisa memperolehnya dengan mudah. Sayangnya, setelah gelombang pandemi Covid-19, public terus saja disuguhi rapuhnya sistem kesehatan yang ada di negeri ini. Berbagai program transformasi sistem ketahanan kesehatan nasional diluncurkan, namun masih belum bisa menyentuh jaminan kesejahteraan SDM kesehatan atau tenaga kesehatan itu sendiri. Isu kesejahteraan SDM kesehatan masih terus menjadi momok, jaminan yang diberikan tidak selaras dengan pengorbanannya untuk menjadi garda terdepan di tengah silih bergantinya wabah penyakit.
 
Tidak ada yang bisa diharapkan dari negara yang menggunakan sudut pandang kapitalistik dalam melihat suatu masalah. Kacamata yang selalu menghantarkan pada paradigma bisnis sebagai jalan keluar, termasuk dalam aspek kesehatan. Cara pandang kapitalistik memposisikan gaji para tenaga kesehatan seolah-olah beban keuangan negara. Sehingga, layaknya orang yang tidak tahu terimakasih, usai pandemi Covid-19 berlalu, nasib tidak menentu para tenaga kesehatan yang dulu berjuang, seakan tidak cukup menjadi sirine peringatan untuk segera memperbaiki sistem kesehatan khususnya jaminan kesehatan bagi para tenaga kesehatan.   
 
Realita hidup di dalam negara yang berparadigma kapitalis sangat menyakitkan. Kapitalisme membuat negara berlepas tangan dari tanggung jawabnya. Mereka hanya melakukan lip service, dengan memberikan kata-kata sanjungan terkait pentingnya peran tenaga kesehatan. Namun, ketika dihadapkan dengan tugasnya dalam memberikan jaminan kesejahteraan, salah satunya terkait gaji, negara justru sangat perhitungan. Dalih yang dinarasikan selalu sama, yaitu efektifitas anggaran.
 
Kapitalisme juga yang menjadikan negara memiliki skema keuangan yang rapuh dalam menjamin kesehatan rakyatnya. Normalisasi terhadap tindakan privatisasi sumber daya alam yang depositnya melimpah ruah menjadikan keuntungan yang diperoleh hanya berputar pada pemilik modal. Padahal dari pengelolaan sumber daya alam secara mandiri, negara akan mendapatkan pemasukan anggaran yang melimpah ruah dan dapat membangun sistem keuangan yang kokoh. Bukan justru mengandalkan pajak dan hutang, yang mana kesejahteraan rakyat selalu menjadi pilihan yang disingkirkan.
 
Satu-satunya sistem yang dapat memberikan jaminan kesehatan rakyat termasuk kesejahteraan tenaga kesehatan hanyalah Islam. Islam hadir sebagai agama ideologis memiliki tata cara pengelolaan negara termasuk tata cara mendapatkan sumber pemasukan negara sehingga dapat memenuhi kebutuhan rakyatnya seperti menjamin kesejahteraan tenaga kesehatan. Dalam sistem ekonomi Islam, negara memiliki Lembaga keuangan yaitu Baitul mal dengan pemasukan yang melimpah ruah. Berprinsip pada tidak menormalisasi upaya privatisasi sumber daya alam. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW.
 
Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad).
 
Sehingga pemasukan utama negara berasal dari hasil pengelolaan sumber daya alam, yang kemudian seluruh maslahat yang didapatkan digunakan untuk menjamin kesejahteraan rakyat. Dana untuk pelayanan kesehatan termasuk di dalamnya kesejahteraan tenaga kesehatan menjadi salah satu yang terjamin kesediaannya. Negara akan melengkapi kebutuhan para tenaga kesehatan, seperti APD dan obat-obatan, memberi gaji bahkan intensif dan lain sebagainya karena ini merupakan bagian dari upaya mewujudkan hifdzu an-nafs (penjagaan nyawa manusia) yang menjadi bagian dari maqashid asy-syariah. Mengingat tenaga kesehatan berperan di garda terdepan pelayanan kesehatan, sehingga jaminan gaji dan intensif akan diberikan. Selain itu, jam kerja yang diberikan juga manusiawi. Tenaga kesehatan tidak akan diberikan beban kerja yang berat meskipun saat pandemic. Hal ini berkaitan dengan jaminan negara terkait kesediaan jumlah nakes yang akan banyak dan berkualitas, melalui sistem pendidikan di bidang kesehatan. Demikianlah skema yang ada dalam sistem Islam dalam menjamin kesejahteraan dan perlindungan tenaga kesehatan.
 
Wallahu a'lam bishshawab. []


Oleh: Nahida Ilma
(Mahasiswa Kesehatan)

0 Komentar