Generasi dalam Pusaran Pornografi

Mutiaraumat.com -- Sungguh sebuah pencapaian yang tidak bisa dibanggakan. Pasalnya, Indonesia dinobatkan sebagai peringkat ke 4 internasional dalam konten pornografi anak. Sedangkan dalam skala ASEAN, Indonesia menduduki posisi ke 2. Peringkat ini diumumkan oleh National Centre for Missing  Exploited Children setelah menemukan 5.566.015 kasus pornografi anak di Indonesia.

Menanggapi laporan dari National Centre for Missing  Exploited Children, pemerintah bergegas membentuk satgas penanganan untuk kasus pornografi anak di Indonesia. Satgas ini dibentuk dengan merangkul sebanyak enam Kementerian/Lembaga yakni, Polri, Kejaksaan Agung (Kejagung), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) (sindonews.com, 18/04/2024). 

Namun pertanyaannya, mampukah pembentukan satgas ini menyelesaikan persoalan pornografi anak?

Sungguh miris, kemajuan jaman yang diiringi dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, ternyata tidak melulu membawa kebaikan bagi kehidupan manusia. Faktanya, gadget terutama handphone (HP) sebagai produk masa kini terpopuler menjadi salah satu pintu utama masuknya pornografi pada anak-anak.

Ditambah minimnya pengawasan orang tua, praktis anak menjadi sasaran empuk perusakan mental melalui konten-konten porno. Yang lebih ngeri, dalam kasus ini, anak bukan hanya menjadi pecandu pornografi, tapi juga menjadi pelaku baik atas kesadaran diri mereka sendiri atau paksaan dari orang lain.

Sebenarnya, sebelum trend HP meledak, pornografi telah menjadi makanan sehari-hari. Namun era digital membuat semuanya kian tak terkendali. Pornografi makin masif. Bisa dijangkau bukan hanya orang dewasa, tapi hampir seluruh kalangan, mulai dari anak usia SMA, SMP, SD bahkan TK atau PAUD. 

Begitu banyak kasus yang berakar dari paparan pornografi, mulai dari pelecehan seksual hingga pemerkosaan yang ngerinya semua itu bisa dilakukan oleh sesama anak. 

Salah satu contoh kasus adalah terungkapnya penjualan rekaman video hubungan intim sesama jenis anak yang terjadi di Jakarta pada akhir Februari 2024 lalu. Pelaku mengaku mengelabui korban dengan cara mengajak bermain game online. 

Kasus ini hanyalah gambaran kecil dari potret buram keterlibatan anak di dunia maya. Sudahlah game online merenggut masa kecil mereka yang harusnya banyak bermain diluar ruangan, masih ditambah kejahatan digital yang mengintai mereka setiap saat. Tak terbayang, betapa mental generasi penerus bangsa ini sebenarnya telah berada diujung tanduk.

Pemerintah dengan segala upayanya selama sekian dekade, ternyata tidak mampu mengatasi persoalan pornografi. Alih-alih memberantas, pornografi justru semakin menjamur dan merajalela. Inilah gambaran nyata kerusakan masyarakat akibat kemajuan ilmu dan teknologi tanpa disertai kekokohan iman dan taqwa. Tanpa rasa takut kepada penciptanya, segala pencapaian manusia hanya akan menjadi boomerang yang menghancurkan kehidupan.

Pornografi Subur dalam Sistem Sekularisme

Satu-satunya faktor yang mampu menjaga moral manusia untuk menjauhi pornografi adalah keimanan dan ketaqwaan kepada Sang Khaliq. Namun sayang, satu pilar terpenting ini telah ditinggalkan. 

Nilai-nilai agama, terutama agama Islam yang memiliki aturan lengkap dan jelas, telah digeser oleh sekulerisme, yaitu sistem kehidupan yang memisahkan agama dari kehidupan. 

Aturan agama dianggap tidak relevan untuk diterapkan pada masa kini. Kenyataannya, jauhnya manusia dari aturan agama telah menggiring mereka pada jurang kesengsaraan. 

Hampir seluruh aspek kehidupan harusnya melibatkan nilai agama. Dengan demikian, manusia takut untuk berbuat kemaksiatan bukan hanya karena sanksi semata. Tapi lebih karena keimanannya kepada sang pencipta.

Adakah yang lebih baik, yang bisa mencegah manusia melakukan keburukan dan kejahatan selain rasa takutnya kepada Allah SWT? Tentu tidak ada. Maka menerapkan sistem sekulerisme bukanlah solusi melainkan inilah akar permasalahan yang sebenarnya. 

Disisi lain, keniscayaan dari sekulerisme adalah diterapkannya sistem kapitalistik. Dimana segala sesuatu diukur dari segi materi. Tujuan utama manusia semata-mata mencapai keuntungan dan menumpuk kekayaan pribadi.

Dalam sistem ini, apapun dilakukan asal dapat menghasilkan cuan. Tak heran, jika pornografi subur dalam sistem ini. Sebab keuntungan yang didatangkan oleh konten porno cukup besar. Para pelakunya tidak memikirkan bagaimana mental generasi serta nasib bangsa dan negara kedepannya. Bagi mereka, asal mendapatkan keuntungan maka bisnis apapun sah-sah saja.

Penerapan Sistem Islam adalah Solusi Hakiki

Persoalan pornografi adalah persoalan sistemik. Artinya, banyak faktor yang menyebabkan persoalan ini. Mulai dari faktor pendidikan, ekonomi, sosial, politik dan semua faktor lain. Jadi, persoalan ini hanya bisa diselesaikan secara sistemik pula. Islam adalah agama sempurna. Di dalamnya mencakup aturan bagi seluruh umat manusia. Bukan hanya bagi kaum muslimin saja.

Penerapannya didasarkan pada akidah Islam sehingga tujuan utamanya adalah mencapai ridha Allah bukan keuntungan materi belaka. Maka pornografi adalah salah satu hal yang paling dilarang dan paling diperhatikan penuntasannya dalam Islam. 

Islam melarang keras pornografi, diantaranya dengan menerapkan aturan menutup aurat yang syar'i, memerintahkan laki-laki menundukkan pandangan, serta menjaga ketat tata cara pergaulan laki-laki dan perempuan.

Selain itu, negara dengan sistem Islam mengatur dengan tegas konten-konten yang bisa diakses oleh warga negaranya. Tidak akan membiarkan masyarakat baik dewasa maupun anak-anak mengakses pornografi dengan mudah. Islam adalah satu-satunya agama ideologi yang memiliki aturan lengkap yang bisa diterapkan oleh umat manusia sebagai solusi kehidupan.

Tidak ada cara lain untuk keluar dari segala persoalan yang dihadapi manusia saat ini selain mencabut sistem sekuler kapitalis dan menggantinya dengan sistem Islam. Wallahu a'lam bishshawwab.

Oleh: Dinda Kusuma.W.T.
(Aktivis Muslimah)

0 Komentar