Generasi Bangsa Makin Krisis Moral, Pendidikan Karakter Gagal?

Mutiaraumat.com -- Moral generasi negara Indonesia makin memprihatinkan. Tidak terkecuali generasi Jombang. Kasus terbaru di kecamatan Mojowarno, bocah berumur 13 tahun mencabuli dua sepupunya yang berusia 10 dan 11 tahun (RadarJombang.jawapos.com, 19/04/2024).

Kasus ini merupakan satu dari sekian kasus yang terus meningkat tiap tahunnya. Ibarat gunung es, yang tampak di permukaan hanya sebagian kecil. Sedangkan, kasus-kasus yang tidak terekspos jauh lebih besar.

Sebab, nyatanya menurut WCC (Women Crisis Center) Jombang, banyak para korban yang lebih memilih untuk diam alias enggan melaporkan kasusnya. Baik karena malu maupun karena sulitnya implementasi UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).

Fakta ini menunjukkan bahwa Jombang yang telah mendapat predikat Kota Layak Anak nyatanya tidak benar-benar layak untuk anak. Ini sekaligus menerangkan bahwa Pendidikan Karakter yang digadang-gadang mampu memperbaiki moral generasi, nyatanya tidak kunjung memberikan hasil yang menggembirakan.

Wajar saja, selama pendidikan karakter yang digencarkan di benak siswa masih berbasis sekularisme (paham yang memisahkan agama dengan kehidupan), maka bisa dipastikan karakter yang terbentuk ialah karakter sekuler. Artinya, mereka hanya mau mengambil aturan agama dari sisi ibadah ritual semata. Sedangkan aturan dalam aspek lainnya (termasuk pergaulan) mereka tidak mau mengambilnya.

Walhasil, mem-bully, mencabuli, melukai, dan lain-lain merupakan hal yang wajar terjadi. Sebab, dalam benak mereka tidak ditanamkan rasa takut sedikitpun pada Sang Pencipta.

Jadi, apakah pendidikan karakter ini telah gagal? Jika karakter yang dimaksud ialah karakter sekuler, maka pendidikan karakter ini telah berhasil mencetak anak-anak berpaham sekuler. Namun, jika standar karakter yang dimaksud ialah karakter (kepribadian) Islam, jelas pendidikan karakter ini telah gagal.

Terlebih, saat ini konten-konten negatif bergentayangan di sosial media, tanpa filter dari negara. Anak-anak dengan mudahnya mengakses konten tersebut. Sedangkan mereka merupakan para peniru ulung. Awalnya mungkin tidak sengaja melihat, lalu ketagihan menonton, berikutnya ingin mempraktikkan apa yang mereka tonton. Maka wajar, kasus bocah mencabuli bocah seperti yang terjadi di Jombang ini terjadi.

Mirisnya lagi, sudahlah di dalam smartphone itu banyak konten yang tidak layak tonton, orang tua sekarang dengan mudahnya menyerahkan benda pipih itu pada anak-anak. Lagi-lagi, kondisi ekonomi yang memaksakan kedua orang tua bekerja demi memenuhi kebutuhan yang serba mahal menjadikan mereka abai pada pendidikan anak.

Sehingga, jika mau dikerucutkan, mengapa rusaknya generasi saat ini makin menjadi? Maka, jawabannya tidak hanya pada bermasalahnya sistem pendidikan saat ini. Faktor pendidikan sekuler yang tidak menanamkan rasa takut atas pengawasan dan murkanya Allah memang menjadi salah satu penyebabnya.

Namun, ada juga faktor media yang membiarkan konten-konten porno dan konten negatif lainnya. Ada faktor ekonomi yang membuat orang tua sulit mencari waktu untuk mendampingi anaknya dan sulit memberikan makanan halalan thayyiban untuk anaknya. Serta ada faktor sistem sanksi di negara ini yang tidak memberikan efek jera.

Semua itu mengerucut pada penerapan sistem kapitalisme sekuler yang diemban oleh individu, masyarakat, dan negara saat ini. Sistem ini telah menjauhkan umat dari agama dan menganggap keuntungan materi merupakan hal yang utama.

Sebaliknya, Islam sangat memperhatikan kepribadian generasi umat. Sebab, mereka ialah permata berharga yang akan membangun peradaban mulia. Karena itu, Islam mengatur sistem pendidikan berbasis akidah Islam berkualitas, gratis untuk seluruh pelajarnya. 

Negara lah yang diwajibkan menyediakan dan membiayai sarana dan prasarana serta menggaji para pengajarnya. Islam juga membina para orang tua sehingga mampu mendidik dan mengasuh anak dengan mencontoh didikan Rasulullah dan para sahabat.

Islam pun mengatur media, agar tidak ada tayangan yang bisa merusak otak dan moral generasi. Sistem ekonomi tidak lupa diatur dengan basis Islam sehingga kekayaan tidak hanya terhimpun di kantong-kantong segelintir oligarki saja. Tidak ketinggalan, Islam mengatur sistem sanksi yang memberi efek jera dan penebus dosa.

Ketika Islam diterapkan dengan sempurna, maka dipastikan akan ada kemuliaan dan keberkahan yang tercipta. Keberkahan ini tidak hanya dirasakan oleh umat Islam, tapi seluruh umat manusia bahkan makhluk lainnya. Tidakkah umat merindukan sistem mulia ini?

Oleh: Kholila Ulin Ni'ma, M.Pd.I
(Analis Mutiara Umat Institut)

0 Komentar