Diskriminasi Muslim, Buah Busuk Nasionalisme


MutiaraUmat.com -- Baru-baru ini, Pemerintahan Modi di India mengeluarkan Undang-Undang (UU) yang memicu kontroversi warganya terkhusus muslim, yakni UU Amandemen Kewarganegaraan. Dinilai kontroversial karena dalam UU tersebut mengecualikan muslim sebagai agama yang diakui untuk memperoleh kewarganegaraan atas perlindungan penduduk ilegal yang melarikan diri dari penganiayaan (CNBC Indonesia, 13/3/2024). Namun Pemerintahan Modi menepis UU tersebut diskriminatif, karna menurutnya UU tersebut hanya ditujukan sebagai bentuk perlindungan terhadap penduduk ilegal, dan bukan diberlakukan bagi warga India.

Akan tetapi UU tersebut tetap memicu kemarahan warganya. Pasalnya, jika UU tersebut untuk melindungi penduduk ilegal yang teraniaya, maka harusnya perlindungan tersebut juga diberlakukan kepada minoritas muslim di India yang notabenenya teraniaya di negara mereka sendiri. Bahkan sering menjadi sasaran dari serangan nasionalis Hindu. Terlebih setelah Modi mengambil alih kekuasaan sejak tahun 2014, dan dari penelitian yang dilakukan tercatat kasus ujaran kebencian terhadap Muslim meningkat 65% sejak enam bulan terakhir (CNN Indonesia, 12/3/2024).


Bisunya Dunia Buah dari Nasionalisme

Diskriminasi terhadap Muslim bukan lagi berita baru, terlebih ketika mereka menjadi minoritas. Namun sayangnya dunia seakan diam membisu, seolah jika korbannya ‘Muslim’ maka tidak mengapa. Ditambah sekat-sekat bangsa yang membuat negara Muslim lain tidak mampu langsung turun tangan dalam menyelesaikan masalah yang terjadi, tersebab penjara ‘nasionalisme’. Sehingga apa yang terjadi pada negara lain cukup menjadi urusan negaranya saja.

Nasionalisme atau yang biasa dikenal dengan sentimen kebangsaan berhasil membuat negara Muslim lainnya tidak memiliki kedaulatan atas negara lain. Bahkan sekadar menuntut keadilan atas Muslim pun sukar. Namun kita sadar bahwa nasionalisme inilah salah satu cara barat dalam melemahkan kaum Muslim. Sehingga Muslim saat ini layaknya buih di lautan, mereka banyak tapi tidak memiliki kekuatan. Akhirnya lihatlah bagaimana menjamurnya diskriminasi terhadap Muslim, bukan hanya muslim India, tetapi juga yang dialami Muslim Uyghur, Rohingya yang kondisinya sebagai minoritas. Bahkan kondisi Muslim sebagai mayoritas pun, ketika keselamatan mereka jelas-jelas terancam, kita sebagai negara Muslim lainnya juga tak bisa apa-apa. Seperti genosida yang terjadi pada Muslim di Palestina yang hingga detik ini belum juga menemukan titik terang.

Lembaga Internasional PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) yang seolah menjadi polisi internasional, yang memiliki wewenang dalam menyelesaikan konflik bangsa-bangsa pun tak berdaya dalam menyelesaikan penjajahan zionis laknatullah terhadap muslim Palestina. Serta membisu atas diskriminasi Muslim yang terjadi di berbagai belahan dunia. Maka mengharapkan keadilan dan perlindungan terhadap Muslim di sistem kapitalis saat ini yang menjadikan nasionalisme ikatan tertinggi dibanding akidah Islam, hanyalah ilusi semata.


Perlindungan dalam Islam

Islam sebagai agama memiliki aturan kehidupan yang komprehensif. Sehingga dikatakan juga sebagai sebuah ideologi. Ketika Islam menjadi sebuah negara, atau yang dikenal dengan Daulah Islam, yang sempat menguasai 2/3 dunia, kerukunan dan kedamaian antar agama senantiasa tercipta. Tidak memandang ia minoritas atau mayoritas, ketika ia menjadi warga negara Daulah maka perlindungan dan keadilan atas dirinya menjadi sebuah kewajiban yang harus dilaksanakan pemimpin dalam Daulah Islam, yang biasa dikenal dengan sebutan Khalifah.

Khalifah layaknya perisai, ia akan bertanggungjawab penuh atas umatnya. Sebagaimana sabda Rasulullah, “Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu perisai, di mana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)-nya.” (HR Bukhari, Muslim, Ahmad). Di samping itu, khalifah memahami betul konsekuensi kepemimpinannya sebagai sebuah amanah yang akan di pertanggungjawabkan pada pengadilan Allah kelak. Bentuk ketakwaan ini muncul karna sistem kehidupan dalam daulah berlandaskan syariat-Nya. Lantas hukum siapa yang lebih baik dari hukum Allah? Sudah seharusnya kita memahami, bahwa diskriminasi serta penindasan terhadap Muslim akan terus terjadi selama umat belum memiliki perisai. Oleh karena itu, kita harus berjuang untuk mengadakannya, agar derita umat Muslim segera berakhir. []


Oleh: Annisa Syafitri
(Aktivis Muslimah)

0 Komentar