Topswara.com -- Secara filosofis, demokrasi berpaham antroposentrisme dimana manusia dijadikan sebagai sumber segalanya. Bahkan demokrasi juga berpaham antropomorpisme dimana manusia berdaulat atas penyusunan hukum dan perundang-undangan.
Ada dua faktor utama, mengapa sistem demokrasi tidak melahirkan efektifitas penyelenggaraan negara di negeri ini. Pertama, secara genetis, demokrasi adalah ideologi transnasional yang sekuleristik liberalistik dan bahkan kapitalistik yang merupakan gerakan imperialisme dan neokolonialisme Barat terhadap negeri-negeri muslim.
Kedua, secara empirik, para elit penyelenggara pemerintahan hanya sibuk bertengkar berebut kekuasaan demi libido politiknya sendiri. Setelah berkuasa, kerja mereka hanya korupsi, kolusi dan nepotisme tanpa ada rasa malu. Lebih dari itu, demokrasi sering kali hanya melahirkan para pemimpon boneka yang menjadi budak para oligarki kaum kapitalis belaka.
Demokrasi selalu berdusta dan ingkar janji karena merupakan rekayasa manusia demi kepentingan duniawi semata. Jargon dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat justru seringkali hanya sebagai pepesan kosong, janji-janji kampanye pemilu demokrasi hanyalah dusta belaka. Secara genetik, demokrasi lebih dekat kepada karakter munafik, jika tidak hendak disebut kufur. Bahkan jika percaya kepada manusia sebagai sumber kebenaran hukum, bisa menjerumuskan kepada kesyirikan.
Banyak karakter kemunafikan yang selalu dipertontonkan oleh sistem demokrasi yang jelas-jelas dilarang oleh Allah, diantaranya adalah ingkar janji, berdusta, mengkhianati rakyat dan sumpah palsu.
Larangan Ingkar janji ditegaskan oleh Allah : Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpahmu itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat." (QS An Nahl : 91)
Sementara larangan berdusta dinyatakan dalam sebuah hadis : Tanda orang munafik ada tiga, salah satunya adalah jika berbicara dia dusta." (HR. Bukhari dan Muslim). Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Ahzab ayat 24 yang artinya: Supaya Allah memberikan balasan kepada orang-orang yang benar itu karena kebenarannya, dan menyiksa orang munafik jika dikehendaki-Nya, atau menerima taubat mereka. Sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Allah juga melarang pengkhianatan. Khianat adalah lawan dari amanah. Jika amanah adalah melaksanakan kewajiban yang sudah disanggupi, maka khianat sebaliknya, yaitu berlaku curang atau membatalkan kewajiban. Ini salah satu ciri-ciri orang munafik. Allah SWT berfirman dalam QS. An-Nisa ayat 58 yang artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh kalian menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya....”
Islam juga sangat melarang sumpah palsu, menyatakan demi Allah, namun melanggarnya. Para pejabat seringkali disumpah dibawah kitan suci, namun tidak jarang justru melakukan tindakan korupsi. Perihal orang yang suka memberikan sumpah palsu ini telah dijelaskan dalam Al Quran surat Al-Munafiqun ayat 2 yang artinya: Mereka itu menjadikan sumpah mereka sebagai perisai, lalu mereka menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Sesungguhnya amat buruklah apa yang telah mereka kerjakan."
Karena demokrasi itu ideologi transnasional yang berakar dari filsafat barat yang sekuler, maka kecenderungan para pemuja demokrasi selalu anti Islam dan terus berusaha menghalang-halangi penerapan dan perjuangan Islam. Ajakan untuk tunduk kepada Islam selalu dihalangi oleh gerombolan kaum munafik yang berkomplot dengan kaum kafir. Mereka justru menerapkan sistem thoghut dan menolak syariah.
Dari pemaparan diatas maka bisa disimpulkan bahwa selamanya demokrasi akan menjadi ideologi penipu. Negeri-negeri muslim yang menerapkan demokrasi selamanya akan rusak dan sengsara. Demokrasi juga akan terus menipu umat Islam dimanapun. Karena itu, umat Islam harus sadar akan bahaya demokrasi bagi kehidupan umat Islam.
(KotaHujan, 01/04/22 : 17.15 WIB)
Oleh: Dr. Ahmad Sastra
Dosen Filsafat
0 Komentar