Darurat Kekerasan Seksual terhadap Anak


MutiaraUmat.com -- Bejat! Satu kata yang mewakili untuk para pelaku kekerasan seksual. Namun, ironisnya lagi jika seorang ayah yang seharusnya sebagai penjaga dan pelindung justru ialah yang merusak kehormatan putrinya. Hingga kini, kasus-kasus ayah melakukan tindak keji ini terus tersorot media. 
 
Baru-baru ini, masyarakat dihebohkan oleh kasus kekerasan seksual yang terjadi pada seorang anak yang berusia lima tahun oleh ayah kandungnya sendiri. Dengan dalih mengajaknya untuk merayakan ulang tahun, ia justru diberikan kado yang sangat mengerikan berupa pelecehan seksual. Hati mana ibu yang tak tersayat, ketika melihat anaknya yang sangat disayang, dijaga kemudian dirusak oleh mantan suaminya sendiri yang notabene adalah ayah kandung dari anak tersebut. Pelaku adalah seorang petugas damkar di Jakarta Timur. 

Pelaku akhirnya dijerat dengan Pasal 82 juncto, Pasal 76 E Undang-undang no 17 tahun 2016 tentang perlindungan anak. (beritasatu.com, 2/4/2024)
 
Tak hanya itu, seorang ibu di Kabupaten Agam, Sumatra Barat melaporkan anaknya yang mengalami kasus serupa. Anaknya yang berusia 10 tahun diperkosa oleh ayah kandungnya sendiri, yang diketahui telah melakukan aksi bejatnya dari anaknya TK hingga kelas 4 SD. Bahkan anaknya mendapatkan sakit kelamin menular dari ayahnya. (BBC News Indonesia) 
 
Kasus kekerasan seksual terhadap anak memang makin marak terjadi. Dari data KemenPPA, total 15.120 kasus terjadi pada tahun 2023, 12.158 dialami oleh anak perempuan dan 4.691 dialami oleh anak laki-laki. Khusus untuk kekerasan seksual terjadi sebanyak 2.363 kasus. (antaranews.com, 19/3/2024)   
 

Fenomena Gunung Es 
 
Adanya kasus kekerasan seksual saat ini bak fenomena gunung es, banyak kasus tentunya yang belum terungkap karena banyak hambatan sebab berada pada ranah privat, ruang yang tertutup, tidak adnya saksi dan bukti. Tak semua korban juga mampu untuk melaporkan pelakunya ke pihak yang berwajib karena ancaman dari pelaku. 
 
Dalam sistem sekuler kapitalis saat ini, kekerasan seksual banyak dilakukan bahkan oleh ayah kandung. Padahal, seorang ayahlah yang harusnya terdepan dalam menjaga, melindungi dan mendidik anaknya dengan baik justru menjadi ancaman tersendiri. Kasih sayang kepada anaknya justru berubah, menjadi nafsu semata. 
 
Pada dasarnya, sex merupakan penampakan dari gharizatun nau’, yakni naluri melestarikan jenis. Ia akan muncul ketika ada rangsangan dari luar dan menimbulkan kegelisahan bagi pelaku ketika tidak terpenuhi. Dalam kebebasan bersosial media dan masyarakat dalam lingkup sistem sekuler ini, membuat banyak konten yang diproduksi untuk memamerkan kemesraan, juga konten pronografi dan pornoaksi tersebar yang tak terhitung lagi jumlahnya. Sistem hidup sekularisme membuat manusia memisahkan kehidupan agama dalam kehidupan. Hidup bebas tanpa menjadikan agama sebagai pegangan. Hingga banyak yang kebablasan. Dari konten-konten yang tak terbendung ini, menjadikan banyak pelaku yang terangsang dan memenuhi kebutuhan biologisnya walau pada anak kandungnya sendiri. 
 

Terus Berulang

Kasus yang kian merebak ini menunjukkan bahwa ada salah tata kelola dalam menjaga kemanan dan keselamatan anak-anak. Pemikiran asing kian menyebar dan tak terkendali, salah satunya pola pikir individualis yang akhirnya membuat manusia tidak saling mendorong melakukan amar makruf nahi mungkar. Sistem ini mendorong manusia hidup dalam kebebasan dan sifat individualis yang mementingkan diri sendiri dan kepuasan pribadi. Hingga anak kandungpun tega disakiti demi kesenangan pribadi. 
 
Anak-anak yang menjadi korban akan terus merasakan trauma yang amat dalam bahkan mungkin hingga akhir hidupnya. Kejadian yang terus berulang, sangat dipengaruhi juga oleh sanksi-sanksi yang ada. Apakah benar menjerakan pelaku, ataukah tidak sama sekali.  
 
Kepribadian yang merupakan hasil dari pendidikan karakter saat ini juga perlu dipertanyakan. Sebab, hal yang dapat membentuk kepribadian salah satunya dari ilmu agama. Sedang sistem pendidikan sekuler tidaklah mampu memcetak generasi yang bertakwa, yakni generasi yang sadar akan perbuatan halal dan haram melainkan hanya mencetak lulusan yang mahir dalam ilmu duniawi semata. Jika pun ada, jumlah waktu mempelajari agama hanyalah sedikit sekali. Arahakan dari dunia pendidikan dalam sistem kapitalis adalah mencetak ngenerasi yang mampu bersaing dalam dunia industri. 
 
 
Solusi 
 
Islam agama yang sempurna yang mengatur segala aspek kehidupan. Dalam instrumen pendidikan Islam bertujuan untuk membangun kepribadian Islam. Kepribadian Islam yang terdiri dari pola pikir dan pola sikap diarahkan sesuai tuntunan syariat Islam. Sehingga, dalam memutuskan perkara, manusia akan selalu berlandaskan pada hukum syarak, apakah ini halal atau haram, dan apakah Allah Swt. rida dalam perkara tersebut. Sehingga dengan hal ini, manusia akan senantiasa perbuatannya, sebab juga meyakini bahwa segala hal yang dilakukan akan dimintai pertanggung jawaban.

Kedudukan keluarga dalam Islam juga sangat penting dalam membangun sebuah keluarga, seorang ayahlah yang bertugas untuk menjaga keluarganya dari ancaman api neraka di akhirat kelak.

Dalam surah At-tahrim ayat 6 Allah SWT berfirman yang artinya, “Hai orang-orang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkanNya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.

Adapun departemen penerangan dalam Islam akan bertugas dalam memfilter semua tayangan-tayangan yang dapat merusak generasi. Baik dari pemikiran ataupun konten-konten yang dapat membangitkan naluri seks akan dipantau semaksimal mungkin. Di dalam Islam pula, masyarakatnya akan diarahkan untuk gemar beramar makruf nahi mungkar, sehingga menjadi pengingat bagi orang lain sekaligus menjadi kontrol sosial dalam masyarakat.  
 
Terakhir, dalam sistem Islam, sanksi yang diberikan kepada pelaku juga akan menjerakan. Pelaku zina dalam Islam, akan dikenakan sanksi cambuk seratus kali bagi yang belum menikah dan di asingkan selama setahun, serta bagi yang telah menikah akan dikenai sanksi rajam hingga mati.

Demikianlah, Islam memiliki seperangkat aturan yang bersumber dari ilahi yang hanya mampu diterapkan di bawah naungan Daulah Khilafah.

Wallahu a’lam bishshawab. []


Ira Rahmatia
Aktivis Muslimah

0 Komentar